Intisari-online.com - Pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali menjelaskan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX tetap dilaksanakan pada 2-15 Oktober 2021 di Papua.
"Arahan Bapak Presiden (Joko Widodo) karena ini sudah siap, kita akan lakukan di 2021. Tidak ada penundaan PON karena ini sudah sempat kita tunda pada 2020," ujar Zainudin dikutip dari Antara.
Terkait diadakannya PON ke-20 di Papua ini, rupanya ada tangan-tangan nakal yang berupaya mengguncang Papua dan pemerintah.
Salah satunya adalah Benny Wenda.
"Terdeteksi pula bahwa KSP bermaksud memanfaatkan pelaksanaan PON XX 2021 untuk ciptakan instabilitas, untuk menarik perhatian dunia, antara lain Veronica Koman dan Benny Wenda di luar negeri," kata Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen Teddy Lhaksmana Widya Kusuma.
BIN juga mengatakan kegiatan KSP front bersenjata yang tersebar di delapan kabupaten di Papua.
Kabupaten tersebut antara lain Intan Jaya, Lani Jaya, Mimika atau Distrik Tembagapura, Nduga, Paniai, Puncak, Puncak Jaya dan Pegunungan Bintang.
Selain kegiatan KSP kelompok bersenjata, Teddy mengatakan ada dua front lain yang aktif menggalang pelaksanaan referendum di Papua: front politik dan front klandestin.
Sejak 21 sampai 24 Mei 2021 sudah ada 60 kali kejadian gangguan keamanan di Papua, dengan korbannya 8 aparat keamanan gugur, 14 aparat keamanan luka-luka, 5 warga sipil meninggal dunia, 9 warga sipil luka-luka.
Sedangkan korban dari KSP ada 22 orang tewas dengan 1 orang luka-luka.
Tahun 2021 ini memang menjadi tahun yang sibuk dengan agenda Papua, pasalnya Otonomi Khusus (Otsus) Papua akan hangus pada November 2021.
Pemerintah tentunya berharap dengan pelaksanaan PON di Papua menjelang berakhirnya Otsus, Otsus bisa dapat dilanjutkan.
Serta gerakan separatis dari para oknum Papua yang berupaya memisahkan diri dari Indonesia bisa diberantas.
Teddy mengungkapkan anggota KSP front bersenjata aktif meneror dan mengkonsolidasi aksi-aksi lanjutan.
BIN mendeteksi gangguan keamanan di Papua adalah upaya menutupi tindak penyalahgunaan dan penyelewengan dana otonomi khusus (Otsus) Papua.
"BIN mendeteksi bahwa gangguan keamanan dirancang untuk menciptakan situasi yang mencekam sebagai salah satu strategi menutupi tindak penyalahgunaan dan penyelewengan dana Otsus selama ini," tuturnya.
Benny Wenda adalah ketua The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang mengupayakan pembebasan secara damai tanpa kekerasan.
Ia membangun lembaga politik internasional untuk membebaskan Papua, yaitu Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP).
Ia juga mendirikan lembaga hukum internasional International Lawyers for West Papua (ILMWP) beranggotakan pengacara andal dari seluruh dunia.
Sebetulnya ia seharusnya dipenjara 25 tahun sejak 6 Juni 2002 karena upaya membebaskan Papua Barat.
Namun ia melarikan diri berkat bantuan aktivis kemerdekaan Papua Barat, kemudian ia sekeluarga diselundupkan di perbatasan menuju Papua Nugini dan kini menetap di Oxford, Inggris.
Ia sampai bisa mendapatkan penghargaan dari Dewan Kota Oxford Juli 2019, yang dikecam oleh Kementerian Luar Negeri.
"Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada seseorang bernama Benny Wenda, pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua," tulis Kemenlu dalam keterangan tertulis tersebut.
Dewan Kota Oxford dinilai tidak memahami rekam jejak Benny Wenda yang terlibat dalam permasalahan separatisme Papua.
"Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam mendukung penuh kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan karenanya sikap Dewan Kota Oxford tidak punya makna apapun," jelas Kemenlu.
"Posisi Indonesia terhadap kelompok separatisme akan tetap tegas. Indonesia tidak akan mundur satu inci pun untuk tegakkan NKRI," lanjut Kemenlu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini