Intisari-online.com -Asia Tenggara menjadi pusat dari ledakan kasus Covid-19 di dunia, dengan dua negara pencetak rekor suram terbanyak adalah Indonesia dan Malaysia.
Melansir Anadolu Agency, Indonesia dan Malaysia pada Kamis lalu terus mencatat rekor lonjakan infeksi virus Corona, dengan varian Delta terus menyebar.
Sementara itu mengutip The Conversation, dengan pengecualian Singapura, negara-negara Asia Tenggara telah melihat kebrutalan varian Delta dalam memporak-porandakan negara mereka.
April 2021 lalu, Thailand mencatat peningkatan kasus 8 kali lipat dalam rerata 7 hari kasus harian baru.
Rerata 7 hari penambahan kasus harian Malaysia telah meningkat dua kali lipat antara 1 Mei (94.2 per juta populasi) dan 11 Juli (254.42 per juta).
Dengan populasi hampir 10 kali lipat Malaysia, Indonesia telah mencatat hampir peningkatan 7 kali lipat dalam waktu yang sama.
Namun hal ini bukan berarti kondisi di Malaysia sudah terkendali.
Melansir The Diplomat, ketika Perdana Menteri Muhyiddin Yassin umumkan lockdown total Mei lalu untuk melawan Covid-19, sistem kesehatan Malaysia sudah dalam kondisi kritis.
Malaysia berupaya menahan terjadinya penularan lebih banyak yang diperburuk oleh Idul Fitri.
Rumah sakit di seluruh negara kolaps, dengan aliran penambahan pasien baru memicu kekurangan ranjang ICU dan staf untuk menyediakan perawatan memadai bagi pasien.
Seperti di Indonesia, pekerja medis di Kuala Lumpur telah menolak pasien, karena hanya akan merawat pasien Covid-19 sesuai prioritas.
Pejabat kesehatan melaksanakan penanganan dengan cara berbeda, yaitu termasuk membangun lapangan ICU oleh militer dan pemanfaatan kontainer pengiriman sebagai kamar mayat darurat.
Lockdown 2 minggu pertama membawa infeksi terus meningkat, disebabkan karena berkurangnya tingkat tes di sebagian besar negara bagian.
Malaysia melakukan kesalahan pada hal ini, yaitu tes screening malah terus menurun pada minggu-minggu berikutnya, otomatis menyebabkan laporan kasus baru juga menurun.
Kemudian pakar kesehatan Malaysia memperingatkan peningkatan masuknya pasien Covid-19 ke RS dengan kondisi kritis.
Dr. Benedict Sim Lim Heng, konsultan penyakit menular di RS Sungai Buloh, RS utama Malaysia untuk Covid-19, mengatakan kini mayoritas pasien Covid-19 yang memerlukan bantuan adalah yang berumur antara 40 sampai 60 tahun.
Serta ada sejumlah pasien berumur 20-an dan 30-an.
"Kami melihat pasien muda dibawa dalam kondisi kritis, orang-orang berumur 30-an dan 40-an dibawa dan diberi mesin untuk tetap hidup," ujar Sim.
"Situasi telah berubah lebih menakutkan."
Ternyata, hal ini karena situasi Covid-19 Malaysia tidak menjadi lebih baik dan ada salah kaprah jumlah kasus terkonfirmasi yang membuat perhatian penduduk lari dari krisis kesehatan publik.
Dalam minggu-minggu ini, foto-foto dan video dari RS yang kewalahan telah dibagikan online.
Salah satu video tunjukkan setidaknya selusin pasien dalam kursi besi berbagi suplai oksigen di IGD RS Tuanku Ampuan Rahimah.
Lainnya tunjukkan jasad-jasad korban Covid-19 diletakkan di ruang tunggu saat kamar mayat penuh.
Beberapa RS telah mengubah tempat parkir menjadi unit darurat untuk memberi ruang pasien lain, membuat para nakes lebih kelelahan.
Banyak nakes menderita kelelahan belas kasih karena stress berkepanjangan menghadapi Covid-19.
Lainnya mengalami burnout karena tidak ada dukungan dari atasan akhirnya mengundurkan diri.
10 Juli lalu, Malaysia mencarat rekor baru kasus harian dengan 9.353 infeksi Covid-19.
Total infeksi lebih dari 830 ribu kasus adalah tertinggi per satu juta orang di Asia Tenggara.
Angka itu dua kali lipat beban kasus per kapita di Indonesia.
Rupanya, pemerintah Malaysia kecolongan karena pemerintahnya memperbolehkan 18 sektor manufaktur beroperasi dengan kapasitasn 60% menciptakan kondisi yang untung bagi virus untuk berpindah-pindah inang.
Klaster pekerja telah muncul sebagai kunci infeksi Covid-19 di Malaysia.