Penulis
Intisari-Online.com - Rakyat dari berbagai elemen turut berjuang merebut kemerdekaan dalam sejarah Timor Leste.
Para siswa dari komunitas seni bela diri rupanya menjadi salah satu yang ikut bergerilya ketika negara termuda Asia Tenggara ini berada di bawah kekuasaan Pemerintah Indonesia.
Seperti diketahui, sebelum kemerdekaannya yang diperoleh melalui referendum pada tahun 1999, Timor Leste sempat berintegrasi dengan Indonesia.
Indonesia menginvasi Bumi Lorosae setelah wilayah ini ditinggalkan Portugis.
Baca Juga: Timor Leste Masih Gagal, Inilah Negara Terakhir yang Bergabung dengan ASEAN
Kekhawatiran bahwa Timor Leste dapat menjadi wilayah selanjutnya yang menjadi lahan suburnya paham komunis setelah Vietnam, disebut melatarbelakangi serangan Indonesia itu.
Rakyat Timor Leste sendiri terpecah, ada yang mendukung integrasi dengan Indonesia, tapi ada pula yang menginginkan kemerdekaan.
Kurang lebih 24 tahun berintegrasi dengan Indonesia, terus terjadi perlawanan rakyat Timor Leste pro kemerdekaan.
Komunitas seni bela diri termasuk yang berkontribusi dalam perlawanan tersebut, tapi sayangnya, setelah Timor Leste merdeka justru ia menjelma menjadi 'mesin pembunuh' yang memakan banyak korban.
Pada 2013, Timor Leste pun melarang dilakukannya latihan semua komunitas seni bela diri lokal.
Melansir news.com.au, setelah memakan belasan korban jiwa dan ratusan korban luka-luka -yang tercatat-, pemerintah Timor Leste pun memberlakukan pelarangan tersebut.
Polisi Timor Leste mengatakan tidak akan ada toleransi terhadap mereka yang terus berlatih seni bela diri lokal setelah pemerintah melarang semua klub menyusul kekerasan geng yang mematikan.
Sedikitnya 12 orang Timor Leste tewas dan lebih dari 200 terluka dalam dua tahun terakhir akibat perkelahian di antara klub pencak silat saingan, kata Armando Monteiro, kepala detektif Polri.
Dua tewas di negara tetangga Indonesia, sementara kematian dan cedera lainnya terjadi di Inggris dan Irlandia.
Namun, dia mengatakan, jumlah korban kemungkinan lebih tinggi karena banyak orang takut melaporkan aktivitas geng atau pergi ke rumah sakit untuk perawatan.
"Setiap anggota klub seni bela diri yang melanggar resolusi pemerintah akan diproses secara hukum," kata Monteiro.
"Tidak ada toleransi untuk kegiatan seni bela diri di negara ini."
Hadir sebagai 'pahlawan' dalam sejarah Timor Leste, belakangan siswa seni bela diri negara itu justru menjadi saingan dan mulai saling membunuh di jalan-jalan.
Seperti yang terjadi pada tahun 2006 selama krisis politik yang kejam yang menyebabkan puluhan orang tewas dan puluhan ribu orang mengungsi di negara setengah pulau kecil itu.
Perdana Menteri Xanana Gusmao mengeluarkan resolusi yang melarang klub-klub populer pada 2013.
Xanana mengatakan, dia telah mencoba untuk bekerja dengan kelompok selama bertahun-tahun untuk memungkinkan mereka untuk terus beroperasi secara damai, tetapi mengatakan tujuan asli dan filosofi seni bela diri telah hilang di Timor Timur.
"Saya tidak punya belas kasihan dan kesabaran lagi," kata Gusmao, yang menambahkan bahwa dia telah mencoba bekerja dengan kelompok-kelompok itu sejak menjadi presiden pertama negara itu pada 2002.
"Saya tidak bisa mentolerir situasi lagi, dan saya tidak bisa mengizinkannya lagi," katanya.
Pengangguran di Timor Leste sebabkan Budaya Geng Jalanan
Sementara itu, hadirnya geng-geng jalanan yang sering membingkai diri sebagai organisasi seni bela diri diyakini tak lepas dari masalah pengangguran di negara muda ini.
Pengangguran kaum muda merupakan masalah yang telah dihadapi Timor Leste sejak kemerdekaannya.
Pengangguran disebut telah menyebabkan budaya geng jalanan yang mengganggu, sekaligus migrasi pekerja yang signifikan ke Eropa, Korea Selatan, Australia, dan tempat lain.
Pada 2018, Pemerintahan Perdana Menteri Timor-Leste Taur Matan Ruak bertekad untuk mengatasi salah satu masalah abadi Timor Leste ini.
Menciptakan 60.000 pekerjaan baru bagi negara yang hanya berpenduduk 1,2 juta orang menjadi salah satu program pemerintah Timor Leste saat itu.
Namun, ada juga yang memandang pesimis terhadap program tersebut.
Baca Juga: Boleh Saja Minum Kopi, Tapi Ingat Jangan di Atas Jam 5 Sore, Ada Bahaya yang Bisa Mengintai Tubuh!
Menurut analisis dari Sensus Penduduk dan Perumahan Timor-Leste terbaru, pemuda yang berusia antara 15 hingga 24 tahun merupakan 20 persen dari total populasi di Timor Leste pada 2015.
Namun, mereka harus menghadapi sulitnya mendapatkan pekerjaan, di mana Timor Leste menjadi salah satu negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di dunia.
Dari laporan Sensus Analisis Angkatan Kerja, tingkat pengangguran di negara ini mencapai 12,3%.
Ironisnya, semakin tinggi pendidikan seseorang di negara ini, semakin tinggi pula risiko dirinya menganggur.
(*)