Intisari-online.com -Kepala Kehakiman Ebrahim Raisi telah terpilih sebagai presiden Iran yang baru di titik kritis negara mereka.
Terpilihnya Raisi benar-benar membuat Israel ketakutan.
Memang siapakah Raisi dan apa posisinya?
Raisi yang berumur 60 tahun telah lama didukung oleh kelompok revolusioner konservatif dan basisnya, akan tetap menjadi kepala kehakiman sampai ia mengambil alih kepemimpinan Presiden Hassan Rouhani awal Agustus.
Hal ini karena Rouhani tidak mengundurkan diri dari posisinya sebagai presiden.
Mengutip Al Jazeera, seperti Pemimpin Agung Iran Ayatollah Ali Khamenei, Raisi menggunakan turban hitam, tanda bahwa ia adalah sayyid, keturunan Nabi Muhammad.
Raisi sering disebut menjadi penerus Khamenei ketika ia nanti meninggal dunia.
Sebelum revolusi 1979
Raisi lahir di Mashhad di timur laut Iran, kota besar dan pusat agama bagi Muslim Syiah karena merumahkan rumah Imam Reza, imam kedelapan.
Tumbuh di keluarga religius, Raisi menerima pendidikan religius dan mulai datang ke seminari di Qom saat ia berusia 15.
Di sana ia belajar dari beberapa cendekiawan terkemuka, termasuk Khamenei.
Ketika pendidikannya dibahas di debat presiden, ia menampik jika pendidikan formalnya hanya sampai kelas 6, ia mengatakan ia memegang PhD di bidang hukum sebagai tambahan pendidikan seminarinya.
Saat ia memasuki seminari berpengaruh di Qom beberapa tahun sebelum revolusi 1979 yang membentuk Republik Islam, banyak warga Iran tidak puas dengan kepemimpinan Muhammad Reza Shah Pahlavi, yang akhirnya dicopot.
Raisi menjadi peserta beberapa acara yang memaksa syekh diasingkan dan membentuk kepemimpinan baru di bawah Pemimpin Agung Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Setelah revolusi
Mengikuti revolusi, Raisi bergabung dengan kantor kejaksaan di Masjed Soleyman di barat daya Iran.
Selama 6 tahun berikutnya, ia menambah pengalamannya sebagai jaksa di beberapa yuridiksi lain.
Perkembangan penting datang ketia ia pindah ke ibukota Iran, Teheran, tahun 1985 setelah ditunjuk menjadi deputi jaksa.
Organisasi HAM mengatakan tiga tahun lalu, hanya beberapa bulan setelah Peran Iran-Irak berakhir, Raisi menjadi bagian "komisi kematian".
Komisi itu bertugas menghilangkan dan menghukum mati secara rahasia ribuan tahanan politik.
Raisi akan menjadi presiden Iran pertama yang sudah terkena sanksi AS yang diterapkan sejak tahun 2019.
Ia mendapatkan sanksi atas tuduhan perannya eksekusi massal dan membubarkan pengunjuk rasa.
Amnesti Internasional sudah meminta pemimpin itu menghadapi hukuman atas aksinya melanggar HAM.
Profil Raisi terus meningkat di sistem yudisial Iran mengikuti pengangkatan Khamenei menjadi Pemimpin Agung tahun 1989.
Ia kemudian menjadi jaksa Teheran, lalu mengepalai Organisasi Inspeksi Umum lalu bertugas sebagai deputi kepala keadilan selama 10 tahun sampai 2014, selama protes pro-demokrasi Green Movement tahun 2009 terlaksana.
Tahun 2006 sementara bertugas sebagai deputi kepala keadilan Raisi terpilih pertama kalinya dari Khorasan Selatan ke Dewan Ahli, lembaga yang ditugasi memilih pengganti pemimpin agung saat ia meninggal.
Raisi masih memegang peran itu sampai sekarang.
Tahun 2017, Raisi berkampanye untuk presiden pertama kali dan menjadi kandidat utama melawan Rouhani, seorang moderat yang memenangkan hubungan dengan Barat dan berhasil membangun kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 dengan negara-negara adidaya sekaligus mengangkat berbagai sanksi dengan biaya mengurangi program nuklir Iran.
Raisi dan sekutunya Muhammad Bagher Ghalibaf kalah dari pemilu tersebut.
Namun setelah itu pemimpin agung tahun 2019 menunjuknya sebagai kepala kehakiman.
Ia diposisikan di sana guna membangun sosok musuh korupsi.
Raisi mengadakan sidang terbuka dan menuntut sosok-sosok yang dekat dengan pemerintah dan yudisial.
Dalam kampanye presidennya, ia mengumumkan telah membawa pabrik besar kembali dari ambang korupsi, menggambarkan dirinya pemenang dari warga Iran yang pekerja keras dan mendorong bisnis lokal di bawah sanksi AS.
Saat ia di yudisial, aplikasi chat Signal dilarang setelah populer, demikian pula dengan Clubhouse saat sangat populer ketika pemilihan presiden.
Semua media sosial besar dan aplikasi chat diblokir di Iran, kecuali Instagram dan WhatsApp.
Kesepakatan nuklir dan ekonomi Iran
Saat ditekan kandidat lain, Raisi menjelaskan dengan singkat terkait Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) atau kesepakatan nuklir yang dikenal dunia, yang ditinggalkan Trump tahun 2018.
Ia sebelumnya menekan kesepakatan itu, tapi kali ini ia menyatakan ia akan mendukungnya seperti komitmen negara lainnya, tapi akan membentuk pemerintahan "kuat" yang mampu mengarahkannya ke arah yang benar.
Pembicaraan Iran dan negara adidaya keenam sedang berlangsung di Wina untuk mengembalikan kesepakatan itu.
Jika berhasil, sanksi dari AS akan dihapus dan menurunkan program nuklir Iran.
Baca Juga: Sempat Memanas, Ini Alasan Trump Menarik Diri dari Peluang Berperang dengan Iran
Iran kini diketahui memperkaya uranium sampai lebih dari 63%, tingkat terkaya mereka.
Tenggat waktu sementara kesepakatan dengan International Atomic Energy Organization (IAEA) 24 Juni sudah ditetapkan.
Namun penego mengatakan pembicaraan keenam itu belum menjadi pembicaraan terakhir.
Namun ada harapan kesepakatan dapat direvisi sebelum Raisi masuk ke kantornya.
Iran, dengan penduduk 83 juta, menderita inflasi selangit dan peningkatan jumlah pengangguran sementara pemerintah berupaya menganggarkan anggaran yang masuk akal dan menghadapi pandemi Covid-19 terparah di Timur Tengah.
Raisi berjanji menghadapi inflasi, menciptakan setidaknya satu juta pekerjaan per tahun, membangun rumah baru dan menetapkan pinjaman khusus ke pembeli pertama yang menikah, tambahan lagi membangun era baru transparansi finansial dan melawan korupsi.
Profesor politik di Universitas Teheran, Hamed Mousavi, mengatakan narasi antara para konservatif adalah salah penanganan pemerintah Rouhani menyebabkan situasi ini muncul.
"Jadi menurut narasi ini, jika penanganan yang salah ini diperbaiki maka ekonomi membaik tapi aku merasa banyak konservatif yang yang setidaknya dalam dirinya memahami betapa pentingnya sanksi.
"Kurasa ini akan kembali ke berapa banyak Raisi tunjukkan fleksibilitas di negosiasi ini. Satu kunci penting adalah siapa yang akan ia tunjuk untuk negosiasi nuklir."