Intisari-Online.com -Setelah bergabung dengan Indonesia pada 1975, banyak rakyat Timor Leste yang malah ingin merdeka.
Sebuah keinginan yang baru terwujud pada 1999 setelah PBB setuju untuk menggelar referendum.
Hanya saja, sebelum akhirnya PBB memutuskan untuk membiarkan warga Timor Leste menentukan pilihannya sendiri, berbagai informasi disebar oleh kelompok pro kemerdekaan.
Berbagai informasi tersebut pada intinya bertujuanagar dunia melihat Indonesia 'tidak becus' dalam mengelola Timor Timur, namanya ketika masuk sebagai salah satu provinsi di Indonesia.
Salah satu yang paling sering dilakukan adalah menyebut Indonesia, melalui militer kerap melakukan kekerasan terhadap mereka.
Termasuk klaim bahwa sudah lebih dari 200.000 orang tewas akibat kelaparan dan penyakit selama Indonesia 'menduduki' Timor Leste.
Terkait dengan kelaparan dan penyakit ini, ada salah satu lokasi yang dijadikan 'simbol kekejaman Indonesia'.
Lokasi tersebut adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tibar yang digambarkan sebagai cerminan kegagalan Indonesia dalam mengelola Bumi Lorosae.
Saat foto-foto dari TPA Tibar menyebar secara global, kemarahan publik pun muncul dan mengarah langsung ke pemerintah Indonesia.
Bahkan banyak yang meyakini bahwa pengiriman pasukan perdamaian internasional ke Timor Leste diawali oleh kabar tentang TPA Tibar.
Sebuah kondisi yang pada akhirnya memicu keputusan PBB untuk menggelar referendum di Bumi Lorosae.
Lalu, seperti apa sebenarnya gambaran TPA Tibar saat itu, yang sampai membuat dunia mengutuk Indonesia?
Secara singkat, TPA Tibar menggambarkan betapa buruknya kondisi kesehatan anak-anak Timor Leste.
Dengan kondisi badan mereka yang terlihat kurang gizi, mereka ikut mengais sampah membantu orang tua mereka.
Padahal, di lokasi ini pula sampah-sampah berbahaya nan mematikan disebut-sebut tertumpuk menjadi satu.
Sebuah gambaran mengerikan yang dengan 'lucunya' justru masih saja terlihat setelah Timor Leste lepas dari Indonesia selama dua dekade.
Ya, TPA Tibar tidak mengalami perubahan sedikit pun sejak pertama kali mencuat ke dunia dan memicu kritik tajam bagi Indonesia.
DilaporkanAljazeera (19/11/2017), TPA Tibar masih menjadi lokasi yang dipenuhi oleh anak-anak pengais sampah.
Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa banyak anak-anak berusia 8 tahun dalam kondisi fisik kurang gizi mencari nafkah di sana.
Sampah-sampah mematikan, yang dulu menjadi salah satu isu yang 'digoreng' kelompok pro kemerdekaan, masih saja muncul.
Baca Juga: Salah Satu yang Termuda di Dunia, Inilah Fakta-fakta Ibu Kota Timor Leste
Bahkan, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 100 ton limbah berbahaya dan fasilitas-fasilitas kesehatan diproduksi di Dili.
Asap hitam pekat, yang menjadi 'daya tarik' pertama orang-orang yang mengunjunginya, terus mengepul dariTPA Tibar.
Itulah yang digambarkan oleh Chris Kaley, seorang wisatawan asal Australia yang mengunjungi Timor Leste.
“Asapnya benar-benar mengejutkan saya. Ini nyata - tumpukan membara 24/7, ”kata Chris Kaley, yang mengunjungi tempat pembuangan sampah bersama Bruce Logan, salah satu pemilik Australia dari Beachside Hotel di Dili.
Baca Juga: Bikin Harga Melambung Tinggi dan Serba Mahal, Mengapa Timor Leste Setia Gunakan Dollar AS?
Logan sendiri mengaku rutin mengajak wisatawan asing, terutama yang berasal dari Australia untuk mengunjungi TPA Tibar.
“Saya datang ke sini sekali atau dua kali seminggu untuk membuang sampah. Saya juga membawa tamu kami yang tertarik,” kata Logan.
Bahkan, Logan mengaku sudah memiliki sebutan khusus untuk tur yang diadakan diTPA terebut.
“Saya menyebutnya 'tur berhenti-mengomel' karena datang ke sini membuat orang Australia bersyukur dengan hidup mereka yang jauh lebih beruntung," katanya.
(Khaerunisa)
Baca Juga: Fakta Perbatasan Indonesia Timor Leste, Ada Patung Soekarno yang Jadi Daya Tarik Wisata