Dalam tradisi kelompok etnis asli Timor Leste tersebut, pembakaran pohon, meskipun tidak disengaja, akan membuat pelanggarnya harus membayar denda, yang saat itu masing-masing setara dengan $60, kira-kira upah bulanan rata-rata untuk negara tersebut.
Mereka dikenai hukum Tara Bandu karena pohon itu telah dinyatakan keramat, dan dilarang merusaknya di bawah hukum adat tersebut.
Kelima orang itu pun tanpa ragu membayar denda. Buru-Bara mengungkapkan, bahwa melanggar Tara Bandu adalah perbuatan asusila dalam tradisi Maubere.
“Ini sangat tidak menghormati Rai na'in [roh tanah] dan masyarakat, dan seseorang harus memperbaikinya dengan cara apa pun,” katanya.
Tara bandu dapat mencakup beragam batasan, seperti yang ditentukan oleh komunitas tertentu.
Itu bisa melarang akses ke ruang tertentu, memancing di tempat tertentu, menangkap spesies tertentu, menebang pohon tertentu, atau dalam hal ini merusak apa pun yang dinyatakan lulik, yang berarti suci dalam bahasa Tetum dan Kemak.
Sistemnya terlokalisir, sehingga tempat dan objek yang diidentifikasi sebagai lulik dan perlindungan yang diberikan bervariasi dari desa ke desa tergantung pada kebutuhan, preferensi, dan kepercayaan lokal.
“Di desa kami, aturan tara bandu melarang penebangan pohon asam, kayu putih dan cendana, penangkapan dan pembunuhan penyu, dan merusak terumbu karang di perairan Tasi Feto (laut ibu) ,” kata Buru-Bara.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR