Inilah 12 Fakta Perjuangan Demokrasi Aung San Suu Kyi Capai Pucuk Pimpinan Myanmar Hingga Kembali Ditahan oleh Militer

K. Tatik Wardayati

Penulis

Inilah fakta perjuangan demokrasi Aung San Suu Kyi mencapai pucuk pimpinan Myanmar hingga kembali ditahan oleh militer.

Intisari-Online.com – Siapa pun mengenal wanita perkasa Aung San Suu Kyi yang berjuang untuk Myanmar, bahkan memperoleh hadiah Nobel Perdamaian.

Butuh perjuangan panjang hingga Aung San Suu Kyi dapat menempati pucuk pimpinan tertinggi di Myanmar.

Namun, rupanya militer gerah dengan sepak terjangnya, hingga akhirnya kembali menahan Aung San Suu Kyi.

Militer Myanmar dilaporkan telah menahan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, pada dini hari Senin (1/2/2021).

Baca Juga: Pemerintahan Myanmar Dijatuhkan hingga Dibekukan oleh Pasukan Militernya Sendiri, Aung San Suu Kyi Ternyata Sudah Bolak-balik Jadi Tahanan Rumah Selama 15 Tahun

Tak hanya Suu Kyi, Reuters melaporkan sejumlah tokoh senior dari Partai National League for Democracy ( NLD) ditangkap dalam sebuah penggerebekan dini hari tersebut.

Sebelumnya, pemilihan parlemen November 2020 menunjukkan partainya yang berkuasa, Liga Nasional Demokrasi (NLD), memenangkan mayoritas kursi parlemen.

Reuters melaporkan survei oleh pengawas pemilu Aliansi Rakyat untuk Pemilu yang Kredibel pada 2020, menemukan bahwa 79 persen orang percaya pada Suu Kyi. Capaian itu naik dari 70 persen tahun sebelumnya.

Artinya dia masih dicintai dan dihormati sebagai "The Lady" oleh masyarakat Myanmar.

Baca Juga: Digaungkan Menjadi Pemimpin Myanmar yang Luhur, Putri Proklamator Myanmar Ini Dianggap Pakar Telah Gagal Baik Sebagai Aktivis HAM Maupun Politisi, Inilah Sebabnya

Suu Kyi memiliki sejarah panjang dalam politik Myanmar. Dia merupakan aktivis hak asasi manusia yang membawa Myanmar ke jalur demokrasi.

Wanita berusia 75 tahun ini naik ke tampuk kekuasaan setelah menang telak dalam pemilihan umum 2015.

Dia kemudian membentuk pemerintahan sipil pertama Myanmar setelah setengah abad berada di bawah kepemimpinan militer.

Berikut beberapa fakta tokoh demokrasi Myanmar yang kini kembali di bui tersebut:

1. Putri pahlawan kemerdekaan Suu Kyi

Ayah Suu Kyi yang dibunuh ketika dia berusia dua tahun, sebagai pahlawan kemerdekaan Myanmar.

Suu Kyi menghabiskan sebagian besar masa mudanya di luar negeri.

Di Universitas Oxford, dia bertemu dengan akademisi Inggris Michael Aris, yang akan menjadi suaminya. Mereka memiliki dua putra dan menetap di Oxford.

Baca Juga: DosaAung San Suu Kyi, Biarkan Etnis Rohingya Jadi Korban Genosida hingga Masalah Pemilu, Buat Myanmar Jatuh di Bawah Kendali Militer, Tapi Justru Amerika yang 'Kepanasan'

2. Kembali ke tanah air

Pada 1988, Suu Kyi kembali ke Yangon untuk merawat ibunya yang sekarat.

Di sana, dia terseret dalam protes yang dipimpin mahasiswa terhadap militer, yang telah berkuasa sejak kudeta 1962.

3. Seorang pembicara publik yang fasih

Dengan keterampilannya berbicara di publik, Suu Kyi menjadi kandidat kuat untuk memimpin gerakan.

Tetapi protes dihancurkan oleh militer, para pemimpinnya terbunuh dan dipenjara.

