Advertorial

Sejarah Timor Leste: Ditinggalkan Portugis Justru Terjadi Perang Saudara, Bumi Lorosae Terpecah Belah, Salah Satunya Ingin Bergabung dengan Indonesia

Khaerunisa

Editor

Sejarah Timor Leste tak lepas dari perang saudara yang diwarnai pertumahan darah. Dipicu adanya keinginan yang berbeda-beda
Sejarah Timor Leste tak lepas dari perang saudara yang diwarnai pertumahan darah. Dipicu adanya keinginan yang berbeda-beda

Intisari-Online.com - Sejarah Timor Leste tak lepas dari perang saudara yang diwarnai pertumahan darah.

Perang saudara yang terjadi di Bumi Lorosae dipicu adanya keinginan yang berbeda-beda untuk masa depan Timor Leste dari masing-masing kelompok.

Saat Portugis mulai meninggalkan Timor Leste, berdiri partai-partai politik di Timor Leste.

Di antaranya FRETILIN, UDT, APODETI, TRABALHISTA, dan KOTA.

Baca Juga: Saksi Sejarah Timor Leste ketika Diinvasi Indonesia, Inilah Bella Galhos, Pemberontak Timor Leste yang Selamat Berkat Jadi Agen Ganda, Kabur dari Tanah Kelahirannya Lalu Lakukan Hal Ini

Masing-masing partai tersebut mengusung tujuan yang berbeda untuk masa depan Timor Leste. FRETILIN, UDT, DAN APODETI merupakan tiga partai terbesar.

FRETILIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) menginginkan Timor Timur merdeka sebagai sebuah negara berdaulat.

UDT (Uniao Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur tetap berada di bawah kekuasaan Portugal.

APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia.

Baca Juga: Pantas Saja China Mencak-mencak Saat Amerika Lakukan Tindakan pada Kudeta Myanmar, Rupanya Negeri Panda akan Dirugikan Hal Ini

Sementara, dua partai kecil lainnya, KOTA (Klibur Oan Timor Aswain) menginginkan pemerintahan tradisional yang fokus pada kepemimpinan lokal.

Sedangkan TRABALHISTA yang didukung oleh komunitas Tionghoa dan Arab hanya menginginkan perubahan yang terkendali.

Kerusuhan dan pertumbahan darah pun merebak ke seluruh Timor Timur karena persaingan partai-partai tersebut.

Dari sisi kekuatan senjata, FRETILIN merupakan fraksi yang terkuat sebab mendapat dukungan dari pasukan pribumi militer Timor Portugis.

Baca Juga: Saking Kotornya Militer Myanmar, Berbisnis di Negeri Pagoda Emas Dijamin Ambyar Jika Tak Menggandeng Militer

Pasukan FRETILIN memberikan perlawanan yang hebat baik terhadap pasukan UDT maupun pasukan APODETI.

Kemudian, UDT akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tujuan utamanya mempertahankan Timor Timur berada di bawah Portugal dan bersatu dengan APODETI untuk menghadapi FRETILIN.

FRETILIN membantai puluhan ribu rakyat yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia termasuk beberapa tokoh APODETI.

Di tengah kerusuhan yang terjadi, Gubernur Timor Portugis waktu itu (gubernur terakhir), Mario Lemos Pires pun mengevakuasi sebagian besar pasukan Portugis ke Pulau Atauro.

Baca Juga: Membelot dari Korea Utara, Mantan Duta Besar Ini Ungkap Kim Jong-un Takkan Pernah Hentikan Program Nuklir untuk Tundukkan Amerika

FRETILIN pada akhirnya dapat mendeklarasikan kemerdekaan Timor Timur secara sepihak pada tanggal 28 November 1975, dan menyebutnya Republik Demokratik Timor Leste.

Meski kemerdekaan tersebut tak bertahan lama, karena hanya kurang lebih satu minggu kemudian, pasukan Indonesia datang menginvasi Bumi Lorosae.

Sebelum pasukan Indonesia datang, bahkan partai lawan FRETILIN juga masih sempat menunjukkan perlawanannya.

Mereka mengadakan proklamasi tandingan yang dikenal sebagai Deklarasi Balibo.

Baca Juga: Padahal Tak Akui Israel, Bangladesh Diam-diam Beli Peralatan Sadap Buatan Israel untuk Mata-matai Rakyatnya, Rupanya Begini Cara Mereka Membelinya

Deklarasi tersebut dikumandangkan pada tanggal 30 November 1975 di Balibo, menyatakan bahwa Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia.

Naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh Arnaldo dos Reis Araújo (APODETI) dan Francisco Xavier Lopes da Cruz (UDT).

Pernyataan sikap politik keempat partai diiringi dengan persiapan pembentukan pasukan gabungan yang direkrut dari para pengungsi yang jumlahnya sekitar 40 ribu orang.

Dari perbatasan NTT, pasukan yang terdiri dari para pengungsi ini kembali ke Timor Timur dan menyerang kedudukan pasukan FRETILIN secara bergerilya.

Baca Juga: Selain Jempol Kaki, Ini Titik di Kaki yang Harusnya Anda Pijat, Sembuhkan Penyakit Ini

FRETILIN semakin kewalahan ketika pada 7 Desember 1975, ABRI melakukan invasi militer ke Timor Timur yang dikenal sebagai Operasi Seroja.

Operasi tersebut telah didahului oleh Operasi Komodo, yang merupakan misi intelijen yang dilakukan oleh perwira perwira TNI.

Amerika Serikat juga turut mengambil peran dalam operasi-operasi keamanan yang dilakukan Indonesia di Timor Timur kala itu.

Selama masa invasi, massa penolak integrasi (FRETILIN) dibantai oleh pasukan ABRI.

Baca Juga: ‘Aku Adalah Pecinta Bukan Petarung’ Kaisar Romawi yang Cinta Damai Ini Dipaksa untuk Ikut Berperang, Dilakukan Bukan untuk Dirinya Sendiri

Menyusul invasi tersebut, gubernur Timor Portugis dan stafnya meninggalkan pulau Atauro dengan dua kapal perang Portugal.

Sebagai pernyataan kedaulatan, Portugal tetap mempertahankan kapal perang yang berpatroli di perairan sekitar Timor Timur hingga Mei 1976.

Setelah Timor Timur jatuh ke tangan Indonesia, gabungan partai yang pro-integrasi membentuk PSTT (Pemerintahan Sementara Timor Timur) dan mengangkat Arnaldo dos Reis Araujo sebagai gubernur pertama serta Francisco Xavier Lopes da Cruz sebagai wakil gubernur.

Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1976 Tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur Ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Juga: Ditangkap Delapan Bulan setelah Agresi Militer AS ke Irak, Ini Cerita yang Diungkapkan Saddam Hussein sebelum Hidupnya Berakhir di Tiang Gantung

(*)

Artikel Terkait