Polisi Kelabakan Mengusut Kasus Kontrak Pembunuh Bayaran yang Dibayar dengan Mata Uang Kripto, 'Sulit Menemukan Pemesan Jasa Haram Itu'

Maymunah Nasution

Editor

Bitcoin kini dipakai untuk transaksi pembayaran jasa pembunuh bayaran
Bitcoin kini dipakai untuk transaksi pembayaran jasa pembunuh bayaran

Intisari-online.com -Bisnis ilegal pembunuh bayaran kali ini sudah meningkatkan tingkat kesulitannya.

Dikutip dari TASS, agensi berita Rusia, pembunuh bayaran telah menerima pembayaran mata uang kripto untuk kejahatan mereka.

Hal itu disampaikan oleh kepala departemen kejahatan kripto dan Komite Investigasi kejahatan siber Rusia Konstantin Komarda.

"Kami menginvestigasi kasus pembunuh profesional yang ahli di bidang IT dan percaya diri di lingkungan siber.

Baca Juga: Surga Dana Segar para Teroris di Indonesia Itu Bernama Fintech, Mudah Luput dari Pengawasan Berkat Segala Kecanggihannya Ini, Termasuk Tingkat Anonimitas yang Tinggi

"Mereka merencanakan kejahatan dan gunakan tindakan apapun menjaga anonimitas mereka agar tidak tertangkap.

"Banyak hal yang mereka lakukan untuk sembunyikan identitas mereka, dari jasa VPN sampai keamanan siber.

"Salah satu yang terbaru adalah mata uang kripto digunakan untuk pembayaran kontrak kasus pembunuhan," ujarnya.

Komarda menambahkan sulit menentukan sosok pengirim pembayaran tersebut.

Baca Juga: Berawal dari Balas Dendam Hingga Main Bunuh-Bunuhan, Bocah 15 Tahun Ini Jadi Pembunuh Bayaran Sungguhan, Hingga Mengaku Haus Darah dan Kencanduan Bunuh Orang

Tambahan lagi, mata uang kripto ketika diubah ke mata uang umum mengalami pencucian uang melalui 15-20 dompet elektronik milik pihak ketiga.

Hal ini membuat uang ini tersembunyi di antara puluhan ribu transaksi lain sebelum uang itu masuk ke tangan yang seharusnya menerimanya.

Para profesional di bidang IT dan peralatan spesial diperlukan untuk menganalisis semua data ini.

Komarda sendiri mengakui sedang menginvestigasi beberapa kasus terkait 'kriminal siber profesional'.

Baca Juga: Banyak yang Mengira Rakyatnya Gaptek Dan Tak Punya Internet, Korea Utara Diam-diam Sering Garong Duit di Internet, Penghasilannya Rp 29 Triliun

Mengutip Decrypt, Nikita Shoshnikov, pengacara dan direktur perusahaan pertukaran kripto Alfacash mencatat jika pernyataan Komarda memang memiliki dasar.

Namun suara itu biasanya disuarakan mengenai dampak negatif mata uang kripto sebagai bagian yang mulai meramaikan sistem finansial.

"Kurasa uang fisik masih menjadi hal utama yang dipakai dalam bisnis ilegal dan skema korupsi.

"Bahkan faktanya, karena karakteristik yang sama yaitu anonimitas, kurangnya pelacakan finansial, dan kesulitan mengidentifikasi keuntungan utama dari mata uang ini," ujar Shosnikov.

Baca Juga: Ruja Ignatova, Kisah Ratu Kripto yang Berhasil Menggondol Rp62 Triliun Setelah 'Menipu Dunia', Lalu Kemudian Menghilang

"Namun kita tidak melihat diskusi serius apapun mengenai pembatasan penggunaan uang cash oleh masyarakat, demikian juga dengan pengenalan memadai mengenai penggua di industri kripto."

Ia lalu menyimpulkan amandemen aturan yang dapat melawan pencucian uang memerlukan waktu lama.

Decrypt juga melaporkan perusahaan data blockchain Chainanalysis telah menemukan jika Bitcoin mungkin dipakai untuk membiayai kerusuhan pro-Trump di gedung Capitol.

Namun firma itu baru tunjukkan sedikit sekali mata uang kripto digunakan secara umum dalam urusan membeli narkoba di dark web.

Baca Juga: Di Tengah Kekacauan Pemilu AS, Pemerintah Berhasil Sita Uang Elektronik Dengan Angka Terbesar Dalam Sejarah, Pasar Gelap Tempat Obat Terlarang dan Barang Ilegal Ini Sumbernya

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait