Intisari-Online.com - Badan sensor pemerintah China diketahui memblokir sejumlah situs berita asal Indonesia, sejak pekan lalu.
Kabar itu diberitakan salah satunya oleh Rest of World, pada (26/3/2021).
Hoang Nguyen Phong, peneliti di Open Technology Fund yang melacak penyensoran China, mengamati pemblokiran tersebut pada 24 Maret.
Salah satu media berita Indonesia yang masih tersensor sampai saat ini adalah Jawapos.com.
Pemimpin redaksi Dhimas Ginanjar mengonfirmasi hal ini kepada Kompas.com.
“Pada 24 Maret itu. Setelah dapat informasi, saya langsung cek beberapa nama media mainstream dan yang saya tahu."
"Ada beberapa yang diblokir juga sampai sekarang,” katanya pada Rabu (31/3/2021).
Merujuk kepada situs China Farewell Test, situs Jawapos.com diblokir di wilayah seperti Beijing, Shenzhen, Mongolia Dalam, hingga Provinsi Yunnan.
Tapi menurutnya, pemblokiran hanya terjadi di wilayah mainland China.
Sementara di wilayah Hong Kong, Taiwan dan Macau Jawapos.com disebut masih bisa diakses.
Pihak Jawa Pos, kata dia, masih berusaha menanyakan kondisi tersebut kepada kedutaan China di Indonesia maupun ke pihak China langsung.
Sementara kedutaan China mengaku tidak mengetahui kondisi pemblokiran tersebut.
Dhimas mengaku pemblokiran ini berdampak pada jumlah pembaca portal beritanya.
Kepada Rest of World, Hoang Nguyen Phong menerangkan portal berita dalam Bahasa Indonesia ini, dibatasi menggunakan teknik yang dikenal sebagai DNS poisoning.
Teknik tersebut memalsukan alamat IP situs web dan mengarahkan pengguna ke situs yang salah.
Keputusan untuk menyensor konten di China diambil oleh Administrasi Ruang Siber negara itu.
Lembaga ini disebut tidak menjelaskan keputusannya secara terbuka.
Hal ini membuat para ahli berspekulasi tentang alasan di balik setiap “operasi pemblokiran.”
"Sulit untuk menebak apa yang ada dalam pikiran (Partai Komunis China)," kata Phong.
Penjelasan yang paling mungkin menurut peneliti itu adalah, Jawa Pos mungkin menyentuh salah satu sensitivitas terbesar China.
Contohnya terkait konten hak asasi manusia atau pornografi, sehingga terjaring sebagai subyek sensor.
Pemimpin redaksi Jawapos.com yang juga memberikan keterangan pada Rest of World mengatakan tidak dapat memahami motivasi pemblokiran portal beritanya.
“Ini aneh karena kedutaan China secara aktif mengundang kami untuk konferensi pers atau mengirimkan berbagai kabar terbaru dari mereka."
"Komunikasi terakhir kami dengan kedutaan adalah minggu lalu," kata kepada Rest of World.
Dhimas menambahkan bahwa liputan situs tentang China "tidak terlalu kontroversial."
Jawapos.com diantaranya meliput pembuatan "Confucius Institute" di Bali, dan beberapa hal positif yang luas tentang keberhasilan peluncuran vaksin Sinovac Covid-19 buatan China di Indonesia.
Keputusan pemblokiran ini kian membingungkan karena situs ini sepenuhnya diterbitkan dalam Bahasa Indonesia, bahasa yang tidak digunakan secara luas di China.
Phong menilai pemblokiran Jawapos.com mungkin terkait dengan peningkatan sensitivitas di Beijing atas liputan asing.
Utamanya terkait pemberitaan penindasan terhadap Uighur di Daerah Otonomi Xinjiang.
Tekanan publik internasional pada perusahaan multinasional, termasuk Nike dan H&M.
Penggunaan produk, yang diduga berasal dari sistem kerja paksa dalam rantai pasokan mereka, telah menyebabkan lonjakan liputan dan diskusi berita di media sosial China.
Produk H&M telah dihapus dari sejumlah aplikasi e-commerce China minggu lalu, setelah pernyataan lama yang dibuat oleh perusahaan itu diedarkan ulang secara online.
(*)