Intisari-Online.com - Pemimpin perjuangan kemerdekaan Timor Leste, Xanana Gusmao, amat menghormati sosok Wiji Thukul, penyair dan aktivis pro demokrasi Indonesia yang hilang sejak 1998.
Melalui puisi-puisinya, Thukul dianggap berkontribusi dalam perjuangan rakyat Timor Leste medapatkan kemerdekaan.
"Wiji Thukul salah satu sosok yang dihormati oleh Xanana," ujar Nuno Corvelo Laloran dari Associacao Dos Combatentes Da Brigada Negra (ACBN) saat dihubungi Kompas.compada 2016 silam.
Menurut Nuno, Thukul pun ikut terlibat aktif dalam demonstrasi menuntut proses demokratisasi di Timor Leste.
"Kami memberikan penghargaan kepada Thukul karena dianggap berkontribusi dalam proses perjuangan Timor Leste meraih kemerdekaan," ungkap Nuno.
Nuno menceritakan, pada tanggal 16 Maret 2016, Xanana Gusmao memberikan penghargaan kepada Wiji Thukul karena dianggap berjasa dalam mewujudkan proses demokratisasi di Timor Leste.
Dalam acara penyerahan penghargaan, Fitri Nganthi Wani, putri Wiji Thukul membacakan sajak "Peringatan" karya ayahnya.
Xanana Gusmao terharu saat Wani usai membaca sajak “Peringatan”.
Secara spontan Xanana berdiri dan memeluk Wani lalu memberikan karangan bunga untuk menguatkan Wani.
Xanana memberikan simpatinya kepada Wani karena ayahnya menjadi salah seorang aktivis yang hilang menjelang reformasi 1998.
Namun hingga saat ini, Thukul menjadi salah satu aktivis yang dicari karena nasibnya tidak jelas setelah diburu aparat di Rezim Orde Baru.
Telat disadari, sebenarnya aktivis, sastrawan, dan seniman Wiji Thukul menghilang usai Kerusuhan 27 Juli alias Kudatuli pada 1996.
Menghilangnya Wiji Thukul bermula saat polisi memburu rumahnya di Solo.
Sebab, organisasi politik tempatnya bernaung, yaitu Partai Rakyat Demokratik (PRD), dituding oleh Kepala Staf Bidang Sosial dan Politik ABRI Letnan Jenderal Syarwan Hamid, sebagai dalang di balik peristiwa itu.
Ketika itu Wiji Thukul memutuskan untuk melarikan diri saat diburu aparat.
Selama dalam pelarian, ia mengembara dari kota ke kota.
Ia mendompleng truk, naik bus atau menumpang mikrolet.
Di tiap kota yang disinggahi, ia bersembunyi di rumah sahabat atau kenalan yang ia percaya.
Dalam masa pelajarian, ia juga tetap menulis sajak.
Berikut jejak persembunyian Wiji Thukul yang dikutip Kompas.com dari Seri Buku Tempo: Prahara Orde Baru Wiji Thukul yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia.
Awal Agustus 1996
Thukul memutuskan lari dari Solo. Awal pelarian itu ditulis Thukul dalam puisi "Para Jenderal marah-marah".
Mula-mula ia ke Wonogiri, lalu ke Yogyakarta, Magelang, dan Salatiga. Pelarian di atas truk itu ia tulis menjadi puisi "Aku Diburu Pemerintahku Sendiri".
Di Salatiga, ia betemu aktivis HAM, Arief Budiman, yang menyarankannya menemui Yosep Stanley Adi Prasetyo, yang juga aktivis HAM, di Jakarta.
Pertemuan Arief direkam Wiji Thukul dalam puisi "Buat L.Ch & A.B".
Pertengahan Agustus 1996
Thukul mendatangi adiknya, Wahyu Susilo, di kantor Solidaritas Perempuan, Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur.
Ia lalu disembunyikan di Bojong Gede, Bogor, kemudian di Kelapa Gading, jakarta Timur dan Bumi Serpong Damai, Tangerang selama satu-dua pekan. Saat itu ia menulis puisi "Kado untuk Pengantin Baru" buat Alex, salah satu tuan rumahnya yang baru menikah.
Kemudian Thukul sempat dibawa tim evakuasi ke Bandung.
Akhir Agustus 1996
Ia dilarikan ke Pontianak, menginap di rumah Martin Siregar. Menggunakan nama samaran Aloysius Sumedi, ia sempat menulis cerpen berjudul "Kegelapan".
Januari 1997
Pulang ke Solo, kepada Sipon, ia minta dibuatkan pakaian bayi sebelum kembali ke Kalimantan.
Sipon menduga Thukul sudah menikah lagi dan istrinya akan melahirkan.
Akan tetapi, menurut Martin, pakaian bayi itu sebagai hadiah untuk istri Martin yang sedang hamil.
Maret 1997
Thukul kembali ke Jakarta dan aktif lagi di PRD. Ia menjabat sebagai ketau Divisi Propaganda PRD. Ia sempat tinggal di rumah kontrakan aktivis PRD di Pekayon, Bekasi, dan rumah susun Kemayoran. Saat di Pekayon, ia sempat mengaajk Sipon dan anak-anakya datang.
Agustus 1997
Ketika berkunjung ke rumah adiknya, Thukul mengaku sedang di Tangerang bersama Linda Christanty untuk mengorganisasi buruh dan tukang becak.
Di Karawaci, ia tinggal di rumah kontrakan bersama Lukman dan Andi Gembul.
November 1997
Thukul meminta izin kepada Linda, yang berada di sekretariat Mahasiswa Universitas Indonesia di Margonda Raya, Gang Salak, untuk pulang ke Solo, menengok Fajar Merah, anakanya, yang akan berulang tahun ketiga.
Desember 1997
Thukul bertemu dengan Sipon dan anak-anaknya di Yogyakarta dan tinggal satu pekan di Parangtritis.
Januari 1998
Thukul pindah ke Cikokol. Sebelum Idul Fitri, yang jatuh akhir Januari, ia menelepon adiknya dan mengatakan hendak pulang ke Solo untuk berlebaran.
April 1998
Thukul menelpon Cempe Lawu Warta, gurunya di Teater Jagat, menanyakan kabar Sipon dan anak-anaknya.
Ia berkata sedang di Bengkulu, Sumatera, dan menitipkan anak-anaknya kepada Lawu.
Mei 1998
Kerusuhan meledak di Jakarta. Thukul menelepon Sipon, khawatir terhadap keadaan istri dan anak-anaknya karena Solo ikut rusuh.
Ia juga mengatakan kondisinya baik-baiknya saja dan saat itu sedang di Jakarta. Dan tidak ada kabar dari Thukul setelah itu.
Maret 2000
Sipon melaporkan kehilangan Wiji Thukul ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada tahun 2000.
(*)