Penulis
Intisari-Online.com - Negaranya masih menjadi negara termiskin di dunia, tak menghentikan langkah pemuda Timor Leste ini untuk mencapai kemakmuran.
Ini kisah pemuda Timor Leste merantau ke Australia demi mencapai cita- citanya.
Timor Leste yang pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, kini telah berdiri sendiri menjadi sebuah negara.
Hal itu dimulai 21 tahun silam, tepatnya pada 30 Agustus 1999, setelah referendum yang didukung Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengakhiri konflik yang terjadi sebelumnya.
Meski Timor Leste membutuhkan waktu 3 tahun untuk resmi diakui sebagai negara secara internasional, yaitu pada 2002.
Baru-baru ini negara dengan nama resmi Republik Demokratik Timor Leste ini merayakan 21 tahun kemerdekaanya.
Bagaimana kondisi Timor Leste setelah 21 tahun berdiri sebagai sebuah negara pun mendapat banyak sorotan, terutama bagaimana perekonomian negara ini.
Sayangnya, data menunjukkan bahwa negara ini masih 'terseok-seok', jauh di bawah kawasan maupun dunia.
Mengutip Kompas.com yang melansir laman Heritage, skor kebebasan ekonomi Timor-Leste adalah 45,9.
Hal itu menjadikan Timor Leste menduduki peringkat ke-171 negara di dunia dalam indeks 2020.
Di kawasan Asia-Pasifik, Timor Leste berada di peringkat ke-40 diantara 42 negara dan skor keseluruhannya jauh di bawah rata-rata kawasan maupun dunia.
Perekonomian Timor Leste mencatat sedikit tanda-tanda kebebasan ekonomi sejak dimasukkan dalam Indeks pada tahun 2009.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)-nya lemah.
Perekonomian negara itu bergantung pada pengeluaran pemerintah yang didanai oleh penarikan dari Dana Perminyakan.
Kini Timor Leste masih menjadi negara paling miskin di dunia.
Negara ini masih mengandalkan pemasukan dari hasil minyak.
Selain itu, seperti banyak negara lainnya, hambatan untuk kebebasan ekonomi pun datang dari korupsi yang merajalela dan tidak efektifnya peradilan, sehingga melemahkan integritas pemerintah.
Di sisi lain, Komisi Antikorupsi independen tidak memiliki kewenangan untuk menangkap atau menuntut. Sebagian besar proses pengadaan publik masih buram.
Sejalan dengan kondisi Timor Leste yang demikian, rupanya semangat juang pemuda negara tersebut tak padam.
Salah satunya ditunjukkan oleh perjuangan seorang pemuda bernama Cornelio Dos Santos, yang menuliskan ceritanya di Devpolicy Blog.
Baca Juga: Presiden China Xi Jinping Telepon Jokowi, Ada Apa?
Melansir devpolicy.org, Cornelio Dos Santos lahir di Lepo Covalima, sebuah tempat yang membutuhkan perjalanan sehari yang panjang melintasi pegunungan di barat daya dari ibukota Timor, Dili.
Seperti banyak orang lain di Timor-Leste, ia mengungkapkan bahwa keluarganya merupakan keluarga besar.
"Keluarga saya besar dan ketika saya masih kecil kami kebanyakan tinggal di luar negeri. Ayah merawat kebunnya, ibu menjaga kami, anak-anak. Ada banyak dari kita - saya adalah yang tertua dari enam, empat perempuan dan dua laki-laki. Meskipun kami sangat miskin, kami punya waktu, dan satu sama lain. Saya memiliki banyak kenangan indah dari hari-hari itu," tulisnya.
Meski berasal dari keluarga sederhana, namun sebagai anak tertua, Cornelio diupayakan oleh keluarganya untuk mendapatkan pendidikan yang baik.
Awalnya, ia bersekolah di sekolah-sekolah lokal, namun akhirnya ia dan keluarganya memutuskan untuk mengirimnya ke perguruan tinggi pertanian di Maliana.
"Saya berada di sana selama tiga tahun dan itu tidak mudah. Tidak hanya ibu dan ayah yang mengkhawatirkan saya berada jauh dari rumah, tetapi mereka berjuang untuk membayar biaya sekolah," ungkapnya.
Kemudian, ia lulus pada 2013 dengan nilai yang cukup baik untuk memulai kursus agronomi di Universitas Nasonal Timor Leste.
Namun, lagi-lagi masalah ekonomi yang dihadapinya.
"Sekali lagi, uang adalah masalah. Saya tinggal di rumah kost ( kost ) yang harganya $ 50 sebulan! Dalam hal itu, dan segala macam cara lain, Dili mahal, tetapi sekali lagi ayah dan ibu bertekad saya akan lulus," katanya.
Setelah melalui perjalanan panjangnya di Universitas Dili, juga mendpaatkan beasiswa satu semester belajar agronomi di Portugal pada 2017, kemudian ia memulai perjalanan lain.
Ia melihat kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan di Australia pada 2019.
"Saya kebetulan melihat pengumuman online dari Sekretaris Negara untuk Pelatihan dan Ketenagakerjaan Kejuruan (SEFOPE) yang mengatakan mereka sedang mencari orang untuk bekerja di Australia selama tiga tahun dengan Skema Perburuhan Pasifik (PLS) )," katanya.
Baca Juga: Dijuluki 'Sambung Nyawa', Ternyata Ini Sederet Manfaat Daun Dewa
Rupanya keberuntungan memihak pemuda ini, dan ia tiba di Warrnambool, Australia pada Agustus 2019.
"Saya menikmati waktu saya di Australia sejauh ini. The landscape di sekitar kita indah," ungkapnya berpendapat tentang tempat tinggalnya kini.
Setelah perjalanan panjang itu, rintangan tak berhenti dihadapi Cornelio.
Kini ia harus merasakan tinggal di negara lain dengan menghadapi pandemi Covid-19.
"Adapun bagaimana perasaan kami tentang itu semua - itu menantang. Kita tidak bisa bergerak seperti yang kita bisa sebelum pandemi sehingga kita cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di akomodasi kita," ungkapnya.
Pemuda ini mengakui bagaimana kerinduannya terhadap keluarganya di kampung halaman.
"Di saat-saat seperti ini kami terutama merindukan keluarga kami, tetapi tentu saja mengunjungi mereka juga tidak mungkin," katanya.
Ia pun memiliki cita-cita untuk kembali ke Timor Leste memanfaatkan gelarnya di bidang agronomi.
"Saya belum punya istri atau anak, jadi hal pertama adalah membangun rumah baru untuk orang tua saya dan berinvestasi dalam bisnis pertanian, sesuatu yang kecil pada awalnya,"
"Mereka adalah petani dan saya memiliki gelar di bidang agronomi. Kita bisa membangunnya. Saya juga ingin mendapatkan gelar Master saya.
"Saya percaya bahwa jika kita ingin beralih dari kemiskinan menuju kemakmuran, diperlukan inisiatif dan disiplin.
"Rencana saya adalah bekerja sekeras yang saya bisa selama di sini, baik menabung maupun mengirim kembali," ungkapnya.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini