Penulis
Intisari-Online.com - Kamboja masih menjadi negara paling korup di Asia Tenggara.
Itu ditunjukkan oleh data Transparency International tahun 2020.
Data tersebut mengungkapkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Kamboja hanya 21.
Itu adalah skor terendah di antara negara-negara Asia Tenggara, di mana skor paling tinggi dicatatkan oleh Singapura, yaitu 85.
Baca Juga: Fakta-fakta Somalia, Negara Paling Korup di Dunia, Rakyatnya Hidup dalam Kemiskinan yang Parah!
Rupanya, Malaysia juga termasuk negara paling 'bersih' di Asia Tenggara.
Untuk diketahui, IPK merupakan Indeks yang memeringkat 180 negara dan wilayah berdasarkan persepsi tingkat korupsi sektor publik menurut para ahli dan pengusaha, di mana skor nol sangat korup dan 100 sangat bersih.
Skor 51 yang dicapai Malaysia membuat negara Asia Tenggara yang berbatasan langsung dengan Indonesia ini sebagai negara paling bersih ketiga setelah Singapura dan Brunei Darussalam.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia mencatatkan skor CPI sebesar 37. Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, skor tersebut menempatkannya di peringkat ke-5, masih lebih 'bersih' daripada 6 negara lainnya di kawasan tersebut.
Sementara itu, Timor Leste yang dikenal sebagai negara miskin dan termuda di Asia Tenggara, justru mencatatkan skor CPI yang lebih tinggi.
Skor CPI Timor Leste adalah 40, menunjukkan bahwa negara yang dulu pernah menjadi bagian wilayah Indonesia itu lebih 'bersih' dari mantan penjajahnya.
Meski begitu, baik skor CPI Indonesia maupun Timor Leste berada di bawah skor rata-rata global.
Menurut Transparency International, rata-rata skor CPI dari 180 negara adalah 43. Angka ini menggambarkan betapa suram korupsi di berbagai negara di dunia.
Dilaporkan bahwa sebagian besar negara di dunia hanya membuat sedikit atau tidak sama sekali terkait kemajuan dalam menangani korupsi dalam hampir satu dekade.
Berikut ini skor CPI selengkapnya negara-negara di Asia Tenggara, disertai peringkat mereka secara global dari 180 negara di dunia:
1. Singapura, CPI: 85 (Peringkat ke-3)2. Brunei Darussalam, CPI: 60 (Peringkat ke-35)3. Malaysia, CPI: 51 (Peringkat ke-57)4. Timor Leste, CPI: 40 (Peringkat ke-86)5. Indonesia, CPI: 37 (Peringkat ke-102)6. Vietnam, CPI: 36 (Peringkat ke-104)7. Thailand, CPI: 36 (Peringkat ke-104)8. Filipina, CPI: 34 (Peringkat ke-115) 9. Laos, CPI: 29 (Peringkat ke-134) 10. Myanmar, CPI: 28 (Peringkat ke-137)11. Kamboja, CPI: 21 (Peringkat ke-160)
Melansir Transparency International Kamboja, Direktur Eksekutif TI Kamboja, Pech Pisey, mengatakan, skor CPI yang terus menerus rendah menunjukkan kelemahan politik dan kelembagaan yang mengakar di suatu negara.
Ia juga memperingatkan bahwa korupsi merupakan ancaman yang lebih serius bagi suatu negara di tengah pandemi Covid-19.
"Pada masa COVID-19, korupsi menjadi ancaman ganda bagi banyak negara berpenghasilan rendah," kata Pech Pise.
Berbicara tentang skor CPI Kamboja yang rendah, ia mengatakan bahwa jauh lebih banyak yang harus dilakukan negaranya.
"Meskipun Kamboja telah mencapai hasil yang nyata dalam tanggapan Covid-19 serta dalam administrasi publik dan program reformasi keuangan publiknya, skor CPI menunjukkan bahwa jauh lebih banyak yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang paling mendesak ini,” ungkapnya.
Dilaporkan bahwa demi mengurangi korupsi, TI Kamboja kembali menyerukan kepada pemerintah untuk meningkatkan agenda reformasinya, yang berisi 8 poin.
Salah satu poin dalam agenda tersebut yaitu dengan memperbaiki lingkungan bisnis dan mempromosikan persaingan bisnis yang sehat dengan mengurangi beban birokrasi, mempromosikan kesetaraan kepatuhan dan menghapus semua bentuk korupsi yang merupakan hambatan utama dalam menjalankan bisnis di Kamboja.
Negara paling korup di Asia Tenggara tersebut mencatatkan peningkatan skor dari tahun sebelumnya, yaitu 20 menjadi 21 untuk tahun ini. Sementara itu, penurunan skor CPI terjadi di empat negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Myanmar (turun dari 29 menjadi 28), Vietnam (37 menjadi 36), Malaysia (53 menjadi 51) dan Indonesia (40 menjadi 37).
Melansir Kompas.com (28/1/2021), Manajer Riset TII Wawan Suyatmiko mengatakan dari 9 sumber data yang digunakan untuk mengukur IPK tahun 2020, ada lima sumber data yang skornya turun dibandingkan tahun 2016.
Sumber data yang skornya turun itu ialah PRS International County Risk Guide, IMD World Competitiveness Yearbook, Global Insight Country Risk Ratings, PERC Asia Risk Guide, dan Varieties of Democracy Project.
Sementara itu, ada tiga sumber data yang skornya stagnan yakni World Economic Forum EOS, Bertelsmann Foundation Transform Index, dan Economist Intelligence Unit Coutry Ratings; serta satu sumber data yang skornya meningkat yaitu World Justice Project-Rule of Law Index.
"Penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi layanan publik untuk mempermudah proses berusaha," kata Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko.
Sementara itu, penurunan demokrasi yang dikontribusikan pada varieties of democracy menggambarkan korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam sistem politik di Indonesia.
"Sedangkan kenaikan dua poin pada World Justice Project – Rule of Law Index perlu dilihat sebagai adanya upaya perbaikan supremasi hukum," kata Danang menambahkan.
Transparency International mengungkapkan, bahwa korupsi terus-menerus merongrong sistem perawatan kesehatan dan memberikan kontribusi untuk kemunduran demokrasi di tengah COVID-19 pandemi.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari