Advertorial
Intisari-Online.com - Sejarah Timor Leste penuh dengan pertumpahan darah, sejak diduduki Portugis, jadi rebutan Bangsa Eropa, medan tempur Perang Dunia II, hingga invasi oleh pasukan Indonesia.
Namun, kemerdekaan yang didapat Timor Leste pada tahun 1999 dan secara resmi diakui internasional pada 2002, rupanya tidak mengakhiri pertumpahan darah yang terjadi di sana.
Setelah kemerdekaannya, Timor Leste kembali mencetak jejak kelam dalam sejarahnya dengan terjadinya krisis tahun 2006.
Krisis Timor Leste tahun 2006 itu bermula dari konflik antarelemen militer Timor Leste yang disebabkan oleh diskriminasi di dalam tubuh militer.
Ratusan anggota militer Timor Timur (FDTL) melakukan desersi sebagai protes atas perlakuan diskriminatif negara kepada mereka.
Namun, aksi protes itu justru ditanggapi dengan pemecatan massal terhadap mereka semua.
Pada tanggal 4 Mei, Mayor Alfredo Reinado, bersama dengan 20 polisi militer dari satu peleton di bawah komandonya dan empat polisi anti huru hara lainnya membelot dan bergabung dengan tentara pemberontak.
Reinado kemudian menjadi pemain kunci, salah satu pemimpin tentara pemberontak tersebut.
Baca Juga: Drupadi Punya Lima Suami Pandawa, Siapakah yang Paling Membuatnya Menderita?
Reinado dan pasukannya menyerang ibukota Timor Leste, Dili, hingga menimbulkan gelombang kerusuhan besar.
Semakin diperparah dengan ikutnya geng-geng sipil bersenjata melakukan aksi kriminal, dikutip dari Tribun Manado.
Bahkan, begitu seriusnya masalah ini membuat aparat keamanan Indonesia di perbatasan dengan Timor Leste siaga penuh, berjaga-jaga jika ada hal tak diinginkan terjadi.
Pemerintah dan militer Timor Leste pun tak sanggup membendung gelombang kerusuhan saat itu.
Baca Juga: Drupadi Punya Lima Suami Pandawa, Siapakah yang Paling Membuatnya Menderita?
Timor Leste sampai harus meminta bantuan militer ke Australia, Portugal, Selandia Baru dan Malaysia.
Lantas sebanyak 150 personel komando Australia mendarat di Timor Leste.
Personil Australia ini juga tak luput dari serangan kombatan pimpinan Reinado.
Kerusuhan Timor Leste yang dimulai tahun 2006 itu sedikitnya memakan 37 korban jiwa dan ratusan warga yang harus mengungsi.
Baca Juga: Manfaat Air Rebusan Jahe Kunyit dan Sereh: Bahan serta Cara Membuat
Alfredo Reinado dan Sepak Terjangnya
Reinado sendiri adalah seorang mayor angkatan bersenjata Timor Leste, FDTL.
Sebelumnya, Reinado pernah tertangkap oleh militer Indonesia saat invasi tahun 1975, dikutip dari Kompas.com.
Pada 1990 ia kabur ke Australia dan bekerja di galangan kapal Australia Barat. Barulah setelah referendum tahun 1999, ia kembali ke Timor Leste.
Ia masuk militer dan ditunjuk menjadi komandan angkatan laut yang berkekuatan dua kapal patroli sumbangan AL Portugal.
Mengutip Tribun Medan, Reinado merupakan seorang nasionalis sejati bumi Lorosae yang juga ingin Timor Timur lepas dari Indonesia kala itu.
Pangkatnya yang sudah menjadi mayor di tubuh angkatan bersenjata FDTL membuktikan jika Reinado merupakan orang kompeten di bidangya.
Hal itu bukan isapan jempol belaka, Reinado pernah mengenyam pendidikan militer di Australia yang sangat jarang seorang seperti dirinya ada di FDTL.
Paling banter para perwira FDTL sekarang ialah mantan kombatan Fretilin yang pernah berhadapan dengan ABRI pada masa konfrontasi dengan Indonesia dulu.
Tapi pendidikan militer mentereng yang didapat Reinado tak selalu menjamin karirnya baik, karena akhirnya ia pun merasa didiskriminasi, dan dipecat setelah melakukan protes.
Menjadi pemain kunci krisis Timor Leste 2006, Aksi Reinado lantas berpuncak pada 11 Februari 2008.
Ia dan anak buahnya melakukan serangan terhadap presiden Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao di kediamannya masing-masing.
Ramos Horta terluka parah hingga kritis, sementara Xanana selamat dari percobaan pembunuhan itu.
Petualangan Reinado berakhir saat aksi penyerangan itu, ia tewas ditembak oleh tentara FDTL yang menjaga rumah Ramos Horta.
Saat itu, kabar Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta terluka dalam serangan pagi hari di kantor kepresidenan begitu mengejutkan.
Alfredo Reinado sebagai 'tentara pembangkang' mungkin dimusuhi pemerintah, namun rupanya tidak demikian bagi sebagian besar warga Dili.
Mengutip Kompas.com, sebagian besar warga Dili di kota-kota di sekitarnya menaruh simpati pada pria kelahiran tahun 1967 itu.
Warga yang mendukungnya kerap terlibat dalam kerusuhan melawan polisi dan tentara yang masih setia pada pemerintah.
Misalnya pada 5 Maret 2007, ratusan pendukung Alfredo melempari tentara pemerintah yang berupaya mengejar pemberontak itu hingga ke hutan. Juga pernah digelar demonstrasi di tengah kota Dili untuk menentang Presiden Xanana Gusmao yang akan menangkapnya.
(*)