Sejak kejadian itu, Kapten Lukas Kustaryo yang menjadi Komandan Kompi Karawang-Bekasi pun menghimpun kekuatan para laskar pejuang dan terus 'memprovokasi' pasukan Belanda sebagai perlawanan.
Pernah ia mengendarai sendiri lokomotif kereta api dari arah Cipinang di Jembatan Bojong, perbatasan Karawang-Bekasi. Kemudian, ditabrakkannya lokomotif itu dengan kereta api penuh senjata dan amunisi milik Belanda yang datang dari arah berlawanan.
"Dari situlah awalnya BKR mendapatkan pasokan senjata dan amunisi," ujar Sutarman.
Selain itu, ia juga kerap mengenakan baju seragam tentara Belanda yang baru saja dibunuhnya. Dengan mengenakan seragam itu, dia menembaki tentara Belanda yang lain.
Bahkan, karena ulahnya itu, Kapten Lukas juga sempat ditembak dari jarak kira-kira 25 meter oleh Letnan Sarif, anak buahnya, yang tidak menyadari bahwa itu adalah komandan sendiri. Untungnya tembakan itu tak mengenai sasaran.
Kapten Lukas Kustaryo pun menjadi target utama tentara Belanda. Bahkan, mereka bersedia mengeluarkan ribuan gulden untuk mencari informasi mengenai 'Begundal Karawang' itu.
Tak Menemukan Lukas Kustaryo, Pasukan Belanda Bantai Rakyat Sipil
Keberadaan Kapten Lukas di Rawagede akhirnya tercium oleh tentara Belanda.
Pada 8 Desember 1947, Belanda mendapatkan informasi bahwa Lukas Kustaryo berada di Rawagede.
Sementara Lukas Kustaryo sendiri tengah menghimpun tentara BKR di Rawagede dan berunding dengan para laskar hingga siang untuk merencanakan penyerangan ke wilayah Cililitan, Jakarta.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR