Pemberontakan Raden Mas Said akhirnya berhasil dihentikan dan ia mau melakukan genjatan senjata bersama pasukannya setelah berbagai bujukan.
Tahun 1756, Pasukan Raden Mas Said bersedia kembali masuk Keraton Surakarta.
Adapun isi Perjanjian Salatiga yang ditandatangani pada 17 Maret 1957, yaitu sebagai berikut:
Raden Mas Said diangkat menjadi Pangeran Miji (Pangeran yang mempunyai status setingkat dengan raja-raja di Jawa).
Pangeran Miji tidak diperkenankan duduk di Dampar Kencana (Singgasana)
Pangeran Miji berhak untuk meyelenggarakan acara penobatan raja dan memakai semua perlengkapan raja.
Tidak boleh memiliki Balai Witana.
Tidak diperbolehkan memiliki alun-alun dan sepasang ringin kembar.
Tidak diperbolehkan melaksanakan hukuman mati.
Pemberian tanah lungguh seluas 4000 karya yang tersebar meliputi Kaduwang, Nglaroh, Matesih, Wiroko, Haribaya, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Kedu, Pajang sebelah utara dan selatan.
Raden Mas Said diberi hak untuk menguasai wilayah timur dan selatan sisa wilayah Mataram sebelah timur.
Wilayahnya terdiri dari bagian utara Kota Surakarta (Kecamatan Banjarsari, Surakarta), kemudian seluruh wilayah Kaupaten Karanganyar, Wonogiri, dan sebagian wilayah di Gunung Kidul.
Raden Mas Said diberi gelar Kanjeng Gusti Adipati Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I dan berhak secara mutlak berhak memimpin Mangkunegaran.
Dengan begitu, Perjanjian Salatiga dikenal sebagai perjanjian yang kembali memecah wilayah Mataram.
KOMENTAR