Papua Sulit Merdeka karena Perpecahan Internalnya yang Korupsi Rp 1,8 Triliun Dana Otsus atau Indonesia Sengaja Membaginya Jadi 2 Provinsi?

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

KKB Papua juga akan gagal memperjuangkan kemerdekaan jika perpecahan terjadi di internal gerakan

Intisari-Online.com -Masa operasi Satuan Tugas (Satgas) Nemangkawi untuk 'memberantas' KKB di Papua diperpanjang selama enam bulan.

Perpanjangan ini mulai berlaku pada 1 Juni 2021.

Personel TNI-Polri yang tergabung dalam satgas tersebut masih terus memburu kelompok kriminal bersenjata (KKB Papua).

"Rencananya diperpanjang enam bulan," ujar Asisten Operasional Kapolri Irjen (Pol) Imam Sugianto, dalam keterangannya, Jumat (28/5/2021).

Baca Juga: Berantas KKB Papua Karena Meresahkan Warga, Pemerintah Dinilai Media Asing 'Buru' 170 Warga dengan Izin 'Tembak Siapapun'

Telah lama dilancarkan, proyek Papua Merdeka gagal diperjuangkan salah satunya karena kelemahan internal gerakan.

Asimetri kekuasaan juga terlalu berat karena didominasi Indonesia.

Hal ini diperparah dengan meluasnya korupsi para pemimpin Papua dengan sebagian besar dana otsus dihamburkan oleh para pemimpin lokal.

Hingga 2021, pemerintah pusat setidaknya sudah mengucurkan dana otonomi khusus (otsus) Papua hingga mencapai Rp 138,65 triliun.

Baca Juga: KKB Papua Sempat 'Kuasai' Bandara Ilaga dan Tembaki Aparat, Sulit Dikejar Meski Medan Konflik Dipenuhi Pohon dan Berbukit

Dana ini meningkat berkali lipat sejak dikucurkan pertama kali pada 2002 yang hanya sebesar Rp 1,38 triliun. Ironisnya, dana otsus sebesar itu dinilai belum sepenuhnya menyejahterakan warga Papua.

Sejatinya, dana Otsus ini memberikan sumbangan yang besar bagi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Papua, mencapai 60 persen dari APBD Papua.

Dana Otsus merupakan bukti keseriusan pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan Papua, baik dari segi fisik maupun sumber daya manusia (SDM).

Meski ada dana besar, ada dugaan kasus korupsi dana Otsus. Polri menemukan adanya dugaan penyelewangan dan Otsus Papua tersebut.

Baca Juga: Satu Jam Kontak Senjata, Aparat Keamanan sempat Terpaksa Mundur saat Kejar KKB Papua yang Bakar Fasilitas Bandara Aminggaru, Jika Gegabah Bisa Untungkan KKB

Karo Analis Badan Intelijen Keamanan Polri Brigjen Achmad Kartiko mengatakan, dana otsus yang diduga dikorupsi mencapai Rp 1,8 triliun.

Modus penyalahgunaan dana Otsus diduga dilakukan lewat penggelembungan harga dalam pengadaan barang.

Padahal, menurut Ali Kabiay Wanggai selaku Ketua DPD Pemuda Mandala Trikora Provinsi Papua, sebagaimana dilansir dari Kontan, pemerintah pusat memberikan Otsus untuk mendorong percepatan pembangunan di empat sektor di Provinsi Papua, seperti infrasttruktur dasar, pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi kerakyatan.

Namun, kata Ali, dana tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah daerah Papua.

Baca Juga: Masyarakat Internasional Enggan Dukung Kemerdekaan Papua karena Kongkalikong dengan Indonesia yang 'Sudah Biasa' Beri Insentif ke Freeport?

"Jika digunakan dengan baik, saya yakin Papua akan maju dan sejahtera,”ujar Ali, dalam keterangannya saat webinar "Membongkar Korupsi Otsus Papua”, Rabu (24/3).

Dia mengibaratkan pemerintah pusat telah memberikan motor dengan kapasitas mesin yang besar namun motor itu tidak dipergunakan dengan baik untuk mempercepat pembangunan empat sector tersebut.

Dia menganalogikan antara Jakarta dan Provinsi Papua. Kedua provinsi itu kini mempunyai kapasitas anggaran yang sama besar. Namun yang terjadi, sejak 2002 pembangunan Papua justru tidak berjalan.

Terlebih lagi berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, banyak temuan penyalahgunaan anggaran Otda dan Otsus untuk Papua. Seperti kasus korupsi oleh simpatisan Papua Merdeka.

Baca Juga: Diliputi Baku Tembak Mencekam Sampai Satu Jam, KKB Papua Berhasil Kuasai Bandara Sumber Kehidupan Warga Ilaga, TNI-Polri Sampai Ubah Taktik Melawan Mereka

Selain itu,Dimuat pada lamanThe Diplomat, Bilveer Singhs, Professor Ilmu Politik di Universitas Nasional Singapura mengatakan orang Papua juga telah dihalangi oleh praktik represi dan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, dan budaya impunitas oleh aparat keamanan.

Indonesia juga secara strategis membagi Papua menjadi dua provinsi, dengan kemungkinan perpecahan tambahan, sebagian untuk mendorong perpecahan dan persaingan di antara orang Papua.

(*)

Artikel Terkait