Intisari-online.com -Tertuduh pelaku Bom Bali I Hambali, muncul di pengadilan di pusat penghukuman Guantanamo.
Ia bersama dua warga Malaysia atas tuntutan pembunuhan, konspirasi dan terorisme, melansir The Guardian.
Hambali, atau Encep Nurjaman dulunya adalah pemimpin Jemaah Islamiyah.
JI adalah kelompok militan Asia Tenggara yang berhubungan dengan Al-Qaeda.
Pemerintah AS mengatakan ia merekrut militan, termasuk dua warga Malaysia untuk operasi jihad.
Dua warga Malaysia yang dimaksud adalah Muhammad Farik bin Amin dan Muhammad Nazir bin Lep Nurjaman.
Di antara plotnya adalah Al-Qaeda dan JI melaksanakan operasi bom bunuh diri Oktober 2002 di Paddy's Pub dan Sari Club di Bali, Indonesia.
Pengeboman dilanjutkan dengan bom bunuh diri di hotel JW Marriott Jakarta, Indonesia.
Kedua serangan itu membunuh 213 orang, termasuk 202 di Bali, 88 di antaranya warga Australia.
Jaksa penuntut menuduh Bin Lep dan Bin Amin bertugas sebagai perantara transfer uang yang dipakai mendanai operasi kelompok tersebut.
Ketiganya ditangkap di Thailand tahun 2003 dan dipindahkan ke 'situs hitam' CIA.
Situs hitam itu adalah tempat mereka secara brutal menjadi sasaran penyiksaan.
Hal itu dilaporkan dari laporan Komite Intelijen Senat yang dikeluarkan tahun 2014.
Tahun 2006, mereka dipindahkan ke Guantanamo.
Sidang dakwaan di pangkalan AS di Kuba berulang kali terhenti pada hari Senin karena masalah yang melibatkan penerjemah sidang.
Padahal sidang ini hanyalah langkah pertama dalam perjalanan hukum yang panjang untuk kasus yang melibatkan bukti yang dinodai oleh penyiksaan CIA, masalah yang menyebabkan kasus-kasus kejahatan perang lainnya merana selama bertahun-tahun di Guantanamo.
Sidang juga akhirnya dilaksanakan ketika administrasi Biden mengatakan berniat menutup pusat penahanan itu.
Saat ini AS masih menahan 39 dari 779 orang yang ditangkap terkait serangan 11 September 2001.
Ketiga pria tersebut yang ditahan terkait hubungan mereka dengan pengeboman klub malam itu ditahan dalam penahanan rahasia CIA dalam 3 tahun, diikuti 15 tahun berikutnya dalam pangkalan militer terisolasi AS di Kuba.
"Hampir 20 tahun berikutnya, saksi-saksi sudah meninggal, gambaran sudah berubah secara drastis," ujar Brian Bouffard, pengacara untuk Muhammad Nazir bin Lep, salah satu warga Malaysia sebelum sidang.
"Dalam pandangan saya, saat ini fatal untuk melaksanakan sidang yang adil."
Keputusan untuk menahan mereka yang dibuat oleh pejabat Pentagon menjelang akhir administrasi Trump juga memperumit upaya menutup pusat penahanan itu, seperti dikatakan Bouffard.
Kesulitannya adalah bagi pemerintahan baru untuk menambah tahanan baru ke dalam daftar dari yang bisa dipulangkan atau malah dikirim ke Guantanamo.
"Malah akan semakin sulit setelah dakwaan ini," ujarnya.
Tuntutan itu keluar jalur lebih awal karena pengacara WN Malaysia menantang kemampuan penerjemah ruang sidang yang tampaknya berbicara terbata-bata dalam bahasa Inggris dan Melayu.
Mereka juga mengungkapkan bahwa penerjemah lain yang bekerja dengan jaksa sebelumnya telah bekerja dengan klien mereka di hadapan dewan pembebasan bersyarat di pusat penahanan.
"Ia memiliki informasi rahasia yang bisa ia bagikan dengan jaksa saat ini," ujar Christine Funk, pengacara bagi Bin Amin.
Masih tidak jelas mengapa sangat lama memvonis ketiganya sebelum komisi militer.
Jaksa militer menuntut terhadap ketiganya pada Juni 2017, tapi pejabat hukum Pentagon yang mempelajari kasus Guantanamo menolak tuntutan atas alasan bahwa kasus tersebut belum ditutup secara publik.
Kasus itu punya banyak faktor yang membuatnya rumit, termasuk apakah pernyataan para tahanan kepada pihak berwenang dapat meringankan sidang karena penyiksaan yang mereka alami di penahanan CIA.
Selanjutnya juga fakta bahwa orang-orang sudah dihukum dan beberapa kasus sudah dieksekusi terutama di Indonesia, serta jangka waktu yang sangat lama dari terjadinya insiden tersebut.
Beberapa isu yang sama ini telah juga menghadang 5 tahanan Guantanamo karena merencanakan dan membantu serangan 9/11.
Mereka ditahan pada Mei 2012 dan tetap ada di fase penahanan tanpa ada jadwal sidang.