Advertorial
Intisari-Online.com -Sejarah Timor Leste penuh dengan pertempuran, termasuk jadi medan pertempuran selama Perang Dunia II (PD II) dan invasi oleh Indonesia.
Di masa Perang Dunia II, terjadi pertempuran antara pasukan Jepang dan sekutu. Pasukan sekutu terutama dari Australia, Inggris Raya, dan Hindia Belanda.
Serangan pasukan Jepang pada awal tahun 1942 ditanggapi oleh perlawanan pasukan kecil personel militer sekutu yang dikenal sebagai Sparrow Force.
Dalam pertempuran itu, penduduk lokal ikut membantu pasukan sekutu menghadapi gempuran Jepang.
Bahkan, ketika pasukan sekutu dievakuasi yang menandai berakhirnya kehadiran mereka di Pulau Timor dan kemenangan Jepang, beberapa orang Timor melanjutkan kampanye perlawanan.
Namun, bantuan mereka harus dibayar dengan mahal ketika Jepang berkuasa di wilayah itu sejak 1943. Puluhan ribu warga sipil Timor tewas akibat pendudukan Jepang, yang berlangsung hingga akhir perang pada tahun 1945.
Meski akhirnya menang, Jepang menghadapi perlawanan sengit, bahkan pasukan Jepang harus menjelajah semakin jauh ke pedalaman.
Serangkaian terowongan digali untuk digunakan sebagai tempat berlindung pasukan Jepang di sebuah kota sepi di Timor Leste, Venilale.
Melansir atlasobscura.com, Venilale berada di di pedalaman Timor Leste yang terkenal dengan cuacanya yang sejuk.
Di masa kolonialnya, kota ini adalah tujuan utama para pemukim Portugis yang ingin melarikan diri dari panas.
Di pinggiran Venilale inilah terdapat serangkaian terowongan yang kaya akan sejarah Perang Dunia II.
Ketika Jepang menyerang, ia melakukannya dengan intensitas dan jumlah pasukan yang tidak terduga.
Meski begitu, dikatakan Jepang membutuhkan waktu selama enam bulan untuk menguasai pulau itu.
Mereka harus menjelajah semakin jauh ke pedalaman, dan Venilale menjadi benteng pertahanan Jepang.
Pada saat itulah serangkaian terowongan digali untuk digunakan sebagai tempat berlindung.
Rupanya, cerita tentang terowongan di Venilale yang dibangun Jepang itu tak berhenti hanya sampai pendudukan jepang Berakhir. Tempat ini menorehkan sejarah lainnya.
Berlanjut ke tahun 1974, ketika Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente (biasa disebut sebagai FRETILIN) didirikan, saat itu Timor Timur masih menjadi wilayah Portugis setelah kekalahan Jepang dalam PD II.
Sementara FRETILIN adalah gerakan pro-kemerdekaan yang anggotanya adalah pejuang kemerdekaan yang mengadopsi pendekatan perang gerilya untuk memperoleh kemerdekaan bagi Timor Timur.
Pada tahun 1975, segera setelah Timor Timur merdeka dari Portugis, giliran pasukan Indonesia menyerbu.
Dalam perjuangan mereka melawan pasukan Indonesia, pejuang FRETILIN ternyata juga menggunakan terowongan Venilale sebagai tempat persembunyian.
Bagaimanapun terowongan itu merupakan pengingat penjajahan panjang dan berdarah selama Jepang berkuasa, namun kemudian menjadi instrumen pencapaian kemerdekaan Timor Leste.
Venilale sendiri berjarak 30 km di selatan Baucau, pemukiman paling luas di daerah tersebut.
Cara terbaik untuk mencapai kota itu adalah dengan transportasi pribadi.
Dikatakan, jalan menuju ke sana bergelombang dan banyak ruas yang tidak beraspal, namun mobil atau motor biasa bisa melaju dengan mudah.
Terowongan bersejarah bagi Timor Leste itu tidak dipasang tanda, tetapi cukup mudah ditemukan.
Kini, subdistrik di Baucau tersebut menjadi salah satu destinasi wisata di Timor Leste.
Selain terowongan, di Venilale ada bangunan-bangunan peninggalan Jepang lainnya.
Sementara itu distrik Baucau digambarkan sebagai 'tampak seperti dua kota yang terpisah'.
Di Kota Tua, dapat ditemukan arsitektur kolonial Portugis sementara Kota Baru menampung bangunan-bangunan baru dengan pengaruh Indonesia.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari