Intisari-Online.com - Era pemerintah kolonal Belanda menjadi salah satu masa kelam bagi Bangsa Indonesia.
Penjajahan dilakukan pemerintah kolonial Belanda, membatasi kebebasan Bangsa Indonesia di tanah airnya sendiri.
Termasuk membatasi kebebasan Umat Islam Indonesia untuk 'sekedar' memenuhi kewajibannya melaksanakan Salat Ied di Hari Raya Idul Fitri.
Pemerintah kolonial Belanda begitu takutnya rakyat Indonesia bakal berani melawan jika mereka berkumpul membentuk massa. Acara di tempat terbuka pun dianggap rentan mengancam pemerintah saat itu.
Maka, tak seperti era setelah kemerdekaan di mana rakyat Indonesia bisa berkumpul di masjid besar bahkan lapangan dan alun-alun, dahulu salat ied hanya bisa dilakukan di mushola kampung.
Hari yang cukup membahagiakan datang ketika akhirnya Pemerintah Kolonial mengizinkan shalat ied berjemaah secara terbuka untuk kali pertama.
Itu terjadi pada tahun 1929, menurut dosen Sejarah IAIN Surakarta, Martina Safitry, dalam diskusi yang digelar Rumah Budaya Kratonan bekerja sama dengan IAIN Surakarta pada Sabtu (11/5/2019) sore, dikutip Kompas.com.
Setelah tahun 1929, Pemerintah Kolonial memberikan kelonggaran kepada Umat Islam Indonesia untuk melaksanakan shalat ied berjemaah. Namun, itu pun masih dalam batasan-batasan tertentu.
Rakyat Indonesia tidak bisa memilih sendiri di mana salat ied akan dilaksanakan, dan jumlah jamaahnya pun masih ditentukan oleh Pemeerintah Kolonial.
Saat itu, Pemerintah Hindia Belanda akan memberikan tempat pelaksanaan shalat beserta jumlah jemaah. Ini dilakukan untuk mengawasi agar kegiatan ibadah tak berubah menjadi aksi perlawanan.
"Salat ied dilaksanakan di lapangan terbuka Koningsplein atau Stasiun Gambir, Jakarta Pusat (kala itu masih bernama Batavia)," kata Martina.
Martina juga mengatakan, pada 1939 juga dilaksanakan shalat ied bersama di Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng) dengan imam Hadji Muhammad Isa yang saat itu menjabat Ketua Hooft voor Islamietische Zaken (Mahkaman Urusan Agama Islam) dan khatib Hadji Mochtar anggota Hooft voor Islamietishe Zaken.
Penjajahan Belanda di Indonesia sendiri bermula dari kedatangan para pedagang Belanda.
Belanda melakukan ekspedisi pelayaran pertama ke Hindia Timur pada tahun 1595 untuk mendapatkan rempah-rempah secara langsung dari Asia.
Ketika mereka menghasilkan keuntungan hingga 400%, ekspedisi Belanda lainnya segera menyusul.
Para pedagang yang awalnya saling bersaing kemudian justru membentuk kongsi dagang yang kita kenal sebagai Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Mengutip Kompas.com, sejarah singkat kelahiran VOC seperti dikutip dari A History of Modern Indonesia since c. 1200 (2008) karya MC Ricklefs, dimulai pada tahun 1598, parlemen Belanda (Staten Generaal) mengusulkan perusahaan yang saling bersaing itu digabung menjadi sebuah kongsi dagang.
Maka pada Maret 1602, terbentuklah Perserikatan Maskapai Hindia Timur, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).
Oleh Parlemen Belanda mereka diberikan hak istimewa atau hak octrooi.
Beberapa di antaranya untuk melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah antara Tanjung Harapan sampai Selat Magellan termasuk Nusantara, mencetak dan mengeluarkan mata uang, membentuk angkatan perang, membangun benteng, hingga melakukan perang.
Enam wilayah di Belanda punya perwakilan/majelis di VOC. Setiap majelis punya sejumlah direktur. Jumlah direktur ada 17 dan disebut sebagai De Heeren XVII (Tuan-tuan tujuh belas).
Amsterdam sebagai ibu kota punya peranan yang sangat besar. Markas VOC juga terletak di Amsterdam. Oleh karena itu Amsterdam dapat jatah delapan dari 17 direktur.
Di awal operasi VOC, De Heeren XVII menangani semua urusan VOC dari Amsterdam.
Tapi mereka segera sadar bahwa hal ini sulit dilaksanakan. Jarak tempuh Amsterdam ke Nusantara bisa memakan waktu dua hingga tiga tahun.
Di awal kedatangannya, VOC sibuk memerangi Portugis yang datang lebih dulu. Begitu juga perlawanan dari penduduk lokal.
Agar bisa menangani urusan perdagangan dan ekspansi lebih baik lagi, maka pada tahun 1610 diciptakan jabatan gubernur jenderal.
Kegiatan Belanda di Asia pun dikendalikan oleh gubernur jenderal.Dipilih oleh Dewan Hindia (Raad van Indie), Pieter Both pun menjadi Gubernur Jenderal pertama (1602-1614).
VOC resmi bubar pada 31 Desember 1799 disebabkan praktik korupsi yang dilakukan pegawainya, biaya perang, ketatnya persaingan dagang, dan besarnya gaji pegawai. Setelah itu, Pemerintah Belanda mulai mengambil alih kendali kepulauan Nusantara, rakyat Indonesia pun makin tertindas.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini