Intisari-online.com -Pertemuan NATO di Brussels mempertemukan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan Presiden AS Joe Biden.
Pertemuan tersebut disebut Erdogan sebagai pertemuan 'tulus dan membuahkan hasil'.
"Kami yakin tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dalam hubungan AS-Turki," ujar Erdogan dikutip dari Al Jazeera, setelah mengadakan pertemuan pertamanya dengan Biden sejak Biden terpilih.
Dalam konferensi pers di pertemuan NATO, Erdogan mengatakan "pembicaraan ekstensif" dengan Biden mengulas kerjasama isu regional.
Ia menekankan pertemanan mereka yang sudah bertahun-tahun.
Biden sendiri menggambarkannya ke media sebagai "pertemuan yang sangat baik".
Ia dan Erdogan telah bertemu secara tertutup sebelum disusul oleh para pejabat lain.
Mereka menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk berdiskusi.
Presiden AS kemudian mengatakan kepada reporter jika diskusinya "positif dan produktif".
Ia mengatakan kedua pemimpin "telah berdiskusi dengan rinci mengenai bagaimana menyelesaikan sejumlah isu".
Namun ia tidak menjelaskan lebih jauh.
Biden dan Erdogan telah kenal bertahun-tahun tapi hubungan mereka telah lama renggang.
Selama kampanye pemilunya, Biden membuat pejabat Turki marah karena menggambarkan Erdogan sebagai "autokrat".
April lalu Biden membuat Ankara marah dengan menyebut pembunuhan massal era Ottoman dan deportasi warga Armenia adalah genosida, istilah yang dihindari dipakai preisen AS.
Erdogan memberi sinyal jika kedua pemimpin gagal menemukan cara mengatasi perbedaan terkait pembelian sistem rudal Rusia S-400 oleh Turki.
AS mengatakan teknologi itu ancaman untuk NATO dan telah menyingkirkan Turki dari program jet tempur F-35 mereka.
Hubungan dengan China
Ternyata kekikukan itu selain disebutkan banyak hal di atas juga dikarenakan perjanjian baru Turki dengan China.
Dilansir dari Channel News Asia, bank central Turki telah sepakat dengan China meningkatkan fasilitas tukar mata uang ke USD 6 miliar dari USD 2,4 juta, gerakan yang dapat memompa cadangan devisa.
Devisa FX Turki anjlok 75% tahun lalu, meningkatkan kekhawatiran mengenai kemungkinan krisis keseimbangan pembayaran.
Pengumuman mengejutkan itu datang saat presiden Turki Erdogan siap-siap berangkat ke Brussels untuk pertemuan NATO.
"Kami membuat kesepakatan sangat penting baru-baru ini dengan China, yang merupakan mitra dagang terpenting dan satu yang terbesar," ujar Erdogan.
"Sebelumnya kami memiliki kesepakatan swap senilai USD 2,4 miliar dan kini telah kami tambahi USD 3,6 miliar menjadi USD 6 miliar."
Cadangan FX bank sentral habis oleh kebijakan 2019-2020 terkait penjualan bank negara mencapai USD 128 miliar guna mendukung lira Turki yang terkepung.
Juni lalu bank sentral mengatakan mereka sudah menggunakan fasilitas pendanaan untuk yuan China pertama kalinya di bawah perjanjian swap sebelumnya dengan Bank Rakyat China.
Erdogan mengkritik orang-orang yang bersikeras mengatakan cadangan Turki jatuh dan mengatakan kesepakatan baru dengan China "menggagalkan permainan mereka ini".
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini