Intisari-Online.com - Menurut Transparency Internasional 2020, Kamboja merupakan negara paling korup di Asia Tenggara.
Negara itu hanya mencatatkan skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 21, angka tersebut paling rendah di antara negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Singapura tercatat sebaga pemilik skor CPI paling tinggi di kawasan ini, yaitu 85, menduduki peringkat ke-3 sebagai negara paling bersih di antara 180 negara di dunia dalam daftar Transparency International 2020.
Untuk diketahui, CPI merupakan Indeks yang memeringkat 180 negara dan wilayah berdasarkan persepsi tingkat korupsi sektor publik menurut para ahli dan pengusaha, di mana skor nol sangat korup dan 100 sangat bersih.
Baca Juga: Pantas Suriah Jadi Negara Paling Korup di Dunia, Pejabatnya 'Peras' Rakyat Sendiri dengan Cara Ini
Transparency International 2020, melaporkan, lebih dari dua pertiga negara-negara di dunia mendapat skor CPI di bawah 50.
Sementara, rata-rata skor Indeks Persepsi Korupsi dari 180 negara hanyalah 43. Angka ini menggambarkan betapa suram korupsi di berbagai negara di dunia.
Secara umum, Transparency International mengungkapkan, bahwa sebagian besar negara di dunia hanya membuat sedikit atau tidak sama sekali terkait kemajuan dalam menangani korupsi dalam hampir satu dekade.
Termasuk skor CPI Kamboja yang hanya meningkat satu poin dari tahun 2019. Merupakan negara paling korup di Asia Tenggara, rakyat Kamboja selama ini diketahui hidup dalam kemiskinan, berikut fakta-faktanya.
Melansir borgenproject.org, Kamboja telah membuat kemajuan melawan kemiskinan dalam beberapa dekade terakhir, namun itu masih belum cukup membuat rakyatnya terbebas dari jerat kemiskinan.
1. Sekitar 32 persen anak di bawah 5 tahun di Kamboja mengalami stunting.
Terlepas dari pertumbuhan ekonomi, Kamboja masih berjuang dengan perawatan kesehatan dan pendidikan.
Penurunan defisiensi gizi pada anak sangat penting untuk mengurangi stunting pada anak.
2. 12,3 juta orang, atau sekitar 70 persen dari populasi di Kamboja, tidak memiliki akses ke air ledeng.
Akses ke air minum bersih sangat penting untuk meringankan penyakit di masyarakat miskin.
Membatasi penyebaran penyakit merupakan aspek penting dalam mengurangi kemiskinan di Kamboja.
3. Pada 2015, angka harapan hidup di Kamboja dilaporkan pada 68,4 tahun.
Angka ini sangat dipengaruhi oleh kemiskinan.
Kurangnya sanitasi, pendidikan dan perawatan kesehatan adalah gejala kemiskinan yang berkontribusi pada terbatasnya harapan hidup.
4. Sekitar 90 persen penduduk miskin Kamboja tinggal di daerah pedesaan.
Banyak dari mereka bergantung pada pertanian untuk kelangsungan hidup mereka.
Ini bagus jika harga tanaman bagus, tetapi komunitas ini juga rentan terhadap perubahan cuaca dan hasil panen yang berfluktuasi.
5. Dua pertiga rumah tangga di Kamboja mengalami kekurangan pangan musiman setiap tahun.
Ini adalah salah satu contoh konsekuensi hidup di pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada kehidupan bertanah.
Pasokan makanan dapat berubah seiring musim, menjadikannya sebagai sumber rezeki yang tidak dapat diandalkan.
6. Akses terhadap perawatan kesehatan berkualitas terbatas , terutama di daerah pedesaan.
Kamboja adalah wilayah pegunungan, dan orang-orang yang tinggal di komunitas pedesaan seringkali terisolasi dan harus menempuh perjalanan jauh untuk sampai ke klinik.
Meskipun geografi tidak dapat diubah, memperluas dan membuka lebih banyak klinik akan membantu menjangkau lebih banyak orang.
7. Tingkat kemiskinan telah menurun dari 47,8 persen pada tahun 2007 menjadi 13,5 persen pada tahun 2014.
Penurunan besar-besaran ini sebagian besar didorong oleh pertumbuhan pasar beras Kamboja. Kenaikan harga beras dan sistem transportasi yang lebih baik untuk produk tersebut telah menciptakan ekonomi yang lebih sejahtera bagi penduduk pedesaan.
8. Angka kematian ibu telah menurun drastis dalam beberapa dekade terakhir.
Pada tahun 2005, rasio per 1.000 kelahiran adalah 472. Pada tahun 2014 menurun menjadi 170.
Selain itu, angka kematian balita menurun dari 83 per 1.000 pada tahun 2005 menjadi 35 pada tahun 2014.
9. Habitat for Humanity (HFH) bekerja untuk membangun kembali permukiman kumuh di perkotaan Kamboja.
HFH berfokus pada pembangunan rumah tahan lama dengan akses ke air dan sanitasi untuk menggantikan gubuk rapuh tempat tinggal banyak orang miskin Kamboja.
Mereka juga melatih keluarga dalam pencegahan HIV/AIDS dan literasi keuangan.
10. Sejarah ketidakstabilan politik berkontribusi pada kemiskinan di Kamboja.
Pada tahun 1970-an, seorang pemimpin Marxis bernama Pol Pot memulai rezim Khmer Merah yang pada akhirnya menyebabkan kematian 2 juta orang di Kamboja.
Pol Pot ingin Kamboja menjadi negara agraris yang tidak bergantung pada sesuatu yang modern. Hasilnya, Kamboja dikalahkan oleh negara lain dalam kemajuan medis dan teknologi.
Dengan kondisi kemiskinan di Kamboja yang masih memprihatinkan, masih diperparah dengan pemberantasan korupsi yang belum banyak menunjukkan perkembangan.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini