Intisari-Online.com -Di antara empat jenis vaksin Covid-19 yang digunakan pemerintah Indonesia, vaksin AstraZeneca belakangan paling mendapatkan sorotan.
Dibanding vaksin Covid-19 lainnya, Novavax, Pfizer, dan Sinovac, AstraZeneca diduga memberikan efek samping yang paling berbahaya.
Padahal, vaksin Covid-19AstraZeneca sendiri baru saja tiba di Indonesia pada Senin (8/2/2021) dan diharapkan menambah 'amunisi' vaksin pemerintah Indonesia.
Sebanyak 1.113.600 dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca tiba di Soekarno-Hatta, kemarin.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, diketahui beberapa negara sudah menangguhkan penggunaan vaksinAstraZeneca.
Irlandia dan Belanda pada Minggu (14/3/2021) menjadi negara terbaru yang menangguhkan vaksin AstraZeneca/Oxford sebagai tindakan pencegahan.
Denmark, Norwegia, dan Islandia juga menangguhkan vaksin corona AstraZeneca.
Irlandia menunda sementara vaksin AstraZeneca atas saran dari panel penasihatnya, mengikuti langkah Norwegia.
Sementara itu Kementerian Kesehatan Belanda juga mengatakan, pihaknya menangguhkan vaksin AstraZeneca sebagai tindakan pencegahan.
Terbaru, seorang wanita Denmark berusia 60 tahun yang meninggal karena pembekuan darah setelah menerima vaksin virus corona dari AstraZeneca memiliki gejala yang "sangat tidak biasa", Badan Pengawas Obat Denmark mengatakan pada Minggu (14/3).
Mengutip Reuters, Badan Pengawas Obat Denmark menyebutkan, perempuan itu memiliki jumlah trombosit dan gumpalan darah yang rendah di pembuluh kecil dan besar, serta pendarahan.
Program vaksinasi di Eropa mengecewakan dalam dua minggu terakhir oleh laporan bahwa penerima inokulasi vaksin virus corona AstraZeneca mengalami pembekuan darah.
Badan Pengawas Obat Eropa menyatakan, tidak ada indikasi bahwa kejadian itu disebabkan oleh vaksinasi, pandangan yang juga digaungkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada Jumat (12/3) pekan lalu.
AstraZeneca Plc mengatakan pada Minggu (14/3), tinjauan data keamanan orang yang divaksinasi dengan vaksin virus corona mereka tidak menunjukkan bukti peningkatan risiko pembekuan darah.
Respons WHO
Direktur Oxford Vaccine Group, Andrew Pollard, pada Senin (15/3/2021) mengatakan, tidak ada hubungan antara vaksin Covid-19 yang dikembangkan bersama AstraZeneca dengan pembekuan darah.
Pollard menerangkan, "Bukti sangat kuat bahwa tidak ada peningkatan fenomena pembekuan darah di sini di Inggris, di mana sebagian besar dosis di Eropa telah disuntikkan."
"Sangat penting bahwa kami tidak memiliki masalah untuk tidak memvaksinasi orang dan memiliki keseimbangan risiko yang sangat besar, risiko yang diketahui dari Covid, terhadap apa yang muncul sejauh ini dari data yang kami dapatkan dari regulator - tidak ada pertanda masalah," katanya kepada radio BBC.
AstraZeneca pada Minggu mengatakan, tidak ada bukti pembekuan darah dari vaksin corona mereka, setelah hasil dari 17 juta dosis dianalisis.
Perusahaan farmasi itu melanjutkan, 15 kasus trombosis vena dalam (DVT) dan 22 kasus emboli paru yang dilaporkan para penerima vaksin AstraZeneca, jauh lebih rendah daripada yang diperkirakan terjadi secara alami pada populasi umum.
"Kondisi pandemi menyebabkan meningkatnya perhatian dalam kasus individu, dan kami meninggikan standar dalam pemantauan keamanan obat-obatan berlisensi untuk melaporkan vaksinasi, guna memastikan keamanan publik," terang kepala petugas medis Ann Taylor.
"Dalam hal kualitas, juga tidak ada masalah yang dikonfirmasi terkait dengan batch vaksin kami yang digunakan di seluruh Eropa, atau di seluruh dunia."
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Obat-obatan Eropa (EMA) sama-sama mengklaim, tidak ada bukti vaksin AstraZeneca harus ditangguhkan.