Intisari-online.com -Penarikan tentara Barat dari Afghanistan telah membangkitan pertanyaan mencari jati diri di Barat.
Apa yang sebenarnya telah dilakukan negara Barat dan apa yang harus dilakukan sekarang?
Apa yang terjadi di Afghanistan saat ini tidak lepas dengan pilihan AS saat ini terhadap China.
Jika Washington salah tentang Afghanistan 20 tahun lalu, bisakah Washington kini benar mengenai "Timur Tengah" dan konfrontasi yang sedang berlangsung?
Tetap saja secara realistis, setelah 20 tahun dan gelonggongan uang yang tidak sedikit, apakah benar melanjutkan membayar pemimpin korupsi yang tidak memimpin negaranya?
Apakah AS sudah melakukan hal benar dengan mengkolonisasi Afghanistan?
Apakah memang perlu sampai perang berdarah-darah?
Dan apakah sekarang merupakan pilihan realistis untuk menarik diri dari Afghanistan?
Pertanyaan itu yang ditanyakan oleh Fransesco Sisci, analis Asia Times.
AS tetap akan hadir di Kabul dan pusat-pusat lainnya, karena mereka akan berupaya untuk menghadang kelompok Taliban.
Sisci meramal akan ada kelompok gerilya anti-Taliban di mana-mana.
Taliban berhasil dilumpuhkan tahun 2002 dan hanya memerlukan beberapa minggu bagi AS serta beberapa juta dolar untuk berhasil menduduki Afghanistan.
Lantas bagaimana nantinya?
Perlu diingat, sejarah kehadiran Barat di Afghanistan sangatlah berantakan dan juga masih ada ketegangan dengan China saat ini.
Jika Afghanistan dan Irak berhasil diurus dengan baik, hal ini bisa membuat urusan China lebih mudah lagi.
Kegagalan-kegagalan ini menyumbang untuk meyakinkan Beijing bahwa kekuatan Barat menurun.
AS punya alasan bagus untuk melakukan intervensi di Afghanistan dan Irak.
Namun mereka bisa lebih baik menyewa sekelompok kepala daerah dan menjadikannya pemimpin boneka.
Memang bukan solusi yang sempurna tapi bisa lebih baik daripada melawan tanpa henti selama 20 tahun.
Kesalahan AS adalah yakin bahwa demokrasi dapat diekspor seperti Coca-Cola.
Di saat revolusi di Mesir melawan Mubarak, AS memutuskan memelihara al-Sisi jika Persaudaraan Muslim terbukti fanatik.
Ini adalah kasusnya, dan al-Sisi menyelamatkan Mesir dari kekacauan.
Al-Sisi memang mengerikan tapi Persaudaraan lebih buruk lagi, kini, Mesir bukanlah surga, tapi masih lebih baik daripada Afghanistan atau Irak.
Dalam kasus Afghanistan, kegagalan menangkap bin Laden secara cepat membuat rumit perkaranya seperti dijelaskan David Frum.
Hal itu membuat AS tidak mungkin menarik pasukan tanpa retribusi untuk penghinaan terbesar di tanah AS sejak Pearl Harbor.
Namun dengan kondisi bencana saat ini menunjukkan hal berbeda: AS bisa gila tapi masih berkuasa.
Mereka berhasil bertahan dalam perang 20 tahun yang sia-sia dan kini akan memulainya lagi.
Namun kekuatan bukan segalanya, AS tentu kesulitan mengejar impian demokrasi di mana tidak ada fasilitas mendasar dan orang-orangnya tidak bisa membaca ataupun menulis.
Praktisnya kini dengan runtuhnya militer Afghanistan menunjukkan bahwa militer Afghanistan bobrok parah atau penuh dengan agen ganda.
Pengaruh China
Kemudian AS juga harus menghadapi tekanan lain yaitu China yang diam-diam juga ingin masuk ke Afghanistan.
Jika Beijing sangat terlibat, mereka mengirim prajurit dan hadir dengan kekuatan kuat, bisa terjadi hal mengerikan karena China dapat mencoba melakukan seperti AS dan Rusia.
Jika China tetap berusaha tenang dan hanya terlibat sedikit, Taliban mungkin mengkontaminasi Xinjiang dan Muslim China, yang mempersulit China sendiri.
Taliban bukanlah satu kesatuan utuh tapi persekutuan 'cair' dengan cabang berbeda-beda dengan agenda berbeda-beda.
Kecuali ada satu kejadian membuat mereka bersatu, mereka akan menyebar seperti air tumpah.
Lagipula, AS, India, Iran atau Rusia terus melanjutkan memiliki banyak aset, dan mereka tidak sejalan dengan rencana China.
Tambahan lagi Pakistan adalah sponsor bagi Taliban dan teman bagi China, sedangkan China akan mencoba menjaga hubungan dengan semuanya tapi kini harus berhati-hati karena Perang Dingin dengan AS.
AS bisa memanfaatkan masalah Myanmar dan Korea Utara untuk menjegal China walaupun begitu.