Intisari-online.com -Myanmar tengah dalam kondisi mencekam dengan terjadi kudeta militer 1 Februari lalu.
Kudeta yang dipimpin oleh pemimpin militer Jenderal Min Aung Hlaing tersebut menyebabkan kondisi negara dalam status darurat.
Setidaknya dalam setahun mendatang Myanmar akan dalam kondisi demikian.
Internet dan jaringan komunikasi dimatikan oleh militer, sementara presiden terpilih Aung San Suu Kyi ditahan oleh militer Tatmadaw di tempat yang tidak diketahui siapapun.
Aung San Suu Kyi terpilih menjadi presiden Myanmar setelah kemenangannya dan partainya di pemilu Myanmar November 2020 lalu.
Ia membawa pemerintahan demokrasi setelah Myanmar terisolasi oleh dunia karena pemerintahan militer mereka.
Demokrasi berhasil berjaya di Myanmar setelah era Presiden Thein Sein mulai membuka pintu untuk Amerika Serikat.
Semenjak kunjungan Barack Obama di tahun 2012, pemerintahan militer bisa digulingkan sampai akhirnya sejak 2015 demokrasi mulai berpengaruh di Myanmar.
Kemudian partai milik Aung San Suu Kyi, Liga Demokrasi Nasional (NLD) berkuasa sejak saat itu, dan mereka pun melirik China untuk kembali menjadi investor di negara mereka.
Investasi China di Myanmar sempat terhenti setelah Presiden Thein Sein menghentikan proyek pembangunan bendungan Myitsone.
Namun rupanya proyek dua negara kembali dilanjutkan.
Melansir Radio Free Asia, jenderal auditor Myanmar pernah mewanti-wanti pejaabt pemerintah mengenai kelanjutan untuk menggantungkan negara pada pinjaman bunga tinggi dari China.
Hal itu karena Myanmar mulai membayar utang yang dilaksanakan sebelum Aung San Suu Kyi berkuasa, yaitu kala pemerintah masih dipegang oleh militer.
Auditor tersebut khawatir jika utang Myanmar bertambah karena Myanmar sudah menerima pinjaman China dari Belt and Road Initiative.
China menjadi peminjam terbesar Myanmar, dan menjadi mitra perdagangan terbesar serta sumber investasi terbesar Myanmar.
Tahun 2020 lalu, utang nasional Myanmar bernilai 10 miliar Dollar AS, dan 4 miliarnya sendiri meminjam China, seperti dikabarkan Jenderal Auditor Maw Than.
Pemerintah pusat dan daerah sejak saat itu harus membayar total 2 miliar kyats atau sebesar 2.1 juta Dollar AS untuk pinjaman yang digunakan pengembangan daerah selama administrasi presiden Thein Sein (2011-2016).
Kantor auditor memerintahkan uangnya harus dibayarkan pada 8 Juni 2020.
Selanjutnya ia mengatakan "Sebenarnya pinjaman dari China datang dengan nilai bunga lebih tinggi dibandingkan pinjaman dari institusi finansial seperti Bank Dunia atau IMF," ujarnya.
"Sehingga, aku ingin mengingatkan menteri-menteri untuk lebih ketat menggunakan pinjaman China."
DPR Myanmar dan analis mengatakan jika pinjaman China untuk Myanmar telah menjadi hambatan karena negara mereka harus membayar sebanyak 500 juta Dollar AS setiap tahunnya untuk pokok maupun bunganya.
Ironisnya, sebagian besar pinjaman itu datang dari utang 30 tahun berasal dari 1988-2010, saat junta militer memerintah negara dan jatuh temponya sejak tahun 2018.
Bunga dari utang itu tinggi relatif terhadap pinjaman internasional lain, membuat pinjaman itu menjadi hambatan untuk pemerintah yang saat itu menjabat.
Kemudian pada Januari 2020, DPR mendesak pemerintah untuk segera membayar utang China yang berasal dari dekade sebelumnya, yang membawa 4.5% bunga.
Pinjaman itu merupakan pinjaman dengan bunga terbesar di antara negara-negara yang telah meminjamkan uang ke Myanmar.
Tidak ada pilihan
Pemerintah sipil yang dipimpin NLD juga telah meminjam uang dari organisasi internasional yang nantinya akan meminta bayarannya.
Ye Htut yang menjadi menteri informasi selama pemerintahan Thein Sein, mengatakan Myanmar harus mengambil pinjaman China dengan bunga tinggi karena tidak ada pilihan lain.
Saat Myanmar dipegang militer, Myanmar menjadi sasaran sanksi sekonomi yang dilakukan oleh AS tahun 1997 untuk mengisolasi junta militer.
Administrasi Obama melihat hal itu lalu mengangkat sanksi tersebut secara bertahap hingga akhirnya terakhir diangkat pada tahun 2016 dalam rangka menjadi reformasi politik Myanmar.
"Selama masa tenur pemerintahan militer, negara seperti AS, Jepang, Inggris dan Uni Eropa dilarang meminjamkan kami uang," ujar Ye Htut.
"Organisasi seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank juga tidak meminjamkan kami apapun karena tekanan China, sehingga tinggal China saja," ujarnya.
Ahli ekonomi sempat menyarankan pemerintah seharusnya bernegosiasi dengan China untuk dimudahkan pembayarannya karena pandemi Covid-19 yang juga telah melumpuhkan ekonomi negara tersebut.
Proyek BRI
Kemudian, ketika Aung San Suu Kyi dan partainya menjabat, Myanmar terlibat dalam proyek Belt and Road Initiative (BRI).
Artinya mereka melanjutkan mengambil utang baru untuk proyek infrastruktur besar.
Januari 2020 Xi Jinping bertemu dengan pemimpin non-formal Myanmar Aung San Suu Kyi, sepakat mempercepat proyek infrastruktur kunci di bawah BRI, menghasilkan 33 pertukaran surat, protokol dan memorandum untuk memahami semua mengenai perkembangan megaproyek tersebut.
"Pinjaman China sering memiliki tingkat bunga lebih tinggi daripada dari peminjam internasional lain, sehingga kejelasan biaya proyek BRI, kemampuan finansial dan sumber keuangan akan penting untuk memastikan pemerintah Myanmar menghindari hambatan utang yang terlalu tinggi," tulis laporan oleh Institut Transnasional pada November 2019.
Aung Thu Nyein, direktur komunikasi di Institute for Strategy and Policy-Myanmar, mengatakan pinjaman yang diberikan China lewat BRI membuat situasi lebih buruk.
"Pinjaman China kini disebut sebagai jebakan utang, terutama dengan China ingin menyelesaikan proyek BRI," ujarnya.
"Dana untuk proyek ini telah berubah menjadi utang."
Belajar dari utang junta militer sebelumnya, ada kekhawatiran jika utang BRI akan berakumulasi seiring berjalannya waktu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini