Intisari-online.com -Kudeta militer Myanmar memasuki era baru di mana banyak negara mulai dipengaruhi oleh kondisi di negara Pagoda Emas tersebut.
Bukan hanya negara Barat dan China, India pun juga merasakan dampak pasti dari penggulingan pemerintahan ini.
Mengutip Times of India, beberapa hari setelah Myanmar dikuasai militer, India justru tidak sepakat dengan usulan sanksi oleh negara Barat.
Hal tersebut mereka sampaikan dalam diskusi tertutup di Dewan Keamanan PBB.
Sampai saat ini belum ada pernyataan resmi mengenai diskusi tersebut, hal ini karena China dan Rusia tidak mendukung diskusi itu.
Rupanya India merasakan kesulitan yang sama dengan Myanmar, yaitu ingin demokrasi terbangun tapi keamanan dan pembangunan bisa tetap terjamin.
India juga memiliki aktivitas di Rakhine, tempat mereka membangun pelabuhan Sittwe dan rumah bagi Rohingya.
Meski begitu belum ada komunikasi antara New Delhi dan militer Myanmar, Tatmadaw sejak kudeta Senin kemarin.
AS telah menyebut aksi itu sebagai kudeta, menyebabkan kemungkinan sanksi-sanksi akan turun.
Mengingat saat militer memegang Myanmar dan sanksi diberikan dunia kepada mereka, sudah jelas jika sanksi tidak bekerja maksimal, terutama karena Myanmar memang menikmati isolasi.
Justru sanksi bisa mendorong Myanmar dekat ke China.
Diyakini bahwa salah satu alasan militer membuka kemungkinan demokrasi di tahun 2010-2011 adalah untuk mengurangi ketergantungan dengan China.
Rusia dan China telah mengambil langkah non-komitmen terhadap kudeta itu, sementara ASEAN memanggil Myanmar untuk dialog, rekonsiliasi dan kembali ke normal.
Jepang menyebut hal itu sebagai kudeta tapi Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato menyebutkan akan melanjutkan bantuan ekonomi dan mengatakan, "Kami akan mempertimbangkan tanggung jawab kami sembari kami tetap menonton situasinya."
Negara Barat termasuk Australia dan AS telah menyuarakan pernyatana keras dengan ancaman sanksi.
India sendiri punya beberapa alasan sendiri untuk tetap berhubungan dengan Myanmar.
Saat ini banyak kelompok pemberontak menemukan tempat berlindung di Myanmar.
India oleh sebab itu memerlukan bantuan Myanmar untuk melawan mereka.
Lebih penting lagi, India perlu membuat Myanmar memihak mereka agar tidak memihak China.
India akan mengajukan narasi jika China-lah penyokong dana untuk Tentara Arakan atau ARSA, kelompok militan yang bergerak untuk mensejahterakan Rohingya sekaligus menggulingkan militer Myanmar.
ARSA dibiayai China juga karena mereka menarget proyek Kaladan milik India, sampai-sampai pasukan itu menculik beberapa personil mereka.
Paling penting, India ingin Myanmar melawan ancaman keamanan terbesar: dukungan China dengan senjata kepada tentara Wa, yang melemahkan pasukannya (Myanmar), serta membantu mempersenjatai kelompok pemberontak lainnya di Myanmar dan India.
Sejarawan Myanmar, Thant Myint U, menyebutkan dalam cuitannya, "Jenderal Myanmar telah selalu termotivasi oleh kekuatan bukan kekayaan….visi mereka adalah nasionalisme dan impian mereka adalah mengakhiri perang sipil Myanmar yang sudah berlangsung 75 tahun.
"Pendekatan efektif internasional apapun akan perlu memahami keunikan psikologi dari elit politik Myanmar, dibentuk dari berpuluh-puluh tahun kekerasan, isolasi, kemiskinan dan tekanan seperti halnya masyarakat konservatif Budha yang mendukung hierarki."
Bagi India, hubungan dengan Myanmar itu penting.
Bukan tanpa alasan Menteri Luar Negeri Harsh Shringla pergi ke NayPyiDaw bersama kepala militer Jenderal MM Naravane Oktober lalu.
New Delhi mengenali pentingnya mempertahankan hubungan dua pihak, mengakui keunggulan militer dalam hubungan Myanmar.
Faktanya banyak pengamat Myanmar di India tidak terkejut dengan kudeta.
Setelah pemilu November lalu, banyak yang mendeteksi ketegangan di antara militer, ada bau-bau jika kepemimpinan sipil Aung San Suu Kyi akan menghapus peran militer.
Mantan sekretaris tetap Kementerian Luar Negeri Singapura, Bilahari Kausikan, mengatakan, "Seiring dengan perkembangan di Myanmar berlanjut, perlu bagi AS dan ASEAN tidak lupa jika pihak luar tidak punya banyak peran di Myanmar dan masa depan Myanmar berada di tangan mereka sendiri."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini