Intisari-Online.com -Hantaman gelombang kedua Covid-19 telah membuat kondisi masyarakat di berbagai negara menderita.
Kondisi yang sebagian besar dipicu oleh varian Delta tersebut telahmeningkatkan jumlah kasus Covid-19 secaradrastis.
Akibatnya, fasilitas-fasilitas kesehatan di negara-negara yang terdampak oleh gelombang kedua tersebut pun tak sanggup menangani lonjakan jumlah pasien Covid-19.
Tak ayal, beberapa negara pun akhirnya menerapkan kebijakan yang tak hanya tegas, tapi juga dinggap nekat.
Terbaru, sebuah negara akhirnya berani mengambil risiko besar dengan menggabungkan dua jenis vaksin berbeda untuk vaksinasi Covid-19.
Setelah pada dosis pertama negara ini memberikan vaksin Sinovac, kini memasuki dosis kedua, negara ini memutuskan untuk beralih ke AstraZeneca Plc.
Sebuah kebijakan yang pertama kali dilakukan di dunia ini disebut terpaksa dilakukan demi meningkatkan perlindungan pada warganya.
Apalagi, vaksin Sinovac yang pertama kali diberikan telah menuai banyak keraguan tentang efikasinya dalam beberapa penelitian.
"Ini untuk meningkatkan perlindungan terhadap varian Delta dan membangun kekebalan tingkat tinggi terhadap penyakit ini," tutur Menteri Kesehatannegara tersebutseperti dikutip dari Kontan.co.id,Selasa (13/7/2021).
Padahal, sampai saat ini, belum ada satu pun penelitian yang secara khusus dilakukan untuk meneliti dampak dari pencampuran Sinovac dan AstraZeneca ini.
Thailand, negara yang baru saja menerapkan kebijakan 'nekat' tersebut, memang baru saja kekurangan jumlah tenaga medis.
Penyebabnya adalah infeksi virus Covid-19 yang terjadi pada 618 petugas medisnya yang sebenarnya sudah menerima 2 dosis vaksin Sinovac.
Bahkan, dikabarkanChannel News Asia pada Minggu (11/7/2021), seorang perawat meninggal dunia sementara satu petugas medis lainnya 'dalam kondisi serius'.
Thailandyangmemiliki total 336.371 kasus Covid-19 dan jumlah kematian mencapai 2.711 orang, baru saja melaporkan rekor baru harian kematian, yaitu 91 orang.
Kondisi yang pada akhirnya tak hanya membuahkan kebijakan 'nekat', tapi juga tegas berupa pembatasan paling ketat yang pernah negara ini terapkan selama pandemi Covid-19.
Negeri Gajah Putih ini memutuskan untuk menerapkan pembatasan baru terhadap warganya, termasuk penangguhan perjalanan yang mencakup maskapai penerbangan dan perusahaan bus, mulai Senin (12/7/2021).
Sebanyak 145 pos pemeriksaan pun didirikan di sekitar Bangkok dan 9 provinsi lainnya, demi mengekang laju warganya.
Tidak tanggung-tanggung, Thailand pun mengerahkan militernya untuk memantau pergerakan warganya.
Selain pembatasan lalu lintas, Thailand pun sampai menerapkan jam malam di 10 provinsi yang tentu saja lagi-lagi melibatkan militer dalam pengawasannya.
Hanya saja, di tengah upaya nekat dan tegas tersebut, pemerintah Thailand tengah dibuat murka oleh ulang wanita-wanita tercantik di negara tersebut.
Sebab, akibat ulah dari wanita-wanita tercantik di Thailand tersebut, sebuah klaster Covid-19 baru tercipta.
Hal tersebut terjadi setelah para wanita cantik tersebut terlibat dalam sebuah kontes ratu kecantikan.
Akibatnya, sebanyak 22 orang yang terlibat dalam kontes kecantikan tersebut dinyatakan positif terinfeksin Covid-19.
Sebanyak 13 orang terdiri dari para peserta, sementara sembilan orang lainnya merupakan para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan kontes yang bernamaMiss Grand Samut Sakhon tersebut.
"Mereka yang ikut dalam acara ini dan tak memakai masker juga melanggar dekrit darurat dan UU pencegahan penyakit," papar Piya Tawichai, wakil komisaris kepolisian metropolitan, seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (13/7/2021).
Kepolisian pun, seperti dituturkan Piya, akhirnya memutuskan untuk melakukan investigasi dan menyiapkan jerat pidana kepada para panitia dan peserta.