Penulis
Intisari-online.com -Konflik bersenjata Israel-Palestina di bulan Mei lalu sudah sedikit surut setelah gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir ini.
Sayang, nasib keluarga Palestina yang diusir dari Sheikh Jarrah tidak berubah.
Pengadilan Distrik Yerusalem menunda keputusan banding oleh tujuh keluarga Palestina yang sebelumnya mengajukan gugatan hukum setelah diusir dari rumah mereka di Batan al-Hawa, Silwan.
Tujuh keluarga dengan 44 orang dipaksa meninggalkan rumah setelah pengusiran paksa dari pemukim Israel.
Pemukim Israel menyatakan jika wilayah itu sudah ditempati Israel sejak 1948.
"Pengadilan akan menunda keputusan tersebut karena situasi di Yerusalem Timur sangat tegang.
"Apalagi setelah ada keluarga Palestina yang juga menghadapi pengusiran di Sheikh Jarrah dan penggerebekan ke Masjid Al-Aqsa," ujar kepala Komite Pertahanan Tanah dan Real Estat Silwan Fakhri Abu Diab, dilansir Al-Jazeera.
Namun Abu Diab memastikan pengusiran akan berlanjut demi memberi ruang bagi "pemukim di masa depan".
Pengusiran sepihak ini semakin marak dilakukan membuat terjadi ricuh dan bentrok di mana-mana.
Warga Palestina yang memprotes pengusiran bentrok dengan pasukan keamanan Israel, sampai-sampai banyak yang cedera dan ditangkap.
Sementara itu Walid Husseini, keponakan mendiang perwakilan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), beranggapan jika Palestina tidak akan menyerah terhadap segala bentuk pengusiran.
“Rakyat Palestina sudah menyerah pada Otoritas Palestina yang tidak bisa berbuat apapun. Sama seperti kepemimpinan Palestina yang korup di PLO," ujar Walid.
"Mereka sadar bahwa mereka harus mengambil tindakan sendiri. Komunitas internasional pun juga tidak akan menekan Israel atas tindakannya," tambahnya.
Sudah bertahun-tahun lamanya pengusiran Israel atas warga Palestina dari rumah mereka di Yerusalem Timur terjadi.
Kritik internasional dan sanksi sudah meningkat tapi tidak mempan dan Israel terus melakukannya.
Organisasi Israel Peace Now mengatakan pengusiran itu adalah bagian dari rencana lebih besar yaitu gerakan pemukim Israel.
Berkoordinasi dengan otoritas Israel, mereka berencana mengusir 100 keluarga dari Batan al-Hawa, dengan klaim kepemilikan tanah oleh pemukim Israel sejak kisaran tahun 1948.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan pengusiran yang tertunda adalah bagian dari undang-undang Israel.
Termasuk yaitu undang-undang khusus yang memfasilitasi pengambilalihan properti untuk pendirian pemukiman.
OCHA melaksanakan survei tindak lanjut tahun 2020, mendapatkan setidaknya 218 rumah tangga Palestina di Yerusalem Timur mengajukan kasus penggusuran ke pengadilan.
Gugatan sebagian besar diprakarsai organisasi pemukim, ada sekitar 970 orang, termasuk 424 anak-anak.
Mereka berisiko tinggal di pengungsian karena pengusiran.
“Mayoritas kasus baru teridentifikasi di daerah Batan al-Hawa Silwan, yang tetap menjadi komunitas dengan jumlah orang paling berisiko mengungsi karena kasus penggusuran yang sedang berlangsung,” ungkap OCHA.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, baru-baru ini sempat menyinggung aksi pengusiran yang dilakukan Israel ini.
Guterres lantas menegaskan, pihak berwenang Israel harus segera dan sepenuhnya menghentikan semua kegiatan permukiman di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini