Perjuangan Kemerdekaan Indonesia Lewat Diplomasi, Dimulai dari Perjanjian Linggarjati

May N

Penulis

Perjanjian Linggarjati merundingkan status kemerdekaan Indonesia.
Perjanjian Linggarjati merundingkan status kemerdekaan Indonesia.

Intisari-Online.com- Isi Perjanjian Linggarjati ditandatangani Indonesia dan Belanda pada 25 Maret 1947 sebagai upaya penyelesaian sengketa kedaulatan yang terjadi usai kemerdekaan Indonesia.

Belanda yang sempat tersingkir dari wilayah Indonesia dengan kemenangan Jepang, ingin kembali berkuasa di Nusantara.

Dengan memboncengi utusan pasukan sekutu untuk melucuti dan memulangkan tentara Jepang di akhir Perang Dunia II, Belanda berhasil datang ke Indonesia.

Saat itu, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya, tetapi Belanda tak mau mengakui kemerdekaan tersebut.

Baca Juga:I Gusti Ngurah Rai, Inilah Sosok yang Pimpin Perlawanan di Bali Usai Isi Perjanjian Linggarjati Ditandatangani

Terjadilah konflik antara Indonesia dan Belanda, yang juga diwarnai perlawanan rakyat di berbagai daerah.

Sementara itu, sebagai upaya diplomasi, diselenggarakan perundingan di Desa Linggarjati, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang dimediatori oleh Belanda.

Mempertemukan perwakilan Indonesia dan Belanda, perundingan ini berlangsung antara tanggal 11-15 November 1946.

Berikut ini masing-masing tokoh yang mewakili negara-negara tersebut.

Baca Juga:Sembuh dari Covid-19? Segera Ganti Sikat Gigi dan Pembersih Lidah Anda! Para Ahli Juga Sarankan Lakukan Hal Berikut ini Demi Cegah Penularan Virus Corona

Perwakilan Indonesia Indonesia diwakili oleh empat orang, yaitu:

1. Sutan Syahrir

Usai proklamasi kemerdekaan, Syahrir diangkat sebagai ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Ia Pernah tiga kali memimpin Kabinet Parlementer.

Syahrir menjadi perdana menteri termuda di dunia saat itu.

Perjanjian Linggarjati menjadi puncak keberhasilan Syahrir dalam diplomasi. Meski ia juga menuai kritik karena penandatanganan perjanjian ini.

Pada tanggal 16 Januari 1962, Sutan Syahrir bersama dengan PSI dan Masyumi ditangkap pemerintah Orde Lama karena dituduh melakukan kudeta dan percobaan pembunuhan Presiden RI.

Sutan Syahriri meninggal saat berobat di Swiss. Saat pemakaman, pemerintah menginstruksikan pengibaran bendera setengah tiang sebagai penghormatan.

Baca Juga:Tak Ada Tawar-menawar Lagi, Amerika Hanya Punya Pilihan Hancurkan China Demi Menjaga Kedamaian di Laut China Selatan, dan Menghentikan Invasi Taiwan

2. Mohammad Roem

Nama Mohammad Roem sulit dipisahkan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).

Dirinya terpilih menjadi ketua umum Masyumi menggantikan Mohammad Natsir pada 1958-1960.

Mohammad Roem dikenal sebagai diplomat ulung. Kehebatanntya di atas meja perundingan membuatnya ditunjuk menjadi anggota diplomasi Indonesia dalam berbagai perundingan.

Selain menjadi perwakilan dalam perundingan Linggarjati, ia juga menjadi delegasi Indonesia dalam Perjanjian Genjatan Senjata dengan Sekutu, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem Royen, hingga Konferensi Meja Bundar (KMB).

Baca Juga:Lagi, China Marah Besar dan Usir Kapal Perang AS yang Masuk Perairan Ini, Sebut Lakukan Tindakan Provokatif, Padahal...

3. Susanto Tirtoprodjo

Susanto Tirtoprodjo adalah negarawan Indonesia yang pernah duduk sebagai Menteri Kehakiman dalam enam kabinet yang berbeda. Mulai dari Kabinet Syahrir III hingga Kabinet Hatta II.

Dalam masa pergerakan kemerdekaan, Susanto bergabung dengan Partai Indonesia Raya di Surabaya dan turut terlibat sebagai pengurus partai.

Sementara dalam Perjanjian Linggarjati Susanto Tirtoprodjo menemai Sutan Syahrir yang saat itu menjabat sebagai ketua perwakilan.

Baca Juga:Kasus Covid-19 Membludak Tapi Warganya Ogah Diberi Vaksin, Ternyata Ini Alasan Warga Rusia Mati-Matian Tak Mau Disuntik Vaksin Covid-19

4. Adnan Kapau Gani

AK Gani merupakan seorang dokter, politisi, dan tokoh militer Indonesia.

Setelah proklamasi dan selama masa revolusi fisik, Gani memeroleh kekuasaan politik dengan bertugas di kemiliteran.

Pada 1945, dirinya menjadi komisaris PNI dan Residen Sumatera Selatan.

Sejak 2 Oktober 1946 hingga 27 Juni 1947, Gani menjabat sebagai Menteri Kemakmuran pada Kabinet Syahrir III.

Ketika menjabat sebagai Menteri Kemakmuran tersebut, AK Gani beserta Sutan Syahrir dan Mohhamad Roem menjabat sebagai delegasi Indonesia ke sidang pleno ketiga Perjanjian Linggarjati.

Baca Juga:Frustasi Sampai Nekat Gabungkan Dua Jenis Vaksin dan Libatkan Militer, Negara Ini Kian Karut-marut Akibat Ulah Wanita-wanita Tercantiknya

Sementara itu, Belanda mengirimkan 3 perwakilannya, yaitu:

1. Wim Schermerhon

Schermehon merupakan Perdana Menteri Belanda antara Juni 1945 sampai Juli 1946 dan membentuk kabinet pertama setelah Perang Dunia II.Seusai jabatannya sebagai PM, ia menjabat sebagai ketua Komisi Umum untuk Hindia Belanda.

Schermerhorn mewakili Belanda dalam Perundingan Linggarjati. Jabatan itu dipegang sampai tahun 1947.

2. Max Van Poll

Max Van Poll adalah seorang jurnalis dan politisi Belanda.

Pada tahun 1929 ia datang ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk RKSP, menjadi spesialis untuk urusan kolonial dan khususnya yang berkaitan dengan Hindia Belanda.

Setelah Perang Dunia II, ia adalah anggota Komisi Umum untuk Hindia Belanda, dewan penasihat tiga yang membantu Gubernur Jenderal Van Mook dalam negosiasi dengan Sukarno tentang masa depan Republik Indonesia melalui Perjanjian Linggarjati.

3. HJ Van Mook

Nama lengkapnya adalah Hubertus Johannes Van Mook.

Hubertus Johannes Van Mook atau HJ Van Mook lahir di Semarang 1894.Ayahnya bernama Matheus Adrianus Antonius Van Mook meninggalkan Belanda setelah menikahi Cornelis Rensia Bouwman pada 1893.

Di Indonesia, ayahnya merupakan pemilik Sekolah Rakyat di Surabaya sekaligus sebagai pengajar.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar HBS di Surabaya, van Mook pindah ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan tinggi teknik di Delft.

Tahun 1914 sempat masuk dinas ketentaraan sukarela dan melanjutkan studi tentang Indonesia di Universitas Leiden pada tahun 1916 dan lulus tahun 1918.

Setelah itu, ia kembali ke Hindia Belanda dan ditugaskan menjadi inspektur mengurusi distribusi pangan di Semarang.

Tahun 1921 menjadi penasihat urusan pertanahan di Yogyakarta.

Tahun 1927 menjadi asisten residen urusan kepolisian di Batavia.Dalam tahun 1930-an dia menjadi ketua departemen urusan ekonomi.

Baca Juga:Usianya Capai 3.500 TahunGranat Tangan Era Tentara Salib yang Ditemukan di Israel Berisi 'Api Yunani' yang Sangat Membakar

Adapun perwakilan Inggris yaitu Lord Killearn, yang berperan sebagai penanggungjawab atau mediator.

Miles Wedderburn Lampson Killearn atau Lord Killearn, adalah seorang diplomat berkebangsaan Inggris.

Ia masuk ke Kementerian Luar Negeri Inggris sejak 1903. Killearn bertugas sebagai Komisaris Tinggio untuk Siberia, Mesir, Sudan, dan duta besar di China.

Kemudian pada tahun 1946, dia diangkat sebagai komisaris khusus untuk Asia Tenggara.

Dalam kedudukan tersebut dia banyak terlibat pertikaian Belanda-Indonesia. Ia berperan dalam gencatan senjata yang kemudian terbentuk perjanjian Linggarjati.

Baca Juga:Tangisnya Pecah saat Sebut Anak-anaknya, Nia Ramadhani Akhirnya Muncul Sampaikan Permintaan Maaf Usai Terciduk Kasus Narkoba

(*)

Artikel Terkait