Dia pun dipenjara di rumah keluarganya di tepi danau. Disana dia menjalani tahanan rumah sampai 2010.

4. Memimpin kampanye demokrasi

Suu Kyi membuat keputusan untuk tetap berada di Myanmar. Dia memimpin kampanye demokrasi.

Baca Juga: Memanas, Aung San Suu Kyi Ditangkap oleh Militer yang Menuduh Hasil Pemilu Myanmar November 2020 Dicurangi

Meskipun militer menjelaskan bahwa dia boleh “pergi”, dia khawatir dia tidak akan diizinkan kembali.

5. Penerima nobel perdamaian

Dia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991 atas perjuangan demokrasi di Myanmar.

Penghargaan itu diterima oleh putra tertuanya Alexander atas namanya.

6. Mendorong awal demokrasi

Pada Agustus 2011, Suu Kyi mengadakan pertemuan pertamanya dengan Presiden Thein Sein, mantan jenderal dan kepala pemerintahan semi-sipil.

Tahap ini menandai dimulainya periode pragmatis keterlibatan dengan pemerintah militer sebelumnya.

7. Kemenangan pemilihan umum

Pada 2015, dia maju ke puncak kekuasaan dalam pemilihan umum dengan platform untuk mengakhiri perang saudara.

Baca Juga: Kenapa Komite Nobel Tak Bisa Mencabut Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi?

Suu Kyi mengumpulkan investasi asing, dan mengurangi peran tentara dalam politik.

Dia juga berjanji kepada sekutu Barat akan mengatasi penderitaan orang-orang Muslim Rohingya, dengan membentuk komisi penasihat yang dipimpin oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan.

8. Masalah Rohingya

Sehari setelah laporan Annan dirilis pada Agustus 2017, mendorong perubahan besar-besaran, militan Rohingya menyerang pasukan keamanan di Negara Bagian Rakhine.

Tanggapan militer Myanmar menimbulkan insiden pembakaran ratusan desa dan pembunuhan.

Komisaris tinggi hak asasi manusia PBB menyebut insiden ini sebagai "contoh buku teks pembersihan etnis".

9. “Penegakan hukum” di Rakhine

Suu Kyi menyalahkan "teroris" atas "gunung es informasi yang salah" tentang krisis itu.

Menurutnya militer menjalankan "aturan hukum". Dalam pidato September 2017 kepada bangsa itu, dia tampak bingung tentang eksodus yang terjadi.

Baca Juga: Soal Rohingya, Aung San Suu Kyi Salahkan ‘Teroris’ dan ‘Gunung Besar Informasi Palsu’

Dia bahkan mengatakan: "Kami ingin tahu mengapa mereka pergi".

10. Tuduhan genosida

Dia pergi ke Den Haag pada 2019 untuk menghadapi tuduhan genosida yang diajukan terhadap Myanmar di Mahkamah Internasional di Den Haag.

Dia mengakui kemungkinan kejahatan perang telah dilakukan tetapi membingkai tindakan keras itu sebagai operasi militer yang sah terhadap teroris.

11. Pemilu 2020

Komisi Pemilihan Umum Myanmar menyatakan NLD yang dipimpin Suu Kyi memenangkan mayoritas kursi parlemen dalam pemilihan umum November 2020.

NLD mengatakan akan berusaha membentuk pemerintahan persatuan nasional.

Namun hasil pemilu ditolak oleh pihak militer yang menuding adanya penyimpangan besar-besaran dalam proses demokrasi itu.

Baca Juga: Inilah Formula 4+1 untuk Konflik Rohingya yang Diusulkan Menteri Retno saat Bertemu dengan Aung San Suu Kyi

12. Ditahan dalam kudeta

Setelah berminggu-minggu perselisihan tentang hasil pemilu yang melibatkan militer.

Pada 1 Februari dini hari, Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan tokoh senior lainnya dari partai berkuasa ditahan.

Pihak militer kemudian menyatakan mengambil alih kekuasaan Myanmar dalam keadaan darurat hingga satu tahun ke depan. (Bernadette Aderi Puspaningrum) Baca Juga: Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi: Aung San Suu Kyi Tak Pantas Menerima Nobel Perdamaian

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait