Intisari-Online.com - Awal pekan ini, beberapa lembaga survei mengungkapkan hasil temuan data dari responden mengenai survei calon presiden (capres) 2024.
Adapun lembaga survei ini di antaranya Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Parameter Politik.
Menariknya adalah, nama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto muncul di dua hasil survei dan menduduki posisi teratas sebagai kandidat capres.
Terlepas dari temuan data ini, tahukan Anda bahwa Prabowo Subianto merupakan orang yang ikut berperan penting dalam menumpaskan konflik Indonesia dengan Timor Leste di masa lalu.
Timor Leste, yang dulu masih bernama Timor Timur, seketika mencekam karena munculnya banyak kelompok bersenjata yang ingin menyerang TNI.
Saat Timor Timur masih bergabung sebagai salah satu provinsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sejumlah gangguan keamanan dilancarkan oleh kelompok bersenjata yang bertujuan ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Salah satu kelompok yang ingin mendapatkan kemerdekaan bagi Timor Timur adalah Fretilin.
Pemimpin kelompok itu menyerukan anggotanya untuk menyerang prajurit TNi, yang ketika itu masih bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Dilansir dari buku 'Jenderal M Jusuf Panglima Para Prajurit' karya Atmadji Sumarkidjo, Prabowo Subianto beserta pasukannya dikerahkan setelah TNI menerjunkan pasukan gabungan yang dinamai Batalyon Parikesit.
Prabowo Subianto beserta pasukannya diterjunkan untuk membantu misi pasukan gabungan Yon Parikesit yang berisikan prajurit dari kesatuan elit macam Kopassandha (Kopassus), Marinir serta Kopasgat (Paskhas)
Prabowo Subianto beserta pasukannya sempat diterjunkan untuk memburu presiden Fretilin, Nicolao Lobato.
"Tangkap Nicolao Lobato, hidup atau mati!" tegas panglima kepada Kolonel Dading Kalbuadi selaku komandan operasi Seroja.
Baca Juga: Sejarah Timor Leste Pernah Jadi Bagian Wilayah RI, Ini Jejak-jejak Indonesia di Bumi Lorosae
Konsep perburuan Yon Parikesit menggunakan taktik Mobile Udara (Mobud) dimana pasukan akan diterjunkan menggunakan helikopter melalui tali (fast ropping) di titik pendaratan.
Debut pertempuran Yon Parikesit terjadi di wilayah Laklobar dan Soibada.
Di sana tim berhadapan dengan pasukan pengawal Lobato.
Pasukan elit Nanggala-28 pimpinan Kapten Prabowo Subianto diterjunakn bersamaan dengan Kompi Yonif Linud 700 Kodam XIV, satu kompi Yonif Linud 401 Banteng Raiders dan Batalyon 744 Somodok pimpinan Mayor Yunus Yosfiah.
30 Desember 1978, Kapten Prabowo melapor pada Mayor Yusuf Yosfiah jika anggotanya ada yang memergoki pergerakan sejumlah besar pasukan Fretilin ke arah Selatan.
Hal ini dinilai janggal karena Fretilin amat jarang mengerahkan pasukan besar yang bergerak bersama-sama, dugaan kuat pasti Lobato ada ditengah-tengah mereka.
Laporan ini lantas diteruskan kepada Kolonel Sahala Radjagukguk yang berada di lapangan untuk memperketat pengepungan kepada pasukan Lobato.
Kapten Prabowo juga diberi tugas mengkoordinasikan pengepungan dengan seluruh kekuatan yang ada.
Nanggala-28 pimpinan Prabowo Subianto kemudian meluncur ke lokasi pengepungan dan langsung menghujani Lobato dan pasukannya dengan timah panas.
Adu tembak silih berganti antar kedua belah pihak, sengit, semerbak bau mesiu dimana-mana.
Sejumlah pengawal Lobato tewas, namun presiden Fretilin itu tak mau menyerah.
Ia mencoba melarikan diri bersama sisa pengawalnnya.
Pelariannya berhasil dicegat oleh Yon 744 Somodok pada 31 Desember 1978.
Pertempuran jarak dekat terjadi antara Yon 744 Somodok dan pasukan Lobato.
Dikutip dari buku 'Timor Timur The Untold Story' karya Kiki Syahnakri, pelarian Lobato berakhir setelah ia ditembak oleh Sertu Jacobus Maradebo, seorang prajurit ABRI asli Timor Timur tepat di dadanya.
Panglima TNI M Jusuf melapor ke Presiden Soeharto jika pentolan utama Nicolao Lobato berhasil dieliminasi usai dipastikan tewas.
(*)