Hal itu menyebabkan konflik sektarian yang akan berkobar selama tahun-tahun berikutnya.
Pada paruh kedua abad ke-19, gerakan nasionalis mulai meningkat. Pada tahun 1922, Green Islan dipecah menjadi 26 kabupaten yang akan diperintah dari Dublin sebagai bagian dari Irlandia yang merdeka, dan enam yang akan dikuasai dari Belfast, masih bagian dari Inggris Raya.
Pada akhir 1960-an, konflik yang dikenal sebagai "The Troubles" dimulai, dengan para militan mencari reunifikasi Irlandia menyerang sasaran militer dan sipil. Tentara Inggris dan militan Protestan menanggapi dengan cara yang sama.
Adams sendiri menceritakan ingatannya sendiri tentang aktivisme politik dan protes untuk penyatuan kembali Irlandia, dan menentang apartheid Afrika Selatan, pada 1960-an.
Berbicara secara kritis tentang pemerintah Israel, Adams mengatakan “strategi dan tindakan mereka ditujukan untuk memaksakan sistem apartheid pada warga Arab-Israel; memperluas pendudukan melalui pembangunan permukiman di wilayah pendudukan, serta tembok pemisah; dan secara fisik dan politik memecah belah orang-orang Palestina di Tepi Barat dan di Gaza dan kamp-kamp pengungsi di negara-negara lain."
Kondisi proses perdamaian Israel-Palestina saat itu juga mengganggunya, katanya. Pada bulan Desember 2014, Israel menolak masuknya Adams ke Jalur Gaza yang terkepung, dan sekembalinya ke Irlandia, dia "sangat khawatir".
"Saya sangat prihatin dengan pendekatan komunitas internasional," katanya kepada MEE, "yang gagal meminta pertanggungjawaban pemerintah Israel atas tindakannya dan pelanggaran hukum internasionalnya."
Peran para narapidana
Di Irlandia, tahanan yang dipenjara oleh Inggris memainkan "peran penting", menurut Adams, dan tahanan Palestina juga memainkan peran penting.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR