Intisari-Online.com - Sedikitnya 20 orang pelaut asal Indonesia ahirnya berhasil dievakusi hingga ke Kupang yang divasilitasi oleh KBRI di Timor Leste dan BP2MI NTT.
20 pekerja migran Indonesia itu sebelumnya ditelantarkan oleh 2 perusahaan masing-masing, PT. Niaga Shipping Internasional dan Nezia Edirma Timor Leste di atas kapal selama hampir sebulan setelah pihak perusahaan tidak mendapatkan proyek pekerjaan di Timor Leste akibat terdampak pandemi covid-19.
Atas upaya KBRI di Timor Leste akhirnya ke-20 pelaut yang terdiri dari nahkoda dan anak buah kapal tersebut berhasil dievakuasi ke Atambua, Kabupaten Belu melalui pintu perbatasan Motaain dan langsung menjalani karantina selama 2 minggu.
Selanjutnya para pekerja migran ini diberangkatkan ke Kupang dan ditangani oleh pihak BP2MI NTT untuk proses lebih lanjut.
Hingga kini 20 pekerja migran Indonesia itu ditampung sementara di Pusat Layanan Usaha Terpadu NTT sambil menunggu koordinasi pemerintah untuk pemulangan mereka ke kampung halamannya masing-masing.
Sebelumnya diketahui, MT Ocean Star dengan bobot 5.342 gros ton merupakan kapal berbendera Mongolia yang dioperasikan PT Niaga Shipping Internasional, berkedudukan di Jakarta.
Kapal tersebut bertolak dari perairan Batam pada 8 Maret 2021 menuju Dili, Timor Leste, dalam kondisi tanpa muatan.
Wahyu Haryo dan Pandu Wiyoga dalam artikelnya 'Nasib 20 ABK Indonesia Terkatung-katung di Perairan Timor Leste'yang dimuat di Kompas.id menyebut bahwa kapal bertolak ke Timor Leste pada 2 April dan tiba di perairan Dili pada 3 April.
Herman, Kapten Kapal MT Ocean Star, mengakui, sejak tiba di perairan Dili sudah berkomunikasi dengan pihak Nezia Edirma LDA di Timor Leste yang mencarter kapal.
Seluruh awak kapal sudah menjalani tes antigen dan kapal disuplai logistik berupa bahan makanan, air bersih, dan bahan bakar minyak (BBM).
Awak kapal tidak bisa merapat ke daratan Timor Leste karena kebijakan lockdown pemerintah setempat.
Meski tidak ada operasional kegiatan bongkar muat minyak selama di perairan Dili, kapal sempat disuplai logistik.
Namun, seiring berjalannya waktu, suplai logistik menipis.
Para awak kapal pun berusaha bertahan dengan cara berhemat.
"Kami makan seadanya. Air bersih habis hingga kami mengandalkan air hujan."
"BBM nyaris habis, tinggal satu drum untuk penerangan seadanya. Kami bertahan dengan bantuan makanan dan minuman yang dikirim pihak KBRI,” kata Herman, saat dihubungi Rabu (16/6/2021) malam.
Di luar persoalan logistik dan ketidakpastian nasib di Timor Leste, para awak kapal juga mengeluhkan gaji mereka yang tidak dibayar selama empat bulan terakhir.
Mereka baru sekali menerima gaji, sejak direkrut pada Februari 2021.
Dengan kondisi yang tidak menentu itu, mereka berharap bisa mendapatkan haknya dan pulang ke Tanah Air.
Apalagi kondisi kesehatan beberapa kru kapal mulai menurun.
Menindaklanjuti hal itu, pihak KBRI di Dili berupaya memfasilitasinya dengan meminta pihak Nezia Edirma di Dili agar mengirimkan logistik.
Pihak KBRI di Dili sudah melaporkan persoalan ini kepada Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia di Kementerian Luar Negeri.
KBRI di Dili juga meminta bantuan Kementerian Luar Negeri Timor Leste agar turut memfasilitasi penyelesaian persoalan ini.
Sementara itu, Direktur Utama PT Niaga Shipping Internasional Nia Wulandari Bagus saat dihubungi di Batam, menyatakan, MT Ocean Star bakal difungsikan sebagai floating storage di Dili.
Persoalan yang menimpa awak kapal itu, menurut dia, di luar unsur kesengajaan.
Pihaknya tidak bisa datang dan menangani secara langsung persoalan di Dili karena di sana masih lockdown.
(*)