Intisari-online.com -Segerombolan pemuda Timor Leste berdiri di depan Kedutaan Portugis di Dili telah menjadi pemandangan umum beberapa tahun terakhir.
Mereka berharap mendapatkan paspor Portugis, yang menjadi kunci mendapatkan kesempatan lebih baik di Eropa.
Namun, apa penyebab anak-anak muda ini malah begitu bersemangat meninggalkan negara mereka sendiri?
Anak muda bergerak mengikuti pekerjaan dan uang.
Dan kedua hal inilah yang menyebabkan mereka berani meninggalkan Timor Leste.
Para pemuda Timor Leste terancam jatuh dalam kesenjangan dalam perkembangan negara tersebut.
Solusinya tidak begitu mudah, tapi bukan berarti tidak bisa dijangkau.
Anak muda berusia 15-24 tahun menyumbang 20% total populasi tahun 2015 lalu, menurut analisis Populasi dan Sensus Perumahan Timor Leste tahun 2020.
Sementara anak muda hanya menyumbang 14% dari jumlah buruh negara, mereka menjadi 2/3 dari total pengangguran Timor Leste.
Laporan Analisis Kelompok Buruh tunjukkan tingkat pengangguran anak muda tahun 2015 mencapai 12.3%, lebih tinggi daripada rata-rata nasional yaitu 4.8%.
Laporan juga menunjukkan analisis tingkat pengangguran dari tingkat pendidikan.
Menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan justru semakin tinggi risiko menganggur.
Tingkat pengangguran di antara pemuda tanpa pendidikan adalah di bawah 10% tapi di antara pendidikan menengah mencapai 18% dan di antara para lulusan universitas mencapai 20%.
Sementara itu Laporan Analisis Pendidikan menunjukkan para pemuda yang tidak sedang bekerja, atau tidak sedang dalam pendidikan dan pelatihan (NEET) ada sebanyak 27.7%.
Menariknya, 53.4% dari anak muda yang sudah menyelesaikan pendidikan mereka tidak bekerja di tahun 2015 ketika sensus dilakukan.
Diskusi mengenai tingginya tingkat pengangguran berputar di antara dua tema: ketiadaan kesempatan kerja dan ketiadaan keterampilan yang diperlukan agar direkrut.
Melansir The Interpreter, tidak adanya pekerjaan bagi anak muda telah secara luas dilaporkan di media dan dibahas terus oleh badan perkembangan negara, terutama oleh organisasi masyarakat sipil.
Mirip dengan hal itu, isu kesempatan kerja yang terbatas secara lokal telah menjadi isu penting dalam penelitian terkait pekerja migran dari Timor Leste di Inggris, pekerja musiman di Australia dan pekerja sementara waktu di Korea Selatan.
Di saat yang sama, para pencari kerja telah mengalami kesulitan menemukan kandidat kerja yang cocok bekerja dengan perusahaan mereka.
Contohnya, pencari kerja temukan sebagian besar pegawai tidak punya kemampuan terapan seperti komunikasi dan manajemen yang sangat dihargai.
Lebih jauh lagi, Survei Enterprise and Skills dilaksanakan oleh Sekretariat Pemuda dan Pekerja tahun 2017 mengidentifikasi kesenjangan kemampuan dominan di bidang konstruksi, penjualan dan otomotif.
Ketiga sektor ini dapat menyediakan pekerjaan bagi banyak orang, sehingga seharusnya hal ini bisa diperbaiki.
Kini dengan Eropa dan Inggris menutup perbatasan, semakin banyak pemuda Timor Leste kesulitan mencari kerja.
Ekonomi Timor Leste bergantung berat pada uang pemerintah, dan bertahun-tahun lamanya, sektor publik telah menjadi penyerap tenaga kerja terbanyak.
Baca Juga: 21 Tahun Negaranya Merdeka, Ini Kisah Pemuda Timor Leste Merantau ke Australia Demi Capai Kemakmuran
Oleh sebab itu pemerintah punya peran penting dalam mengentaskan pengangguran.
Lebih jauh lagi, pemerintah perlu memahami ketidakcocokan dalam permintaan dan penawaran kemampuan yang mempengaruhi penyerapan kerja pemuda.
Pusat pelatihan vokasi seperti Pusat Nasional untuk Kepegawaian dan Pelatihan Profesional Tidar (CNEFP), Knua Joventude Fila-Liman (KJFL) serta Badan Pengembangan Timor Leste (ETDA) telah berkontribusi besar memperbaiki kemampuan anak-anak muda.
Dukungan-dukungan ini dapat membantu menutup kesenjangan yang berkaitan dengan kekurangan kemampuan.
Mengirim pekerja ke luar negeri memang cukup membantu, tapi pemerintah juga sebaiknya meningkatkan jumlah lapangan kerja di negara mereka sendiri.