Di Tengah Pandemi Covid-19, Sekitar 768 Juta Orang di Dunia Dilaporkan Kekurangan Gizi, Wilayah Ini yang Paling Parah

Khaerunisa

Editor

ilustrasi kelaparan di dunia.
ilustrasi kelaparan di dunia.

Intisari-Online.com - Pandemi Covid-19 berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk perekonomian masyarakat.

Laporan terbaru dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam setahun ini tingkat kelaparan dan kekurangan gizi dunia memburuk.

Disebut, kondisi yang dilaporkan pada Senin (12/7/2021) ini kemungkinan disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Laporan PBB berikut ini meliputi gabungan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Badan Pangan Dunia Program (WFP), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Baca Juga: Sembuh dari Covid-19? Segera Ganti Sikat Gigi dan Pembersih Lidah Anda! Para Ahli Juga Sarankan Lakukan Hal Berikut ini Demi Cegah Penularan Virus Corona

Dilansir dari Aljazeera pada Senin (12/7/2021), jumlah orang kekurangan gizi di dunia naik menjadi sekitar 768 juta.

Jumlah tersebut setara dengan 10 persen populasi dunia dan meningkat sekitar 118 juta dibandingkan pada 2019.

"Sayang, pandemi terus mengembangkan kelemahan dalam sistem pangan kita, yang mengancam kehidupan dan mata pencaharian orang-orang seluruh dunia.

"Tidak ada wilayah dunia yang selamat," tulis kepala lima badan PBB di dalam Kata Pengantar 2021 dalam laporan itu yang memperingatkan tentang "titik kritis".

Baca Juga: Kemarin Jadi Ketua Satgas Covid-19, Beginilah Kiprah Doni Monardo Menjadi Danjen Kopassus Hingga Akhirnya Sampai Pada Kepala BNPB Indonesia, Tangani Perompak Ganas Ini

Wilayah Asia termasuk salah satu yang paling parah, bersama Afrika.

Jumlah orang kekurangan gizi di Asia dan Afrika mencapai lebih dari setengah jumlah keseluruhan di dunia, yaitu sebanyak 418 juta, dua kali lipat dari wilayah lain.

Lebih dari sepertiga populasi benua Asia dan Afrika, 282 juta diperkirakan kekurangan gizi, kata laporan itu.

Dilaporkan, di antara para korban, tetap anak-anak menjadi pihak yang membayar harga tertinggi.

Baca Juga: Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat, Simak Selengkapnya Berikut...

Lebih dari 149 juta anak di bawah usia 5 tahun diperkirakan menderita pertumbuhan terhambat.

Saskia D’Pear, kepala analisis sistem untuk nutrisi dengan Program Pangan Dunia, mengungkapkan, upaya memberikan bantuan akan lebih berat dengan adanya pandemi Covid-19.

Ia mengatakan bahwa akan lebih sulit dari sebelumnya mencari bantuan untuk menjangkau orang yang membutuhkan.

Laporan komprehensif tersebut mengatakan bahwa kelaparan menyebar di seluruh dunia bahkan sebelum pandemi Covid-19.

Baca Juga: Memanas, Beijing Usir Kapal Perusak AS di Laut China Selatan hingga Kirim 'Shandong' Kapal Induk Buatannya Sendiri

Penyebab utamanya yaitu kerawanan pangan lainnya, di antaranya konflik, resesi ekonomi, dan iklim ekstrem.

Sementara, pada edisi 2021 "Keadaan Ketahanan Pangan dan Gizi di Dunia” memperkirakan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan PBB untuk nol kasus kelaparan pada 2030 akan meleset dengan selisih hampir 660 juta orang.

"Kami bertujuan untuk memberikan bantuan pangan kepada 138 juta orang dan kami terus bekerja dengan pemerintah untuk meningkatkan kemampuan untuk membantu lebih banyak orang," ujar D’Pear.

"Kami menghadapi situasi yang terdapat konflik, penurunan ekonomi dari dampak Covid-19, dan perubahan iklim," lanjutnya.

Baca Juga: Tak Ada yang Tahu Pasti Berapa Banyak Kekayaan yang Dimiliki Gembong Narkoba Terkaya Pablo Escobar, 27 Tahun setelah Kematiannya Terungkap Sejumlah Uang Disembunyikan di Rumah Rahasianya

Pekerjaaan menjadi lebih berat dengan adanya pandemi Covid-19, sehingga sumber anggaran bantuan menurun.

“Ketakutan terburuk kami menjadi kenyataan.

"Membalikkan tingkat kelaparan kronis yang begitu tinggi akan memakan waktu bertahun-tahun bahkan puluhan tahun,” kata kepala ekonom WFP Arif Husain.

Terkait pandemki Covid-19, untuk diketahui, data Covid-19 di seluruh dunia per Senin, 12 Juli 2021 pukul 07.00 WIB, tercatat ada sebanyak 187.615.494 kasus Covid-19 di seluruh dunia.

Baca Juga: Inilah Perang Puputan Margarana Bali, Ketika Isi Perjanjian Linggarjati Hanya Mengakui Jawa, Madura, dan Sumatera sebagai Republik Indonesia

(*)

Artikel Terkait