Trisakti, Wiji Thukul, & Malala Yousafzai

Lily Wibisono

Editor

Trisakti, Wiji Thukul, & Malala Yousafzai
Trisakti, Wiji Thukul, & Malala Yousafzai

Intisari-Online.com - Malala Yousafzai baru 15 tahun ketika seorang Taliban naik ke bus sekolah yang ia tumpangi, lalu menembak kepalanya dari jarak dekat. Kejadian sadis itu ternyata tidak berakhir tragis, karena Malala berhasil diselamatkan dan diterbangkan ke Inggris.

Setelah tengkoraknya dioperasi, ia sembuh dan malah mendapatkan apa yang ia perjuangkan.

(Baca juga: Mun'im Idries Saksi Korban Trisakti)

Semuda itu Malala sudah mempertaruhkan nyawanya untuk “sekadar” bersekolah. Keberanian dan determinasinya untuk bersuara lewat media sosial, menyuarakan hak anak-anak perempuan untuk bersekolah, telah membawanya pada vonis ditembak mati.

Tapi nasib baik malah membawanya ke tataran panggung dunia. Tak kurang dari aktris dunia Angelina Jolliemeluncurkan proyek kemanusiaan atas nama Malala Yousafzai di World Women Summit di New York untuk membangun sekolah bagi 40 anak perempuan di Pakistan.

Malala sudah dijadwalkan untuk muncul dalam wawancara di BBC dan ABC secara bersamaan Oktober 2013, pas peringatan setahun penembakan atas dirinya. Majalah Time juga memasukkannya dalam daftar "100 Orang Paling Berpengaruh tahun 2012."

(Baca juga: Koordinator KontraS: Keluarga Korban Tragedi Trisakti Jangan Terjebak pada Wacana Benar-Salah)

Malala seperti pengejawantahan kata-kata bijak kuno yang sudah kita lupakan, “Di mana ada kemauan, di situ ada jalan”. Tentu tidak semua pejuang seberuntung Malala, merasakan manisnya hasil perjuangan.

Keempat mahasiswa Trisakti yang menjadi martir 12 Mei 1998 dan pejuang-pejuang kemanusiaan yang hilang, seperti Wiji Thukul, adalah contoh lain. Mereka mengingatkan bahwa keberanian dan ketegaran adalah keniscayaan dalam satu paket bernama idealisme. Sesuatu yang amat dibutuhkan oleh kehidupan di negeri ini.

Penindasan adalah guru paling jujur/bagi yang mengalami/lihatlah tindakan penguasa/bukan retorika bukan pidatonya// kawan sejati adalah kawan yang/masih berani/tertawa bersama/walau dalam kepungan bahaya// (“Pepatah Buron” – Wiji Thukul , Tempo 13-19 Mei 2013)

Artikel Terkait