Advertorial
Intisari-Online.com - Keprihatinan Menteri Luar Negeri Thailand, Thanat Khoman, atas organisasi di Asia Tenggara terdahulu melatarbelakangi berkumpulnya 5 negara pendiri ASEAN.
Thanat Khoman mengundang 4 negara lain, di antaranya Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Singapura, untuk melakukan pertemuan di Bangkok.
Kelima negara diwakili oleh masing-masing Menteri Luar negerinya dalam pertemuan tersebut.
Tanggal 8 Agustus 1967, menjadi hari di mana kelima negara tersebut berkumpul di Bangkok.
Kemudian, mereka menandatangani Deklarasi Bangkok yang melandasi berdirinya organisasi ASEAN.
Thanat Khoman prihatin dengan organisasi Asia Tenggara terdahulu, di mana tidak ada yang awet dan juga mereka memiliki anggota yang terlampau sedikit.
Salah satu organisasi terdahulu yang dimaksud adalah SEATO (Southeast Asia Treaty Organization) yang sebagian besar justru beranggotakan negara-negara dari luar kawasan Asia Tenggara.
Seperti apa organisasi SEATO yang kemudian menemui kegagalan untuk bertahan sebagai organisasi di Asia Tenggara?
Dikutip dari Encyclopaedia Britannica, SEATO adalah organisasi pertahanan regional yang dibentuk lewat Perjanjian Manila.
Perjanjian itu ditandatangani pada 8 September 1954 di Manila, Filipina.
Mereka yang menandatangani sekaligus menjadi anggota, di antaranya Australia, Perancis, Selandia Baru, Pakistan, Filipina, Thailand, Inggris, dan Amerika Serikat.
Dapat dilihat, dari negara-negara tersebut hanya Filipina dan Thailand yang berasal dari kawasan Asia Tenggara.
Perjanjian Manila resmi berlaku pada 19 Februari 1955.
Tujuan SEATO seperti yang tertuang dalam Perjanjian Manila yaitu hanya untuk pertahanan dan pengawasan serta bantuan untuk mencegah aktivitas menyimpang.
Usai Perang Dunia II, dunia memasuki era Perang Dingin, di mana terjadi persaingan pengaruh antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Amerika Serikat memegang teguh demokrasi, sementara Uni Soviet membanggakan paham komunisme.
Keduanya bersaing memajukan negaranya dan menyebarkan pengaruhnya ke seluruh dunia.
Amerika Serikat dan para sekutunya yakni Inggris, Perancis, dan Australia, mencoba membendung pengaruh komunisme di Asia Tenggara dengan membentuk SEATO.
Sehingga, SEATO ini pada intinya dibentuk untuk mencegah masuknya paham komunisme terutama lewat agresi militer seperti yang terjadi di Korea dan Indochina.
Markasnya di Bangkok, Thailand, dengan Sekretaris Jenderal pertamanya Pote Sarasin, Duta Besar Thailand untuk AS.
Kedua negara dari kawasan Asia Tenggara yang menjadi anggota SEATO adalah negara yang menjalin hubungan dekat dengan AS.
Negara Indochina yakni Vietnam, Kamboja, dan Laos, tidak bisa ikut organisasi karena dilarang lewat Perjanjian Jenewa.
Kemudian Malaysia yang saat itu terbagi jadi Borneo Utara dan Sarawak juga masih di bawah kendali pemerintah kolonial Inggris. Juga Singapura yang masih jadi satu dengan Malaysia.
Sementara Indonesia yang saat itu menerapkan prinsip politik Bebas Aktif, tidak mau terikat pada blok atau kekuasaan tertentu.
Komunisme tak dipandang sebagai "aktivitas menyimpang", bahkan Partai Komunis Indonesia (PKI) masih berjaya kala itu.
Pengaruh barat dan kolonialisme baru justru yang saat itu jadi kekhawatiran Indonesia.
Dengan keberadaan SEATO, organisasi ini berkontribusi membantu negara-negara anggotanya mendirikan sekolah dan membiayai penelitian.
Tapi, SEATO akhirnya bubar juga, dengan anggotanya tak lagi tertarik dengan keberadaan organisasi tersebut.
Pakistan mundur pada 1968. Kemudian Perancis menyetop sokongan dananya pada 1975. SEATO dibubarkan secara resmi pada 30 Juni 1977.
Itulah salah satu organisasi Asia Tenggara yang tak awet dan hanya beranggotakan segelintir negara kawasan tersebut.
Selain SEATO, ada pula ASA (Association of Southeast Asia), yang berdiri pada 1961, dan hanya beranggotakan Thailand, Filipina, dan Federasi Malaysia.
Serta MAPHILINDO yang didirikan pada 1963, dan hanya beranggotakan Malaysia, Filipina, dan Indonesia.
(*)