Intisari-Online.com - Selama hampir dua abad, dari tahun 894 hingga 1078 M, kaum Qaramithah memainkan peran penting dan mengancam di jantung dunia Islam.
Sebuah sekte Syiah kecil, Qaramithah relatif sedikit, secara geografis tersebar, dan dianggap sesat oleh mayoritas Muslim Sunni dan bahkan oleh sebagian besar Syiah lainnya.
Sejarah sekte ini tidak jelas; namun sejarawan setuju bahwa asal-usulnya dimulai pertama kali di Irak selatan pada masa pemerintahan kekhalifahan Abbasiyah (750–1258 M) sebagai bagian dari gerakan umum Ismailiyah.
Seak 900 M Qaramithah menguasai Bahrain, Basra, dan banyak kota lain antara Mesopotamia dan Arabia.
Tanah yang mereka kuasai sangat kaya dan sebagian besar dibangun dari kerja paksa.
Negara Qaramithah di Bahrain diorganisir dengan prinsip egaliter yang kuat.
Mereka yang miskin atau berhutang dapat memperoleh pinjaman sampai mereka menyelesaikan urusan mereka.
Tidak ada bunga yang diambil untuk pinjaman.
Semua pinjaman negara tersebut bebas bunga.
Perbaikan properti pribadi dan pabrik dilakukan atas biaya negara, sementara biji-bijian digiling gratis di pabrik negara.
Qaramithah begitu makmur hingga mengizinkan pembiayaan pengeluaran militer yang besar dan serangkaian kampanye penyerangan dan petualangan militer yang tak terhitung jumlahnya di negeri-negeri yang jauh.
Kecerdasan dan daya tahan masyarakat egaliter mereka ternoda setelah sekte tersebut melakukan penistaan yang akan tetap menjadi noda gelap.
Pada tahun 930 M, orang-orang Qaramithah (di bawah kepemimpinan Abu Thahir Sulaiman (923 – 944 M) melancarkan serangan ke Mekah selama musim haji.
Aksi ini memuncak dalam pembantaianjamaah haji dan banyak penduduk kota.
Korban tewas dilaporkan mencapai puluhan ribu dan jumlah orang yang diperbudak dikatakan sekitar tiga puluh ribu.
Banyak mayat yang dibuang di sumur Zam Zam.
Baca Juga: Mengerikan, Ditemukan Potongan Tubuh Seorang Wanita di Dalam Koper, Diduga WNI, Bagaimana Ceritanya?
Tidak puas dengan kekejaman ini mereka kemudian merebut penutup pintu Ka'bah.
Akhirnya mereka mencuri Hajar Aswad yang tak tergantikan dan membawanya ke ibukota baru mereka di Hajar, Bahrain.
Hajar Aswaj baru dikembalikan ke tempatnya semula 22 tahun setelah dicuri, pada 951 SM.
Tepatnya setelah penguasa ketiga Dinasti Fatimiyyah Al-Mansur, meminta kepada pengganti Abu Thair Sulaiman, yakni Ahad Ibnu Abu Sa'id Al Qaramanthah untuk mengembalikannya.
Permintaan itu disetujui oleh pemimpin Qaramithah ke-5.
Sejak itu, Hajar Aswad selalu berada di tempatnya hingga sekarang.
(*)