Intisari-online.com -Belakangan ini, India menyebutkan kepada PBB jika mereka lebih banyak mengirim stok vaksin ke luar negeri daripada mengisi kebutuhan vaksin di dalam negeri.
Pernyataan India mengisyaratkan jika negara mereka mulai berupaya mengamankan pasokan vaksin.
Artinya, hal ini berpotensi mengancam pasokan vaksin ke negara lain.
Kondisi India bisa dimaklumi, karena negara itu tengah menghadapi lonjakan kasus Covid-19.
Para pejabat yang mengetahui masalah tersebut mengatakan awal pekan ini, menambahkan bahwa tidak akan ada tambahan ekspor vaksin.
Walau begitu, mereka menegaskan tidak ada larangan untuk ekspor vaksin.
“India selalu memikirkan tidak hanya negara tetangganya tetapi juga negara lain yang tertarik untuk mendapatkan vaksin kami.
"Kami telah mengekspor lebih dari 6 crore dosis vaksin,”kata pejabat pemerintah yang tidak mau disebutkan namanya, dikutip dari Hindustan Times, Senin (29/3).
Penyedia vaksin Covax kemungkinan akan menghadapi penundaan pasokan setidaknya 60-70 juta dosis Covishield setelah pemerintah membatasi ekspor.
Sejauh ini, Covax yang didukung WHO telah menerima 28 juta dosis vaksin Covishield.
Covax mengharapkan tambahan 40 juta dosis pada bulan Maret dan 50 juta lagi di bulan April 2021.
“Kami menyediakan Serum Institute of India $ 150 juta dalam bentuk pra-keuangan untuk meningkatkan produksi.
"Perjanjian kami menetapkan 50% produksi akan diberikan kepada Covax," kata wakil kepala eksekutif Gavi Anuradha Gupta
Melalui Serum Institute of India, Covax menyediakan vaksin Covid-19 ke lebih dari 60 negara berpenghasilan rendah, terutama di Asia dan Afrika.
Ia mengatakan, jika pemerintah India melarang ekspor dosis, semua negara itu akan menderita.
Sementara itu, Inggris dan Uni Eropa berusaha menyelesaikan perselisihan mengenai pasokan vaksin Covid-19.
Tak lama setelah pejabat UE mengumumkan aturan yang lebih ketat tentang ekspor vaksin.
Keduanya telah berselisih dalam beberapa minggu terakhir dan mengeluh bahwa London tidak menunjukkan timbal balik yang sama dalam distribusi vaksin.
UE telah mengatakan sejak akhir Januari lebih dari 10 juta dosis yang diproduksi di UE telah masuk ke Inggris.
Namun Inggris tidak mengekspor sebagai balasan.
“Kita semua menghadapi pandemi yang sama dan gelombang ketiga membuat kerja sama antara UE dan Inggris menjadi lebih penting.
"Kami telah mendiskusikan apa lagi yang dapat kami lakukan untuk memastikan hubungan yang saling menguntungkan antara Inggris dan Uni Eropa pada Covid-19,” kata pemerintah Inggris dan Komisi Eropa.
“Mengingat saling kami ketergantungan.
"Jadi kami sedang menyiapkan langkah-langkah spesifik yang dapat kami ambil baik dalam jangka pendek, menengah, panjang untuk menemukan solusi serta menambah pasokan vaksin untuk semua warga kami,” kata Inggris dan UE, menambahkan pembicaraan itu akan berlanjut.
Inti perselisihan ini bermula bahwa UE telah menerima vaksin yang jauh lebih sedikit daripada yang diharapkan dari AstraZeneca sehingga distribusi secara luas jadi terhambat.
Selain itu, perusahaan farmasi Inggris-Swedia akan mendistribusikan sekitar 90 juta dosis pada kuartal pertama, tetapi jumlah itu telah dikurangi menjadi 30 juta dosis.
Alhasil, negara-negara UE menghadapi kemunduran baru setelah AstraZeneca mengurangi target pengirimannya untuk kuartal kedua menjadi 70 juta dosis, turun dari 180 juta.
“Saya mengingatkan Anda bahwa AstraZeneca hanya menyampaikan sebagian kecil dari komitmen kontrak yang telah disepakati,” Valdis Dombrovskis, kepala perdagangan UE.
Akibatnya, Komisi Eropa memutuskan untuk meningkatkan aturan tentang ekspor vaksin yang diproduksi di blok tersebut.
Badan eksekutif UE tengah memeriksa apakah perusahaan dapat memenuhi kontrak kerja sama mereka.
Mereka juga akan mempertimbangkan apakah negara yang menerima vaksin buatan UE memiliki tingkat vaksinasi yang lebih tinggi dan situasi epidemiologi yang lebih baik secara keseluruhan dan apakah negara penerima memiliki batasan dalam mengirim vaksin atau bahan mentah ke tempat lain.
Inilah sebabnya mengapa Inggris berharap jumlah vaksin yang diimpor bisa lebih rendah ke depannya.
Mengingat, jumlah tingkat vaksinasi lebih tinggi daripada di Uni Eropa.
“Mekanisme kebijakan ekspor kami tidak ditujukan di negara tertentu, tetapi jelas bahwa di UE, kami juga perlu memastikan vaksinasi penduduk kami sendiri,” tutupnya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini