Intisari-online.com - Kudeta pada 1 Februari lalu membuat angkatan bersenjata militer Myanmar, Tatmadaw, menghentikan peran semi-demokrasi yang bertahan puluhan tahun lamanya di negara tersebut.
Kudeta telah mengejutkan dunia tidak hanya dilaksanakan selama pandemi Covid-19 tapi juga karena sejauh mana tampaknya berjalan kontra untuk kepentingan rasional militer.
Meskipun telah terlaksana reformasi politik dan dibukanya ekonomi sejak 2011, militer masih mendapat sedikit porsi kekuasaan.
Seperti draft Konstitusi militer 2008, hal ini melibatkan seperempat kursi Parlemen Gabungan dan kekuasaan di Kementerian Dalam Negeri.
Hal ini berarti militer masih memegang kekuasaan atas personil berseragam, termasuk polisi, departemen pemadam kebakaran dan sipir penjara.
Tatmadaw juga mempertahankan pengaruh signifikan di ekonomi melalui jaringan raksasa ekonomi dan bisnis kroni yang terkait dengan mereka.
Semuanya mendapat keuntungan dari perubahan kepemimpinan dan reformasi ekonomi yang menyertainya.
Dengan kudeta, militer tidak hanya mengasingkan penduduk sipil tetapi juga memotong banyak manfaat yang diperoleh militer dan personelnya dari transisi Myanmar, jauh dari status pariah.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR