Intisari-Online.com - Meski telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Bangsa Indonesia justru terpaksa terlibat konflik Indonesia-Belanda selama 4 tahun.
Saat itu, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia, bahkan ingin kembali berkuasa di Tanah Air.
Antara tahun 1945 hingga 1949, Belanda melancarkan agresi militer sebanyak 2 kali, yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II.
Pelawanan fisik pun dilakukan rakyat Indonesia, di samping upaya diplomasi.
Buntut dari konflik Indonesia-Belanda ini, para Tokoh Bangsa, termasuk Soekarno dan Mohammad Hatta, pernah diasingkan ke daerah terpencil.
Belanda melakukannya setelah Agresi Militer Belanda II, dengan alasan agar para Tokoh Bangsa terisolir dari pergaulan dunia internasional.
Saat masa pengasingan, mereka tidak ditumpuk di satu lokasi saja, melainkan disebar di beberapa tempat. Beberapa di antaranya diasingkan bergantian dengan menggunakan lokasi yang sama.
Satu di antara lokasi pengasingan Soekarno yaitu di Parapat, Sumatra Utara. Di tempat ini ada kisah bagaimana cerdiknya Bung Karno untuk berkomunikasi dengan para gerliyawan.
Melansir Tribun Mendan(6/8/2020), di rumah pesanggrahannya di Parapat, Bung Karno mendapat pengawasan sangat ketat dari tentara Belanda.
Pengawasan tersebut tak hanya pada Bung Karno, namun juga pada kedua pegawainya yang ada di rumah tersebut, Buka Sinaga dan Sitindaon.
Selama hampir 2 bulan di pengasingan Parapat, aktivitas dan kegiatan Bung Karno dikawal ketat oleh tentara kolonial Belanda supaya tidak bocor lagi informasi ke para pejuang gerilyawan.
Namun, Bung Karno tak kehabisan akal untuk berkomunikasi dengan para pejuang gerilyawan.
Informasi kepada gerilyawan disampaikan melalui makanan dan sayur-sayuran.
Lalu Bung Karno membersihkan tulang paha ayam agar bisa menyelipkan surat di bagian dalam tulang tersebut.
Setelah itu, Bung Karno memberitahukan kepada Sitindaon dan Buka Sinaga, untuk menyampaikan surat yang di dalam tulang ayam tersebut kepada gerilyawan Indonesia.
Begitu juga ketika Presiden Sukarno jalan-jalan di luar rumah. Ia meminta tolong kepada Buka Sinaga untuk dibawakan sayur kangkung.
Dari batang kangkung itulah Soekarno memasukkan surat untuk diberikan kepada gerilyawan Indonesia. Hingga, informasi sampai kepada TNI, kemudian diutus pasukan untuk menjemput Bung Karno di Parapat.
Meski pada akhirnya gerakan TNI ditahan oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir, dengan alasan mau dipindahkan ke Bangka, namun cara Bung Karno berkomunikasi dengan gerilyawan menjadi kisah unik tersendiri dari masa pengasingannya.
Rumah pengasingan parapat adalah tempat yang dibangun pada tahun 1820 oleh Belanda, yang saat itu digunakan sebagai villa bagi mandor kebun.
Rumah tersebut berukuran 10 x 20 meter dengan arsitektur bergaya Eropa tersebut berdiri kokoh di atas lahan seluas dua hektare.
Saat ini, oleh Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara rumah tersebut dijadikan sebagai objek wisata sejarah, dan Mess Pemda bagi para pejabat Pemerintahan Sumut yang datang berkunjung ke Kota Parapat.
Dalam cacatan sejarah, Soekarno diasingkan ke lokasi tersebut pada 4 Januari 1949.
Tidak sendirian, Bung Karno diasingkan ke Parapat bersama dua rekan seperjuangannya, Sutan Sjahrir (Perdana Menteri RI) dan Haji Agus Salim.
Kini, rumah pengasingan atau pesanggarahan di Parapat itu juga sering dikunjungi mahasiswa dan akedemisi serta masyarkat yang ingin mengetahui sejarah terkait pengasingan Bungkarno di Parapat.
Pada rumah tersebut, bukti keberadaan Bung Karno terlihat dari beberapa lukisan dan perabotan rumah yang dulu dipakainya.
Beberapa diantaranya seperti ruang dan tempat tidur, kursi ukir, lukisan, foto, koleksi buku, dan lainnya masih terawat dengan baik.
Selain itu, rumah pesanggrahan ini juga menarik perhatian dengan bangunannya yang mengadopsi arsitektur bergaya klasik.
Bangunan berkonsep seperti itu banyak digunakan masyarakat di negara-negara Eropa pada awal abad ke 19.
Tak hanya itu saja, di rumah pengasingan Bung Karno ini para wisatawan dapat melihat panorama keindahan danau Toba.
Danau yang membentang luas dengan air yang hijau kebiru-biruan, serta bukit-bukit dan pepohonan yang mengeliling danau tersebut.
Mengutip Tribunnews (8/8/2015), Haris, penjaga rumah pengasingan tersebut, mengatakan rumah tersebut sudah berulang kali dilakukan pemugaran, di mana dekorasi dan perabotan juga berubah-ubah tergantung pergantian pengelola.
Namun, katanya, walaupun banyak dilakukan perubahan, suasana rumah pengasingan masih tampak sama.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja Majalah Intisari.Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari