Penulis
Intisari-online.com -Vaksinasi menjadi tiket bagi beberapa negara untuk orang-orang bisa memasuki negara tersebut.
Bisa dikatakan 'paspor vaksinasi' atau mungkin 'kartu vaksinasi' ini memang solusi cemerlang agar memastikan orang yang bepergian sudah memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
Uni Eropa termasuk kelompok negara yang menerapkan sistem ini dengan ketat.
Mereka hanya menerima warga negara asing (WNA) yang sudah divaksin dengan vaksin tertentu saja.
Vaksin-vaksin canggih yang diterima mereka adalah Pfizer, Moderna, Johnson & Johnson, dan AstraZeneca.
Sayangnya, vaksinasi AstraZeneca yang akan dilaksanakan di Malaysia tidak dianggap sah oleh Uni Eropa.
Mengutip media Malaysia CodeBlue, warga Malaysia yang divaksin dengan vaksin AstraZeneca tetap tidak diperbolehkan masuk ke Eropa.
Sertifikat digital Covid Uni Eropa ternyata hanya mengenali suntikan vaksin yang disetujui Uni Eropa untuk bebas bepergian antar negara-negara itu.
Agensi Obat Eropa (EMA) telah menyetujui vaksin Covid-19 oleh AstraZeneca bersama Pfizer, Moderna dan Johnson & Johnson.
Namun persetujuan itu tidak diberikan kepada dosis vaksin AstraZeneca yang dibuat oleh SK Bioscience Korea Selatan atau Siam Bioscience Thailand.
"Satu-satunya vaksin Covid-19 dari AstraZeneca yang pendaftaran otorisasi pasar didaftarkan dan dievaluasi oleh EMA yang kemudian disetujui oleh Uni Eropa hanyalah Vaxzevria (dulunya Vaksin Covid-19 AstraZeneca)," ujar EMA kepada CodeBlue.
EMA hanya menyetujui vaksin AstraZeneca yang dibuat di Uni Eropa, Amerika Serikat, Inggris, dan China.
Namun sementara situs manufaktur SK Bioscience Korea Selatan tercantum dalam informasi produk Vaxzevria sebagai salah satu produsen zat aktif biologis vaksin, EMA mengatakan itu artinya hanyalah "zat aktif yang diproduksi di situs ini dapat digunakan untuk memproduksi Vaxzevria, vaksin yang diizinkan di Uni Eropa.
"Namun bukan berarti secara otomatis vaksin AstraZeneca SK-Bio disetujui dipakai di Uni Eropa, walaupun mungkin diproduksi di tempat yang sama dengan bahan aktif untuk Vaxzevria," ujar EMA kepada CodeBlue.
"Perlu diingat bahwa perizinan vaksin artinya perusahaan harus mendaftarkan daftar tempat produksinya ke EMA dan menjadi peran EMA untuk mengevaluasi dan mungkin menyetujuinya.
"Keuntungan dan risiko vaksin Covid-19 perlu secara benar dinilai berdasarkan informasi dari pabrik sebagaimana data non klinis dan perancangan pengujiannya."
Hal ini begitu mengecewakan bagi Malaysia, yang baru saja menerima bantuan vaksin dari Jepang sebanyak 1 juta dosis vaksin AstraZeneca yang dibuat di Jepang.
Jepang tidak termasuk dalam daftar pabrik AstraZeneca yang disetujui EMA.
Covishield, versi AstraZeneca yang diproduksi oleh Serum Institute, India, juga tidak diterima oleh Uni Eropa.
Padahal Serum Institute merupakan pemasok vaksin Covid-19 terbesar untuk negara miskin dan negara berkembang melalui program PBB COVAX.
Laporan Health Policy Watch 30 Juni menyebut juru bicara Komisi Eropa mengatakan walaupun para pelancong telah terinokulasi dengan vaksin yang disetujui oleh Uni Eropa "seharusnya" diperbolehkan masuk negara mereka meskipun vaksinnya tidak diproduksi di pabrik yang disetujui EMA, tergantung masing-masing negara Uni Eropa mau menerima para pelancong itu atau tidak.
Sementara negara anggota Uni Eropa wajib memberikan sertifikat vaksinasi tanpa melihat vaksin Covid-19 yang dipakai para pelancong, Komisi Eropa hanya memaksa negara-negara Uni Eropa mengecualikan pembatasan pergerakan bebas.
Contohnya tes terkait perjalanan atau karantina 14 hari, bagi pelancong yang sudah sepenuhnya divaksinasi dengan vaksin yang sudah disetujui Uni Eropa.
"Negara-negara Anggota memiliki pilihan untuk juga menerima sertifikat vaksinasi terkait vaksin yang sudah disetujui WHO," menurut FAQ Komisi Eropa terkait Sertifikat Digital Covid Uni Eropa.
WHO sendiri sudah menyetujui penggunaan vaksin Sinovac yang dipakai di Malaysia dan Indonesia.
Kemudian ketika ditanya mengenai vaksin Sinovac dan Sputnik V dari Rusia, EMA mengatakan kedua vaksin sedang diuji lebih lanjut.
"Ulasan masih dilakukan sampai bukti yang mencukupi tersedia dalam aplikasi perizinan, yang belum kami terima," ujar EMA.
"Tolong ingat bahwa EMA bisa berkomentar lebih baik terkait izin Sputnik V dan Sinovac setelah aplikasi perizinan pemasaran telah didaftarkan ke EMA."
Sinovac menjadi vaksin Covid-19 yang dipakai di Malaysia bersama Pfizer dan AstraZeneca.
Agensi Pengawas Obat Nasional Malaysia belum menyetujui penggunaan vaksin Sputnik V.