Intisari-online.com -Beberapa hari setelah pengumuman mantan Presiden AS Donald Trump tentang Yerusalem sebagai ibukota Israel, Indonesia mengirim Menteri Luar Negerinya untuk mengumpulkan dukungan politik untuk Palestina dari negara lain.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berhenti di Yordania, Turki dan Belgia.
Ia mengatakan, "kita semua punya tanggung jawab moral menghentikan ketidakadilan yang dihadapi warga Palestina."
Sebagian besar pemimpin ASEAN menawarkan kata-kata tidak setuju. Respon Indonesia telah lebih kuat dari itu.
Presiden Jokowi dan Retno Marsudi juga sama-sama mendatangi pertemuan pemimpin negara darurat dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Istanbul.
Tujuan pertemuan ini adalah untuk mengatur respon bersama terhadap keputusan Trump dari 57 negara Muslim di OKI.
Perdana Menteri Malaysia saat itu Najib Razak saat itu juga menghadirinya.
Mengapa Indonesia bertekad membantu Palestina
Sepanjang sejarah, Indonesia telah mempertahankan hubungan diplomatik sangat dekat dengan Palestina.
Warga Palestina adalah salah satu yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia.
Kemudian tahun 1984, 1992, 1993, dan 2000, Indonesia dikunjungi oleh pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat.
Selanjutnya tahun 2007, presiden Palestina Mahmoud Abbas mengunjungi Indonesia guna menandatangani kesepakatan kerjasama terkait pendidikan dan komunikasi antar dua negara.
Tahun 2009, Presiden Indonesia SBY melobi pemimpin internasional untuk pemenuhan Israel dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1860.
Tahun 2010 dan 2014, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengunjungi Indonesia 2 kali lagi.
Tahun 2014 Indonesia juga membangun sebuah rumah sakit dan memberikan lebih dari 1 juta Dolar AS dalam bantuan ke Palestina setelah Operasi Perlindungan Batas di Gaza.
Tahun 2015, Indonesia menjadi tuan rumah konferensi Asia-Afrika. Dalam pertemuan itu tercipta tiga dokumen penting berjanji bantuan dari Indonesia dan negara Asia-Afrika lain ke Palestina.
Tahun 2015 juga Indonesia menjadi tuan rumah bagi pembicaraan PBB mengenai Israel-Palestina.
Kemudian tahun 2016 Indonesia membuka konsulat untuk Palestina di Ramallah.
Tahun 2017, Presiden Jokowi meminta PBB untuk lakukan lebih demi kemerdekaan Palestina.
Dukungan penuh kepada Palestina tidak bisa dihindari dilakukan oleh semua Presiden Indonesia, karena sentimen agama yang kuat dengan populasi Muslim terbesar di dunia ada di Indonesia.
Poling tahun 2014 tunjukkan hampir 75% warga Indonesia memandang negatif terhadap Israel.
Jika Jokowi tidak mengkampanyekan kemerdekaan Palestina, ia berisiko kehilangan pendukungnya.
Iklim politik di Indonesia juga menjadi semakin terpolarisasi.
Front Pembela Islam (FPI) kelompok sayap kanan itu memiliki 200 ribu anggota yang terus bertambah.
Jokowi benar-benar berada di bawah tekanan untuk menghadirkan kekuatan bersatu dengan warga Palestina.
Perdagangan rahasia dengan Israel
Tahun 2000, mantan Menteri Perdagangan dan Industri Yusuf Kalla mengangkat larangan perdagangan sektor swasta dengan Israel.
Hal ini adalah kontradiksi langsung dengan keinginan Liga Arab.
Liga Arab meminta boikot ekonomi total untuk perusahaan Israel.
Tahun 2016, Indonesia mengekspor 103 juta Dolar AS berupa produk ke Israel, dan menerima 110 juta Dolar AS dalam impor dari Israel.
Perdagangan telah menurun sejak tahun 2014 ketika perdagangan bilateral dari dua negara memuncak di 400-500 juta Dolar AS.
Dalam upaya menutupi perdagangan itu, negosiasi biasanya dilakukan dengan pihak ketiga.
Kedutaan Israel di Singapura memfasilitasi perdagangan bilateral antara Indonesia dan Israel, demikian pula dengan Indolink.
Indolink adalah penentu perdagangan berada di Israel yang menguatkan hubungan antara pebisnis dan investor Israel dan Indonesia.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini