Advertorial
Intisari-Online.com – Pihak militer Myanmar mengumumkan pemerintahan darurat selama satu tahun untuk menjaga stabilitas negara, setelah mereka mengambil pemerintahan dari Aung San Suu Kyi.
Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi bersama sejumlah tokoh senior Partai National League for Democracy (NLD) ditangkap dalam sebuah penggerebekan, Senin (1/2/2021).
Penangkapan tersebut terjadi setelah meningkatnya ketegangan antara pemerintahan sipil dengan militer dalam beberapa hari terakhir.
Ada baiknya kita mengenal tentang masa lalu negara Myanmar, dari nama sebelumnya Burma, dan dari penghuni awalnya, Pyu pada tahun 849.
Myanmar, memiliki sejarah yang panjang dan diselingi dengan traumatis.
Letak Myanmar berbatasan dengan Thailand, China, Bangladesh, Laos, dan India Timur Laut di utara dan timurnya, dengan bentangan garis pantai yang panjang di sebelah barat yang berbatasan dengan Teluk Benggala dan Laut Andaman.
Meskipun ada tanda-tanda budaya yang sudah ada sejak 11.000 SM, dengan temuan perkakas batu, hewan peliharaan dan juga mengikuti bukti dari zaman perunggu dan zaman besi hingga 200 SM.
Penghuni pertama yang tercatat adalah Pyu (tiba di Yunnan pada abad ke-2 SM), yang berasal dari Qinghai dan Gansu (China) saat ini.
Mereka mendirikan jalur perdagangan antara China dan India, juga memperkenalkan agama Buddha ke daerah itu dari India Selatan.
Mereka mendirikan negara bagian tengah kota Burma, sekitar 18 negara bagian di lembah Irrawaddy.
Menurut catatan Tiongkok awal, mereka adalah orang-orang damai yang mengenakan sutra katun, bukan sutra murni, jadi mereka tidak membahayakan ulat sutra.
Suku Pyu menjadi bagian wilayah tersebut sampai bergabung dengan kerajaan Pagan Burman pada abad ke-11.
Dinasti Pagan hingga Kerajaan Taungoo (849 - 1752)
Burma bergabung dengan serangan kecil di negara bagian Pyu dengan Nanzhao, dan tetap di Burma bagian atas, mendirikan pemukiman strategis kecil di sekitar Sungai Chindwin di lembah Irrawaddy pada pertengahan abad ke-9.
Selama beberapa ratus tahun berikutnya, permukiman ini tumbuh, sehingga Nanzhao menjadi bagian dari daerah dengan konflik minimum.
Kerajaan Pagan berdiri pada 1044 dengan raja baru, Anawrahta Minsaw, menyatukan beberap akerajaan menjadi satu kerajaan dalam waktu 30 tahun.
Pada abad ke-12, Pagan menjadi kekuatan di Asia Tenggara bersama Kekaisaran Khmer, Dinasti Song di China, dan Dinasti Choa di India.
Anawrahta, sebagai Bapak Burma, bertanggap jawab mengembangkan fondasi sosial, agama, dan ekonomi Burma.
Namun, pada 1277, bangsa Mongol menyerang dan melemahkan daerah tersebut dan pada 1297 Kerajaan Myinsaing, yang berhasil melawan invasi Mongol, mengambil alih.
Kerajaan Myinsaing berumur pendek, dan daerah itu dibagi menjadi empat kerajaan kecil: Ava, Hanthawaddy, Negara Bagian Shan, dan Arakan.
Hingga tahun 1599, negara itu dipersatukan kembali sebagai Kerajaan Taunggo yang Dipulihkan (mencakup beberapa wilayah di Thailand dan China saat ini)
Raja saat itu, Thalun, membangun kembali negara yang kacau dan memerintahkan sensus pertama pada tahun 1635, memperkenalkan sistem hukum dan politik, serta menunjuk jabatan gubernur di lembah Irrawaddy.
Stabilitas ini menciptakan ekonomi makmur hingga hampir satu abad, kerajaan damai hingga abad ke-17.
Saat kekacauan: Dinasti Konbaung (1752 - 1885)
Setelah jatuhnya Taungoo, Kerajaan Hanthawaddy yang Dipulihkan dihadapkan dengan dinasti baru di Shwebo, dinasti Konbaung yang militer.
Raja Alaungpaya, pemimpin Kongbaung, melanjutkan untuk menyingkirkan Hanthawaddy, dan menyatukan kembali Burma, menjadikan kerajaan terbesar dalam sejarah.
Kemudian terjadi serangkaian perang dengan Siam dan China, sebelum beralih ke barat untuk memperluas kekaisaran.
Perang Anglo-Burma
Dengan China menjadi kekuatan di timur, Siam mendapatkan lebih banyak wilayah di tenggara, Raja Bodawpaya (putra keempat Alaungpaya), memutuskan melebarkan invasi ke barat.
Ia berhasil menaklukkan Arakan, Manipur dan Assam, yang sekarang berbatasan dengan British India.
Tahun 1819, Raja Bagyidaw (cucu Bodawpaya) melawan pemberontakan di Manipur, yang dipicu oleh Inggris yang melindungi wilayah perbatasan India.
Menyebabkan serangkaian Perang Anglo-Burma tahun 1824 dan 1886.
Berakhir dengan kendali Burma oleh Kerajaan Inggris, Burma Atas dan seluruh negara menjadi provinsi India dibawah kendali Inggris.
Inggris menamai koloni barunya “Burma”, sebagai kelompok budaya terbesar, dan “Birmania” oleh Portugis yang diadopsi oleh Inggris.
Meskipun ada perlawanan terus-menerus, Burma tidak melihat kemerdekaan lagi selama lebih dari 60 tahun hingga setelah Perang Dunia II.
Perang Dunia II - Pendudukan Jepang dan Pemberontakan Komunis
Kekacauan Perang Dunia, membuat pilihan tak terduga bagi rakyat Burma.
Beberapa percaya bahwa membantu Inggris dapat ditukar dengan kemerdekaan negara, sementara yang lain ingin menghindari perang.
Aung San, salah satu pendiri Partai Komunis Burma dan lainnya dalam gerakan yang dikenal sebagai Thakins.
Aung san menjadi tokoh kunci di masa depan Burma, bekerja dengan beberapa kelompok seperti biksu yang aktif politik dan Partai Orang Miskin Ba Maw, Blok Kebebasan, dan Tentara Kemerdekaan Burma (BIA).
BIA didirikan untuk melawan invasi Jepang ke Burma pada tahun 1942 dan membentuk pemerintahan sementara di beberapa daerah.
Jepang pun melakukan pemberontakan politik di Burma , lalu bersama Ba Maw dan Aung San, menciptakan Tentara Pertahanan Burma (BDA) dari BIA, dengan janji kemerdekaan setelah perang.
Nyatanya, kemerdekaan itu tidak akan pernah benar-benar terjadi.
Beberapa pemimpin Komunis dan Sosialis kemudian membentuk Organisasi Anti-Fasis pada bulan Agustus 1944, yang membuat fasisme sebagai musuh utama dan mengajak kerjasama Sekutu dan Inggris untuk melawan Jepang.
Aliansi tersebut mengakibatkan Jepang diusir dari Burma pada Mei 1945, dan pasukan dilucuti setelah konferensi Kandy di Ceylon (sekarang Sri Lanka) pada September 1945.
Selama pendudukan Jepang, 170.000 - 250.000 warga sipil tewas.
Pasca Perang - Kemerdekaan Burma
Setelah perang, Aung San terus menjadi penting bagi masa depan Burma, dan kemerdekaan dari Inggris dijanjikan dengan penandatanganan Perjanjian Aung San-Attlee pada 27 Januari 1947.
Sayangnya, U Saw, Perdana Menteri konservatif sebelum perang Burma, dan beberapa dari kabinetnya dibunuh pada akhir tahun itu.
Kemerdekaan akhirnya membuahkan hasil pada 4 Januari 1948 yang dilakukan oleh pemimpin Sosiali, Thakin Nu.
Baru-baru ini – Burma Merdeka dan Negara Sosialis Ne Win
Antara 1948 dan 1962, Burma mulai membangun kekuatan ekonomi.
Namun, mulai terjadi ketidakstabilan politik di Burma, kemenangan Komunis di China pada 1949, dan wilayah utara Burma pun terpengaruh.
Situasi pun ditenangkan sementara oleh pemerintahan sementara Ne Win, yang melakukan pemilihan umum baru tahun 1960.
Ne Win pun kemudian melancarkan kudeta, menangkap beberapa pemipin, dan mengatur visinya tentang negara Sosialis.
Protes mahasiswa yang damai di Universitas Rangoon terjadi pada 1962, lebih dari 100 siswa terbunuh ketika militer turun tangan, inilah titik awal periode kerusuhan dan ketidakpastian.
Ne Win dengan cepat mendirikan negara Sosialis idealnya, mengisolasinya dari seluruh dunia, membangun sistem satu partai dan perdagangan dan industri yang dinasionalisasi.
Pemberontakan 8888 (08/08/88)
Meskipun pensiun sebagai presiden pada 1981, Ne Win tetap berkuasa hingga tahun 1988.
Perekonomian mulai tumbuh kembali karena pemerintah mulai menerima banyak bantuan asing, tetapi jatuhnya harga komoditas dan meningkatnya utang nasional, menyebabkan demonetisasi uang kertas khusus yang menghapus simpanan sebagian besar penduduk Burma.
Kerusuhan terjadi di seluruh negeri, hingga militer mengambil alih dan mengabaikan konstitusi yang mendukung darurat militer.
Pemberontakan 8888 (08/08/88) dimulai dengan orang-orang di seluruh negeri melakukan protes atas nama pro-demokrasi.
Di antara kekacauan itu, putri Aung San (yang telah berbuat banyak atas nama kemerdekaan dan kebebasan), Aung San Suu Kyi, muncul sebagai pemimpin, memohon bantuan untuk mengakhiri protes dan kematian.
Pemerintah yang dikendalikan militer mengubah Burma menjadi Myanmar pada tahun 1989, mengakhiri negara Sosialis dan melupakan masa lalu.
Nama tersebut mengacu pada nama resmi negara dalam bahasa Burma "Myanma" yang berasal dari Mranma, nama yang diberikan oleh Bamas ketika pertama kali tiba dari Sungai Irrawaddy pada abad ke-9.
Ini dimaksudkan untuk menjadi nama yang lebih inklusif untuk kelompok etnis lainnya di negara itu, karena tidak hanya orang Burma yang tinggal di Burma.
Tahun 1990, Liga Nasional untuk Demokari (NLD) mengalahkan Partai Persatuan Nasional (NUP) dengan 90% suara dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.
Tapi, militer menahan Aung San Suu Kyi sebagai tahanan rumah, ia memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991.
Aung San Suu Kyi tetap menjalankan tahanan rumah hingga 1995, meski Jenderal Than Shwe digantikan Saw Maung.
Ketegangan berlanjut hingga membuat Aung San Suu Kyi kembali menjadi tahanan rumah dari September 2000 hingga Mei 2002.
Reformasi demokrasi Myanmar (2011-2016) masih berlangsung, termasuk pembebasan Suu Kyi, pembentukan amnesti, Komisi Hak Asasi Manusia untuk lebih dari 200 tahanan politik, pembebasan kendali media dan pers serta peraturan mata uang.
Pada pemilihan sela 2012, partai Suu Kyi (Liga Nasional untuk Demokrasi) memenangkan 41 dari 44 kursi, termasuk kursinya sendiri di Parlemen Burma.
Dalam pemilihan umum 2015, NLD memenangkan mayoritas kursi di parlemen Burma, memastikan bahwa kandidatnya akan menjadi presiden.
Namun, Aung San Suu Kyi secara konstitusional dilarang menjadi presiden.
Tahun 2016 pendampingnya yang tepercaya dan setia Htin Kyaw dinominasikan untuk menjadi presiden non-militer pertama negara itu sejak 1962, dengan Aung San Suu Kyi menjadi Penasihat Negara (mirip dengan posisi Perdana Menteri).
Kisah berlanjut hingga kemudian Aung San Suu Kyi ditahan oleh militer pada Senin (1/2/2021).
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari