Penulis
Intisari-Online.com- Sejarah Timor leste merdeka dimulai tahun 1999 saat dilakukan Referendum pemisahan diri Timor Timur diizinkan Presiden BJ Habibie pada Agustus 1999.
Baru pada 20 Mei 2002 terbentuklah negara Timor Leste sebagai negara dengan kedaulatan penuh, lepas dari Republik Indonesia.
Hanya saja sejak nama Timor Timur berubah menjadi Republik Demokratik Timor Leste, mata uang dolar Amerika Serikat dipakai dan juga Rupiah Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com mengutip Peacekeeping Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dollar AS dipilih sebagai mata uang resmi di Timor Leste sejak tahun 2000 dengan dikeluarkannya Regulation 2000/7 pada 24 Januari 2000.
Aturan tersebut berbunyi, bahwa semua transaksi resmi harus menggunakan dollar AS.
Namun begitu, masyarakat masih diperbolehkan menggunakan mata uang lain yang juga masih beredar cukup banyak seperti rupiah, bath (Thailand), escudo (Portugis), dan dollar Australia.
Saat itu, UNTAET (PBB) dan pemerintahan transisi Timor Leste beralasan, dollar AS dipilih karena mata uang tersebut stabil dan kuat serta diterima di seluruh dunia.
Keputusan itu kemudian disahkan oleh National Concultative Council (NCC) yang wewenang dan tugasnya mirip dengan MPR RI di Indonesia.
Pada awal penerapan, penggunaan dollar AS menimbulkan gelojak di tengah masyarakat.
Hal ini karena nilai dollar AS sangat tinggi untuk ukuran standar harga barang dan jasa di negara bekas koloni Portugis tersebut.
Menerapkan dollar AS sebagai mata uang resmi negara, membuat harga-harga barang dengan cepat melambung tinggi.
Namun pemerintah Timor Leste tidak bergeming, dan beranggapan bahwa penggunaan dollar AS tidak berpengaruh pada harga, namun masyarakatkah yang harus menyesuaikan melalui pengaturan jumlah barang atau jasa.
Sederhananya, harga beras apabila dibeli dengan rupiah adalah seharga Rp 5.000 per liter, bukan berarti setelah transisi harga beras 1 liternya kemudian dihargai 1 dollar AS.
Yang berlaku adalah, saat seorang membeli beras dengan mata uang sebesar 1 dollar AS, maka beras yang didapatkan harus lebih banyak dari 1 liter.
Selain itu, kenaikan harga-harga barang di masa transisi, menurut pemerintah, bukan karena penggunaan dollar AS, namun terjadi karena adanya prinsip pasar (permintaan dan penawaran).
Keputusan untuk mengadopsi dollar AS dibuat oleh PBB dan pemerintah Timor Leste untuk menyelamatkan negara dari ketidakstabilan politik dan ekonomi.
Adopsi dolar membuatnya lebih mudah untuk investor asing untuk berdagang dan melakukan bisnis di negara tersebut.
Turis Amerika hanya perlu membawa uang mereka ke negara itu dan membelanjakannya dengan cara apa pun yang mereka inginkan.
Selain itu, ada jenis uang bernama Centavo yang dipakai sebagai alat pembayaran berbentuk koin, tapi diproduksi dan dipasok langsung dari Portugal.
Sementara uang dollar AS disuplai secara langsung dari Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed sejak tahun 2000.
Baik PBB maupun pemerintahan transisi, saat itu mengklaim bahwa penggunaan dolar AS hanya dilakukan selama dua hingga tiga tahun setelah merdeka dari Indonesia.
Namun, pada praktiknya aturan tersebut masih berlaku sampai sekarang.
Hingga kini Timor Leste masih menggunakan dollar AS sebagai mata uang resminya.
Mata uang rupiah sendiri masih marak digunakan di Timur Leste, terutama daerah yang berbatasan dengan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sementara beberapa penduduk Timor Leste di pedesaan, masih memilih menggunakan barter.
Meski secara teori penggunaan dollar AS bisa menguntungkan Timor Leste, namun pada kenyataannya kondisi ekonomi negara tersebut masih belum stabil.
(*)