UNHCR membuka kantor di Dili, ibu kota Timor-Leste, pada tahun 1999 selama krisis politik mengenai kemerdekaan.
Badan tersebut membantu ratusan ribu pengungsi dari Timor-Leste dan orang-orang terlantar di dalam negeri, menyediakan obat-obatan, sumber daya dan perjalanan ke para pengungsi.
Pada tahun 2012, UNHCR menutup kantornya di Dili, mengingat kampanyenya mengenai pengungsi dari Timor-Leste berhasil. Penutupan itu ditandai dengan upacara publik, di mana mantan Presiden Timor-Leste, José Ramos-Horta, berterima kasih kepada badan tersebut atas kerja luar biasa selama krisis kemanusiaan dan politik negara muda itu.
6. PBB membantu memulangkan 220.000 pengungsi dari Timor-Leste selama bekerja dengan negara tersebut, alasan sebenarnya mengapa jumlah resmi pengungsi dari Timor-Leste saat ini sangat rendah.
7. Mantan Presiden José Ramos-Horta sendiri adalah seorang pengungsi dari Timor-Leste.
Selama pendudukan Timor-Leste oleh Indonesia dari tahun 1975 hingga 1999, Ramos-Horta adalah pendukung kuat kemerdekaan Timor-Leste, meskipun ia sendiri tidak pernah mengangkat senjata.
Dia mempresentasikan kasus kemerdekaan Timor ketika tinggal sebagai pengungsi di Australia dan AS, dan pada 1980-an memulai proses negosiasi dengan Indonesia, yang berpuncak pada presentasinya tentang rencana perdamaian ke Indonesia pada tahun 1992.
Rencana perdamaiannya termasuk kesepakatan antara Indonesia dan Timor-Leste dalam kerjasama kemanusiaan, dan mengizinkan organisasi internasional seperti PBB untuk bekerja di Timor-Leste.
Karyanya sebagai pengungsi dari Timor-Leste dan pembelaannya yang damai untuk kemerdekaan Timor membuatnya mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian, yang dia bagikan dengan Uskup Timor-Leste Carlos Belo.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR