Intisari-Online.com – Inilah sosok Benjamin Netanyahu, veteran prajurit Israel yang anti-terorisme, nama sering kali disebut-sebut sejak meletusnya konflik Israel dan Palestina.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tak goyah pada kebijakannya di tengah kecaman internasional atas serangan Israel ke Gaza beberapa waktu lalu.
Di televisi, dalam pidatonya dia mengklaim, “Kampanye kami melawan organisasi teroris terus berlanjut dengan kekuatan penuh.
Kami bertindak sekarang, selama diperlukan, untuk memulihkan ketenangan dan ketentraman Anda, warga Israel. Ini akan memakan waktu."
Dalam serangan Israel ke Gaza yang disebutnya sebagai ketidaksengajaan, telah menghilangkan 188 nyawa, termasuk 55 anak-anak.
Kampanye anti-terorisme, bukan pertama kali digaungkan pria, yang oleh pendukungnya disebut sebagai “Raja Bibi” ini.
Sejak menjadi prajurit muda, perjuangan melawan terorisme sudah dia mulai.
Isu keamanan inilah yang menjadi pendorongnya untuk aktif di ranah politik Israel.
Baca Juga: Netanyahu dan Serangan Israel Bebaskan Sandera dari Teroris di Entebbe
Jajak pendapat di Israel menilai kebershasilannya tidak terlepas dari citranya, sebagai orang yang palingbisa menjaga Israel dari kekuatan musuh di Timur Tengah.
Dalam setiap diskusi perdamaian, dia selalu mendahulukan masalah keamanan.
Pria 71 tahun ini, juga sudah sejak lama memperingatkan bahaya eksistensial bagi Israel dari Iran.
Prajurit berpengalaman
Lahir pada 21 Oktober 1949 di Tel Aviv, Israel, Benjamin Netanyahu dibesarkan di Yerusalem.
Ayahnya, Benzion Netanyahu, kemudian mendapat posisi sebagai profesor sejarawan Yahudi di Philadelphia, Amerika Serikat (AS).
Di tempat barunya itulah ‘Bibi’ kecil menghabiskan sebagian besar masa remajanya, yang kemudian di kembali ke Israel pada usia 18 tahun.
Habiskan lima tahun berikutnya di ketentaraan, hingga ia menjabat sebagai kapten di unit elite Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Sayeret Matkal.
Di unit ini, sejumlah operasi militer pernah dijalaninya, mulai dari serangan di Bandara Beirut pada 1968.
Baca Juga: 242 Orang Tewas di Jalur Gaza, PBB Siap Hukum Israel,Benjamin Netanyahu: Mereka Anti-Israel
Operasi khusus yang paling populer dalam pasukannya adalah penyelamatan jet penumpang Sabena, yang dibajak di bandara Tel Aviv pada 1972.
Dengan nama sandi ‘Operasi Isotop’, aksi penyelamatan itu dipimpin oleh pemimpin masa depan Israel, Ehud Barak.
Pada 1973, Netanyahu mengambil bagian dalam perang Timur Tengah.
Netanyahu kembali ke AS setelah menyelesaikan dinas militer.
Kemudian dia melanjutkan pendidikan hingga memperoleh gelar sarjana dan master di Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Dorongan anti-terorisme
Dia sempat bekerja dengan Boston Consulting Group pada tahun 1976, tetapi kabar buruk datang dari tanah airnya.
Saudara laki-laki tertuanya, Jonathan, terbunuh saat mencoba membebaskan sandera dari pesawat Air France yang dibajak di Uganda.
Kematian kakaknya yang juga menjadi legendaris di Israel, berdampak besar pada keluarga Netanyahu.
Setelah itu Netanyahu menetap di Israel dan mendirikan lembaga anti-terorisme untuk mengenang saudaranya.
Upaya kontra terorisme internasional ini ternyata turut membantu meluncurkan karir politiknya.
Hingga kemudian Netanyahu diutus menjadi wakil kepala misi Israel di Washington DC, pada tahun 1982.
Wajahnya menjadi dikenal di televisi AS dan menjadi perwakilan yang efektif bagi Israel karena bahasa Inggrisnya yang fasih dengan aksen Amerika yang khas.
Dia menjadi duta besar Israel untuk PBB (1984 – 1988), setelah bertugas di kedutaan Israel di Washington DC (1982 – 1984).
Selama berada di PBB itulah, dia berhasil memimpin kampanye untuk mendeklasifikasi arsip PBB tentang kejahatan perang Nazi.
Pemimpin termuda
Dari partai sayap kanan Likud, Netanyahu kemudian terpilih sebagai anggota Knesset (parlemen Israel).
Untuk ini, dia menjabat sebagai wakil menteri untuk urusan luar negeri pada 1988.
Dia terpilih sebagai ketua partai Likud, lima tahun kemudian, posisi ini mendorongnya naik ke kontestasi pemimpin tertinggi Israel sebagai calon perdana menteri.
Netanyahu pun memenangkan Jabatan Perdana Menteri Israel pada 1996.
Kemenangannya ini membuatnya menjadi pemimpin termuda Israel, dan yang pertama setelah negara itu didirikan pada 1948.
Netanyahu pun sempat mengkritik keras perjanjian perdamaian Oslo pada 1993, antara Israel dan Palestina.
Tetapi dia akhirnya menandatangani kesepakatan demi memajukan proses perdamaian dengan Palestina, yang menyerahkan lebih dari 80 persen dari Hebron ke kendali Otoritas Palestina.
Tidak hanya itu, Netanyahu juga menyetujui penarikan pasukan dari Tepi Barat yang diduduki Israel.
Di dalam negeri sendiri, dia memperluas privatisasi pemerintah, dan meliberalisasi mata uang, hingga mengurangi defisit ‘Negeri Zionis’.
Setelah mengadakan pemilu 17 bulan lebih awal dari seharusnya, pada 1999, Netanyahu dikalahkan oleh pemimpin Partai Buruh Ehud Barak, mantan komandannya.
Netanyahu kemudian mengundurkan diri sebagai pemimpin Likud akibat kekalahan itu, dan digantikan oleh Ariel Sharon.
Dia kembali masuk ke pemerintahan setelah Sharon terpilih sebagai perdana menteri pada 2001.
Sementara, Netanyahu menjabat sebagai menteri luar negeri, kemudian sebagai menteri keuangan.
Namun dia mengundurkan diri pada 2005 sebagai protes atas penarikan Israel dari Jalur Gaza.
Netanyahu kembali memenangkan kepemimpinan di partai Likud pada 2009, dan terpilih sebagai perdana menteri untuk kedua kalinya.
Pertama kalinya pula dia menyetujui pembekuan pembangunan selama 10 bulan di Tepi Barat.
Pada periode itu, memungkinkannya pembicaraan damai dengan Palestina.
Dia menyerukan demiliterisasi Palestina, yang mengakui negara Yahudi.
Tetapi negosiasi gagal pada akhir 2010. Dia kemudian memperkuat posisinya dengan menyatakan dalam wawancara radio pada 2019 bahwa "Negara Palestina tidak akan dibuat, tidak seperti yang dibicarakan orang. Itu tidak akan terjadi."
Serangan ke Gaza
Sebelum dan setelah Netanyahu kembali menjabat pada tahun 2009, rupanya serangan Palestina dan aksi militer Israel membawa ‘negeri Zionis’ itu dalam konfrontasi di dalam dan sekitar Jalur Gaza.
Netanyahu pada akhir 2012, memerintahkan serangan besar-besaran setelah eskalasi tembakan roket ke Israel.
Juli 2014, kekerasan lintas batas berkobar lagi setelah gelombang serangan roket, dan ditanggapi dengan kampanye militer lainnya.
Perang 50 hari itu menewaskan lebih dari 2.100 warga Palestina, kebanyakan dari mereka warga sipil, menurut pejabat PBB dan Palestina.
Sementara, di pihak Israel, 67 tentara dan enam warga sipil tewas.
Meskipun selama konflik Israel mendapat dukungan dari Amerika Serikat, sekutu terdekatnya, hubungan antara Netanyahu di masa Presiden Barack Obama terbilang sulit.
Hubungan keduanya menjadi sangat buruk ketika Netanyahu berpidato di depan Kongres AS pada Maret 2015.
Dia memperingatkan atas "kesepakatan buruk" yang timbul dari negosiasi AS dengan Iran atas program nuklirnya.
Pemerintahan Obama mengutuk kunjungan itu, serta menyebutnya sudah mengganggu dan merusak relasi.
Kasus pidana
Kalau kelihatannya di luar negeri, agendanya terlihat ‘sukses’ nyatanya setelah 2016 Netanyahu dirundung oleh invetigasi korupsi di dalam negeri.
Penyelidikan itu pun berujung pada tuduhan suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan atas tiga kasus terpisah pada November 2019.
Benjamin Netanyahu mencela proses hukum tersebut setelah didakwa pada 2019 sebagai ‘percobaan kudeta’.
Dia diduga menerima hadiah dari pengusaha kaya dan memberikan bantuan untuk mencoba mendapatkan liputan pers yang positif.
Namun, dia menyangkal telah melakukan kesalahan dan mengklaim menjadi korban dalam ‘perburuan’ politik yang direkayasa oleh lawan-lawannya.
Pengadilan yang dilakukan pada Mei 2020 membuatnya menjadi perdana menteri Israel pertama yang menghadapi tuntutan pidana saat menjabat.
Namun, dia tetap menentang seruan lawan untuk mundur.
Baca Juga: Terlalu Banyak Sesumbar, Rencana Netanyahu untuk Israel dan Palestina Disebut Telah Gagal Total
Netanyahu tetap selamat dari tiga pemilihan umum yang kontroversial dalam waktu kurang dari satu tahun, meski di bawah tuduhan kriminal.
Hal itu membuat kemenangannya mencetak rekor masa jabatan kelima.
Bagaimana pun dia setuju untuk berbagi kekuasaan dengan saingan politiknya, Benny Gantz.
Hal itu dimaksudkan untuk penanganan keadaan darurat virus corona, sayangnya pemerintahan itu runtuh hanya dalam delapan bulan.
Dalam dua tahun pun akhirnya digelar pemilihan umum keempat.
Likud memenangkan kursi terbanyak.
Tetapi oposisi di antara partai-partai sayap kanan mempertanyakan kelanjutan Netanyahu, karena sebagai perdana menteri dia tidak bisa mengamankan suara mayoritas. (Bernadette Aderi Puspaningrum)
Baca Juga: Didukung Joe Biden, Israel Semakin Gila Bombardir Jalur Gaza, Bahkan LebanonJuga Diserang
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari