Penulis
Intisari-Online.com -Malaysia benar-benar diuji setelah masalah pandemi Covid-19 menghantam berbarengan dengan gejolak politik yang berujung pada pergantian Perdana Menteri.
Namun, di tengah dua masalah pelik yang belum benar-benar usai tersebut, tetangga Indonesia tersebut kini sudah harus menghadapi masalah rumit lainnya.
Negeri Jiranterpaksa harus disibukkan oleh ulah dua pasang warganya yang berada di luar negeri.
Sepasang berada di pusat penahanan legendaris Guantanamo, sepasang lagi berada di negara yang kini tengah menjadi sorotan dunia, Afghanistan.
Seperti diketahui, baru-baru ini pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan mengadili beberapa orang tahanannya yang sudah belasan tahun mendekam di Guantanamo.
Salah satunya adalah Hambali alias Encep Nurjaman yang merupakan pemimpin Jemaah Islamiyah (JI), sebuah kelompok militan di kawasan Asia Tenggara yang terkoneksi dengan Al Qaeda.
Hambali didakwa menjadi dalang dari serangan bom Bali 2002pada Oktober di Paddy's Pub dan Sari Club, Bali, serta bom bunuh diri Agustus 2003 di JW Marriott Jakarta.
Akibat serangan yang direncanakannya tersebut, 202 orang tewas saat serang bom Bali 2002 (88 di antaranya adalah warga Australia). Sementara serangan di JW Marriot menewaskan 11 orang .
Selain Hambali, AS juga menetapkan dua orang warga Malaysia turut terlibat dalam teror-teror mematikan JI di Indonesia.
Mereka adalahMohammed Farik bin Amin dan Mohammed Nazir bin Lep Nurjaman.
Keduanya, menurut hasil penyelidikan AS, direkrut secara langsung oleh Hambali untuk melancarkan aksi-aksinya.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut keduanya bertindak sebagai perantara dalam transfer uang yang tentu saja selanjutnya digunakan untuk mendanai serangan-serangan JI.
Baca Juga: Mengintip Ketangguhan VAT-69, Pasukan Khusus Kebanggaan Rakyat Malaysia, Lebih Hebat dari Kopassus?
Hambali, Farik, dan Nazir sendiri ditangkap di Thailand pada 2003 dan segera dipindahkan ke sebuah 'situs hitam' CIA, yang menurut laporan Komite Intelijen Senat pada 2014, sangat penuh dengan penyiksaan.
Baru pada 2006, mereka dipindahkan ke pusat penahanan Guantanamo yang menjadi penjara tanpa vonis mereka selama belasan tahun.
"Ini sudah hampir 20 tahun kemudian, para saksi telah meninggal, pemandangannya berubah drastis," kata Brian Bouffard, pengacara Mohammed Nazir bin Lep, yang juga merupakan warga Malaysia, sebelum sidang.
"Dalam pandangan saya, itu fatal bagi kemampuan pengadilan agar adil," lanjutnya dikutip dari The Guardian.
Sepasang lain di Afghanistan
Lalu kini, di tengah rasa ketidakadilan dan ketidakpastian akan nasib kedua warganya di Guantanamo, Malaysia harus juga disibukkan oleh 'ulah' dua orang warga negaranya yang lain.
Kedua warga negara Mayalsia tersebut dilaporkan The Times telah ditangkap oleh Taliban di Afghanistan.
Malaysia bahkan sampai mencari bantuan dari badan keamanan asing untuk dapat mengonfirmasi laporan tersebut.
Menurut laporan pejabat polisi Negeri Jiran, seperti dilansir The New Paper, tindakan tersebut harus diambil karena menyangkut nyawa kedua orang tersebut.
Maklum, mereka disebut telah ditangkap oleh Taliban karena dugaan keterlibatan dalam ISIS, yang tidak lain dianggap sebagai musuh Taliban.
Inspektur Jenderal Polisi Acryl Sani Abdullah Sani mengatakan hasil penelusuran belum menunjukkan adanya informasi tentang kedua warga Malaysia di Afghanistan.
"Kepolisian Kerajaan Malaysia telah meminta badan keamanan di luar negeri untuk mengkonfirmasi laporan serta tuduhan itu," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Investigasi juga sedang dilakukan untuk mengetahui apakah laporan tersebut melibatkan pejuang Negara Islam Malaysia yang sudah berada di luar negeri."
Wah, rumit juga, ya.