Intisari-Online.com - Sebagai negara militer terkuat di dunia, Amerika Serikat (AS) terlibat perang di beberapa tempat.
Salah satunya di Timur Tengah.
Sudah sejak lama pasukan militer AS tersebar di negara-negara Timur Tengah.
Baca Juga: Hati-hati, Kecemasan Bisa Sebabkan Penyakit Refluks Gastroesofagus!
Alasannya perang juga beragam. Mulai dari ingin menggulingkan suatu pemerintahan, mencari pelaku terorisme, hingga mengincar ladang minyak.
AS juga pernah mengincar Indonesia.
Saat itu, AS diduga ingin menggulingkan pemerintahan Soekarno demi emas di Papua.
Diketahui, tambang emas di Papua dieksplorasi PT Freeport McMoRan yang awalnya ditemukan oleh tiga geolog asal Belanda.
Namun rupanya informasi soal penemuan gunung emas di Papua juga diketahui oleh Direktur of Central Intelligence Agency (CIA) Allen Dulles.
Dari situlah Dulles berkeinginan menguasai sumber daya alam di Papua.
Operasi Dulles untuk menguasai tambang di Papua mulai dilakukan di masa Presiden Amerika Serikat dijabat John F Kennedy.
Nah, rupanya selain minyak dan emas, AS juga menjarah negara lain.
Dilansir dari allthatsinteresting.com pada Kamis (18/3/2021), militer AS terlibat dalam The Banana Wars atau Perang Pisang.
Ini adalah cerita seorang veteran AS bernama Smedley Butler. Di mana dia menghabiskan 33 tahun dan empat bulan dalam dinas militer aktif.
Butler pernah bertempur dalam The Banana Wars di awal abad ke-20.
Saat itu, militer AS mengirim pasukan mereka ke selatan ke Amerika Tengah untuk menjaga kepentingan bisnis mereka tetap utuh.
Itu adalah masa ketika pekerja di seluruh Amerika Tengah dianiaya.
Alasannya mereka bekerja berjam-jam dalam kondisi yang keras tapi upah yang diberikan kurang dari upah layak.
Lalu pekerja yang sudah muak mulai menggerutu.
Beberapa melakukan pemogokan. Beberapa lainnya mengumpulkan milisi dan melakukan pemberontakan penuh untuk memperjuangkan kondisi yang lebih baik.
Tetapi bagi pemerintah AS, semua perjuangan untuk kebebasan ini berdampak buruk bagi bisnis.
Perusahaan seperti United Fruit Company memiliki kepentingan dalam menjaga kestabilan perkebunan di Amerika Tengah dan karenanya mereka meminta Angkatan Darat AS untuk menindak mereka.
Butler dan tentara lain kemudian dikirim ke Amerika Tengah untuk berperang dalam Perang Pisang.
Ketika pemberontakan di Republik Dominika merusak perkebunan tebu milik Amerika, pasukan AS dikirim mulai tahun 1916.
Mereka mengambil alih sebuah kastil kecil bernama Fort Ozama, membunuh orang-orang di dalamnya dan mengatur kehadiran militer untuk melindungi kepentingan bisnis mereka.
Pasukan AS lalu pindah ke Haiti untuk memadamkan Pemberontakan Kakao pada tahun 1915.
Walau perang telah usai, Angkatan Darat AS tetap tinggal. Sebab mereka diminta berpatroli di jalan-jalan Haiti dan memastikan tidak ada yang keluar dari barisan.
Dan di Honduras, di mana United Fruit Company dan Standard Fruit Company mengkhawatirkan penjualan pisang mereka, Angkatan Darat Amerika beroperasi sepanjang awal abad ke-20.
Kadang-kadang tentara dipanggil untuk menghentikan pemogokan. Terkadang mereka menghentikan revolusi.
Akibatnya, ratusan tentara AS dan ribuan penduduk setempat tewas dalam Perang Pisang.
Pada akhirnya, pemogokan dan revolusi sukses dihentikan dan diakhiri. Dan keuntungan perusahaan tetap dipertahankan.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR