Kedua, keyakinan internal orang Papua sendiri membantu mempertahankan kekuasaan Indonesia.
Sebagai akibat dari perpecahan, persaingan politik “orang-orang besar” Melanesia, keyakinan yang membatasi diri seperti keyakinan bahwa orang Papua bodoh atau tidak mampu mempengaruhi perubahan, perpecahan suku, pengabaian negara dalam pendidikan, dan kurangnya kepemimpinan adat dan tipe penginjilan Kristen konservatif yang tersebar luas (dengan hubungan dekat dengan Amerika Serikat dan Jakarta) yang berfokus pada akhirat daripada bekerja untuk “surga” di bumi,
Upaya Papua Barat untuk perubahan telah goyah.
Ketiga, pemerintah Indonesia telah menutup Papua Barat dari pengawasan internasional yang berkelanjutan dan dengan demikian telah menjaga kekerasan dan eksploitasi penduduk asli di Papua Barat sebagian besar tersembunyi dari dunia luar.
Sebagaimana dinyatakan, Amnesty International, Komite Internasional untuk Palang Merah dan organisasi non-pemerintah internasional lainnya telah dilarang dari Papua Barat.
Keempat, Papua Barat menempati tempat sentral dalam imajinasi nasional Indonesia.
Tekad untuk mempertahankan Papua Barat “dengan segala cara” menyatukan oposisi Indonesia terhadap klaim kemerdekaan Papua Barat.
Kelima, Papua Barat kaya akan sumber daya dan Pemerintah Indonesia mengendalikan pembangunan ekonomi skala besar di provinsi tersebut, khususnya di sektor pertambangan.
Keenam, Selain penggunaan represi sebagai alat kontrol, Pemerintah Indonesia mempertahankan otoritasnya melalui montase kebijakan yang membingungkan dan kontradiktif.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR