Intisari-Online.com - Pemerintah Filipina mengumumkan pada tanggal 23 April 1986 bahwa mereka telah berhasil mengidentifikasi $ 860,8 juta dikorupsi oleh mantan Presiden Ferdinand Edralin Marcos (1917–89) dan istrinya Imelda.
Total kerugian nasional sejak November 1965 diyakini mencapai $ 5– $ 10 miliar.
Bahkan, Ferdinan menjadi pemimpin terkorup nomor 2 di dunia setelah Soeharto versi Forbes.
Istrinya, Imelda Marcos dikenal karena gaya hidupnya yang boros dan mewah, termasuk kecintaannya pada sepatu hingga dijadikan museum.
Baca Juga: Orang Menjadi Terlena hingga Lupa Diri, Kenali Ciri-ciri Star Syndrome yang Bisa Sangat Merugikan
Dikenal sebagai prajurit perang, Ferdinan Marcos terpilih menjadi presiden pada 1965.
Kemudian, dia berhasil menjabat untuk periode kedua pada 1969.
Dengan memberlakukan darurat militer, Marcos berupaya menciptakan program "Masyarakat Baru".
Pemimpin oposisi dan aktivis sayap kiri ditangkap, media disensor, dan Kongres pun ditutup.
Marcos dikenal sebagai diktator Filipina yang dengan korupsi merajalela, berhasil mengumpulkan miliaran dollar AS.
Awal Kehidupan
Ferdinand Edralin Marcos lahir pada 11 September 1917 di Sarrat, sebuah desa di wilayah Ilocos Utara di pulau Luzon, Filipina.
Ayahnya adalah Mariano Marcos, dan ibunya bernama Josefa Edralin.
Keduanya merupakan seorang guru dari keluarga terkemuka.
Pada 1925, Mariano memulai kariernya di bidang politik sebagai anggota Kongres.
Dengan begitu, Ferdinand dibesarkan dalam lingkungan politik sejak masih kecil.
Orangtua Ferdinand Marcos selalu mendorongnya untuk unggul dalam segala hal, termasuk pada kegiatan seperti gulat, tinju, berburu, keterampilan bertahan hidup, dan sebagainya.
Marcos menempuh pendidikan di beberapa sekolah terbaik di Manila, namun nama-nama sekolahnya tidak pernah diketahui.
Pada 1930-an, dia mengambil kuliah hukum di Universitas Filipina, seperti ayahnya.
Tiga tahun kemudian, salah satu rival politik ayahnya yang berhasil mengalahkan Mariano Marcos dalam pemilihan, tewas dibunuh.
Ferdinand dituding berkolusi dalam pembunuhan tersebut.
Dinyatakan bersalah, dia mengajukan banding dan dibebaskan enam tahun kemudian.
Selanjutnya, dia mengambil sumpah sebagai seorang pengacara di Manila.
Perang Dunia II
Selama Perang Dunia II, dia menjadi bergabung dalam militer dan memimpin gerakan perlawanan gerilya Filipina untuk menggempur musuh.
Baca Juga: Adakah Hubungan Penyakit Refluks Gastroesofagus Dengan Kanker Lambung?
Namun, pada arsip pemerintah AS terungkap mengenai dirinya yang hanya memainkan sedikit peran dalam kegiatan anti-Jepang selama 1942-1945 tersebut.
Kala itu, Marcos memegang reputasi sebagai pemimpin perlawanan terbesar dalam perang.
Pada 1943, dia membentuk organisasi rahasia, Ang Mga Maharlika, yang diklaim terdiri dari agen untuk melawan Jepang.
Ketika Perang Dunia II berakhir, Amerika Serikat memberikan kemerdekaan kepada Filipina pada 4 Juli 1946 dan dibentuklah Kongres Filiina.
Setelah sempat bekerja sebagai pengacara perusahaan, Marcos terjun ke dunia politik dan dua kali terpilih sebagai wakil untuk distriknya pada 1949-1959.
Macros menikahi Imelda Romualdez pada 1954, yang kemudian juga menjadi seorang politisi.
Imelda merupakan seorang penyanyi dan ratu kecantikan.
Keduanya dikarunia empat anak, Ma Imelda Macros, Ferdinand Macros Jr, Irene Marcos, dan Aimee Marcos.
Pada 1959, tepatnya di usia 42 tahun, Macros duduk di senat, sebuah posisi yang akan dia pegang sampai mencalonkan diri dan memenangkan kursi kepresidenan pada 1965 dari Partai Nasionalis.
Mengunggulkan kariernya sebagai seorang prajurit perang terbukti mampu membawanya ke kursi nomor satu.
Rezim otoriter
Setahun setelah dilantik pada 30 Desember 1965, Marcos mengirim pasukan ke Perang Vietnam untuk bertugas selama empat tahun.
Keputusan itu merupakan langkah yang sebelumnya dia lawan sebagai seorang senator Partai Liberal.
Dia juga fokus pada infrastruktur dan memperkuat produksi beras negara.
Selama masa jabatan pertamanya, dia membuat kemajuan di bidang pertanian, industri, dan pendidikan.
Marcos kembali terpilih menjadi presiden pada 1969. Dengan begitu, dia merupakan presiden Filipina yang pertama memenangkan masa jabatan kedua.
Namun, berbagai tindak kekerasan dan kecurangan menyelimuti kampanyenya, yang diyakini didanai oleh keuangan negara.
Pada 21 September 1972, dia memberlakukan darurat militer di Filipina.
Imelda masuk dalam lembaga darurat militer, kemudian dia menunjuk kerabatnya untuk jabatan pemerintah dan industri yang menguntungkan.
Sementara, dia memegang jabatan sebagai gubernur Metropolitan Manila pada 1975-1986 dan Menteri Permukiman Manusia dan Ekologi pada 1979-1986.
Dia juga gemar mengoleksi sepatu hingga terkumpul lebih dari 1.000 pasang.
Bisnis swasta banyak disita pemerintah dan diserahkan kepada teman dan kerabat pendukung rezim sehingga menyebabkan ketidakstabilan ekonomi.
Meski maju dalam proyek infrastruktur dan pangan, pemerintahan Marcos mendukung militer, membatasi wacana publik, mengambil alih media, dan memenjarakan lawan-lawan politik, mahasiswa, serta pencela.
Marcos juga melakukan referendum nasional 1973 yang memungkinkan dia memegang kekuasaan tanpa batas waktu.
Sebelum kunjungan Paus Yohanes Paulus II, darurat militer berakhir pada Januari 1981.
Kepemimpinan Marcos dirusak oleh korupsi pemerintah yang merajalela, stagnasi ekonomi, melebarnya jurang kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin, serta pertumbuhan gerilya komunis.
Perlawanan meningkat
Pada 1983, kesehatan Marcos mulai menurun dan perlawanan terhadap pemerintahannya semakin meningkat.
Benigno Aquino Jr yang sebelumnya dipenjarakan dari pengasingan panjang, muncul kembali untuk menawarkan harapan baru kepada rakyat Filipina.
Namun, dia ditembak dan dibunuh ketika turun dari pesawat di Manila.
Unjuk rasa di seluruh negeri mengiringi kematian Aquino.
Marcos meluncurkan komisi independen untuk menyelidiki pembunuhan Aquino, meski banyak yang menduga dia dibunuh atas perintah Marcos atau istrinya.
Pada 1984, komisi menyimpulkan bahwa perwira tinggi militer bertanggung jawab atas kematian Aquino. Marcos menyerukan pemilihan presiden digelar pada 1986.
Dia harus menghadapi janda Aquino, Corazon Aquino, yang menjadi kandidat presiden dari oposisi.
Corazon tak berhasil mengalahkan Marcos sehingga dia kembali mempertahankan jabatan presiden dalam pemilu 7 Februari 1986.
Namun, kemenangannya dianggap penuh kecurangan menimbulkan ketegangan antara pendukung Marcos dan Aquino.
Ribuan warga turun ke jalan untuk mendukung pemberontakan tanpa kekerasan.
Kematian
Kesehatannya terus menurun membuat rezimnya makin pudar.
Pada 25 Februari 1986, dia dan keluarganya pergi ke pengasingan di Hawaii.
Dia membawa serta uang senilai 15 juta dollar AS.
Bukti kemudian terungkap bahwa dia dan kroni-kroninya telah mencuri miliaran uang.
Mahkamah Agung Filipina memperkirakan, dia mengumpulkan 10 miliar dollar AS selama menjabat.
Hakim mendakwa Marcos dengan berbagai tuduhan pemerasan.
Namun, dia meninggal dunia di Honolulu pada 1989 akibat serangan jantung dan beberapa penyakit lain yang dideritanya.
(*)